Ijtihad: Cara Islam Menjawab Tantangan Zaman
fragmenilmiah.com - Bayangkan dunia tanpa inovasi hukum: bagaimana umat Islam menentukan hukum untuk teknologi modern seperti bayi tabung, atau bahkan menetapkan tanggal 1 Syawal di era satelit?
Al-Qur’an dan Hadis memang sempurna, tapi tidak semua permasalahan modern dijelaskan secara eksplisit di dalamnya.
Di sinilah ijtihad hadir sebagai solusi cerdas yang membuat ajaran Islam tetap relevan di setiap zaman.
Apa sebenarnya ijtihad itu?
Bagaimana perannya dalam kehidupan sehari-hari? Dan apa saja contohnya di masa kini?
Yuk, kita telusuri bagaimana para ulama menjaga Islam tetap hidup melalui ijtihad!
Apa Itu Ijtihad?
Secara bahasa, ijtihad berasal dari kata Arab ijtahada, yang berarti bersungguh-sungguh atau mengerahkan segala kemampuan.
Dalam Al-Qur’an, Allah menyebutkan pentingnya kesungguhan dalam Surah At-Taubah ayat 79, yang menggambarkan usaha maksimal dalam berbuat kebaikan demi Allah.
Secara istilah, ijtihad adalah upaya sungguh-sungguh seorang mujtahid—ahli fiqh yang memiliki keahlian mendalam—untuk menetapkan hukum syariat berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis melalui metode istinbat (penarikan kesimpulan hukum).
Menurut ulama seperti Abu Zahra, ijtihad adalah kemampuan seorang mujtahid untuk menggali hukum-hukum syariat dari dalil-dalil yang jelas, seperti Al-Qur’an dan Hadis.
Namun, tidak sembarang orang bisa berijtihad. Seorang mujtahid harus memenuhi syarat ketat, seperti:
Memiliki pengetahuan luas tentang Al-Qur’an, Hadis, bahasa Arab, tafsir, ushul fiqh, dan sejarah Islam.
Menguasai metode istinbat hukum, termasuk qiyas (analogi).
Berakhlak mulia (akhlakul karimah).
Ijtihad bukan sekadar opini, melainkan proses ilmiah yang berlandaskan dalil agama untuk menjawab tantangan zaman.
Mengapa Ijtihad Penting dalam Kehidupan Sehari-hari?
Al-Qur’an dan Hadis adalah panduan utama umat Islam, tetapi keduanya sering kali memberikan aturan secara umum.
Misalnya, Al-Qur’an memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada orang tua (QS. Al-Isra: 23), tapi bagaimana jika ada masalah modern seperti penggunaan teknologi medis atau transaksi digital?
BACA JUGA: 7 Tokoh Filsafat Alam atau Pra-Socratic, Serta Penjelasan Gnoti Seauton dan Maieutica-technic
Di sinilah ijtihad berperan untuk menjembatani aturan syariat dengan realitas zaman.
Fungsi utama ijtihad adalah menemukan solusi hukum untuk permasalahan yang tidak dijelaskan secara eksplisit dalam Al-Qur’an atau Hadis.
Ketika muncul isu baru—seperti etika media sosial atau hukum bayi tabung—mujtahid mengkaji apakah ada ketentuan serupa dalam sumber utama.
Jika tidak ada, mereka menggunakan ijtihad untuk menetapkan hukum baru yang tetap sesuai dengan prinsip syariat.
Dengan kata lain, ijtihad memastikan Islam tetap relevan dan fleksibel tanpa kehilangan akarnya.
Peran ijtihad terlihat jelas dalam kehidupan sehari-hari, misalnya:
BACA JUGA: Minuman Anggur Tanpa Alkohol, Begini Proses Fermentasi Anggur Tanpa Alkohol Beserta Jenis-jenisnya
Menentukan hukum transaksi online agar sesuai syariat.
Memberikan panduan ibadah di era modern, seperti shalat di pesawat atau puasa di wilayah kutub.
Menyelesaikan dilema etis, seperti penggunaan teknologi reproduksi.
Macam-Macam Ijtihad
Ijtihad bukanlah satu metode tunggal, melainkan terdiri dari beberapa pendekatan yang digunakan para ulama untuk menetapkan hukum.
Berikut adalah macam-macam ijtihad beserta penjelasannya:
1. Qiyas (Analogi)
Qiyas adalah metode menyamakan hukum perkara baru dengan perkara yang sudah ada dalam Al-Qur’an atau Hadis berdasarkan kesamaan sebab, manfaat, atau bahaya.
Misalnya, Al-Qur’an (QS. Al-Isra: 23) melarang mengucapkan “ah” atau “cis” kepada orang tua karena dianggap menyakiti hati. Dengan qiyas, memukul orang tua juga dilarang karena memiliki dampak serupa.
2. Ijma (Konsensus Ulama)
Ijma adalah kesepakatan para mujtahid setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Contohnya, pengangkatan Abu Bakar as-Siddiq sebagai khalifah pertama atau fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 7 Maret 1981 yang mengharamkan umat Islam merayakan Natal bersama.
3. Istihsan
Istihsan adalah ijtihad yang memilih hukum berdasarkan kemaslahatan untuk mencegah kerugian. Misalnya, menurut qiyas, wanita haid sama dengan orang junub sehingga dilarang membaca Al-Qur’an.
Namun, melalui istihsan, wanita haid boleh membaca Al-Qur’an untuk kepentingan pendidikan karena masa haid cukup lama.
4. Maslahatul Mursalah
Metode ini menetapkan hukum berdasarkan kepentingan umum yang tidak bertentangan dengan syariat.
Contohnya, pembukuan Al-Qur’an pada masa Khalifah Utsman untuk menjaga keseragaman, atau fatwa tentang pajak tanah di Irak saat Islam masuk.
5. Sadd al-Dzariah
Sadd al-Dzariah adalah mencegah sesuatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi melindungi umat. Contohnya, melarang transaksi yang berpotensi menyerupai riba.
6. Urf
Urf adalah pengakuan terhadap adat istiadat setempat selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadis. Contohnya, transaksi jual beli tanpa ijab kabul formal karena harga sudah disepakati bersama.
7. Istishab
Istishab mempertahankan hukum awal hingga ada dalil yang mengubahnya.
Misalnya, seorang istri tidak boleh menikah lagi jika suaminya hilang tanpa kabar pasti, karena status pernikahan awal masih berlaku.
Contoh Produk Ijtihad di Masa Kini
Produk ijtihad adalah hasil pemikiran ulama untuk menjawab tantangan zaman. Berikut adalah dua contoh nyata:
Penentuan 1 Syawal Setiap tahun, ulama di Indonesia berkumpul untuk menetapkan tanggal 1 Syawal atau 1 Ramadhan melalui diskusi berbasis hisab (perhitungan astronomi) dan rukyat (pengamatan hilal).
Hasilnya adalah fatwa yang mengikat umat, seperti keputusan Kementerian Agama atau MUI.
Hukum Bayi Tabung Teknologi bayi tabung tidak ada di zaman Rasulullah, tetapi ulama modern menggunakan ijtihad untuk menetapkan hukumnya.
Menurut fatwa MUI, bayi tabung dari sperma dan ovum pasangan suami-istri adalah halal sebagai bentuk ikhtiar. Namun, menggunakan rahim pihak ketiga dianggap haram karena memunculkan masalah waris dan status anak.
Mengapa Kita Harus Menghargai Ijtihad?
Ijtihad adalah bukti bahwa Islam adalah agama yang dinamis, mampu menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan esensinya.
Bagi pelajar dan mahasiswa, memahami ijtihad membantu melihat fleksibilitas syariat. Bagi dosen dan peneliti, ijtihad adalah ladang studi yang kaya untuk menggali hukum Islam.
Bagi masyarakat umum, ijtihad membuat ajaran Islam relevan dalam kehidupan sehari-hari, dari transaksi digital hingga etika medis.
Jadi, ijtihad bukan sekadar alat para ulama, tetapi juga jembatan yang menghubungkan kita dengan nilai-nilai Islam di era modern.
Mari hargai kerja keras para mujtahid dan terus pelajari bagaimana Islam tetap relevan di setiap zaman!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar