--> Fragmen Ilmiah : Pendidikan | Deskripsi Singkat Blog di Sini

Fragmen Ilmiah: kumpulan bahan makalah serta konten evergreen yang mudah dipahami.

Total Tayangan Halaman

Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan

26/05/25

Kelahiran Pengetahuan Alamiah Modern: Dari Rasa Ingin Tahu ke Teknologi Canggih

Kelahiran Pengetahuan Alamiah Modern: Dari Rasa Ingin Tahu ke Teknologi Canggih

 Kelahiran Pengetahuan Alamiah Modern: 

Dari Rasa Ingin Tahu ke Teknologi Canggih

Melalui panca indera, kita merasakan dunia di sekitar kita—melihat, mendengar, menyentuh. Pengalaman ini menjadi cikal bakal pengetahuan. Bayangkan: nenek moyang kita memperhatikan pola matahari terbit dan tenggelam, lalu mulai bertanya, “Mengapa ini terjadi?”

gudangmakalah165.blogspot.com - Awal Mula Ilmu Pengetahuan Alamiah
Sejak manusia pertama kali menginjakkan kaki di bumi, kita selalu berinteraksi dengan alam. 

Melalui panca indera, kita merasakan dunia di sekitar kita—melihat, mendengar, menyentuh. Pengalaman ini menjadi cikal bakal pengetahuan. Bayangkan: nenek moyang kita memperhatikan pola matahari terbit dan tenggelam, lalu mulai bertanya, “Mengapa ini terjadi?” atau “Bagaimana cara membuat hidup lebih mudah?”

Ada dua dorongan utama yang memicu kelahiran ilmu pengetahuan alamiah:

Dorongan Praktis: Manusia ingin hidup lebih baik, lebih aman, dan nyaman. Inilah yang melahirkan teknologi atau ilmu terapan, seperti alat untuk berburu atau bercocok tanam.

Dorongan Teoritis: Rasa ingin tahu murni, tanpa tujuan praktis, seperti “Apa itu bintang?” atau “Mengapa langit biru?” Dorongan ini melahirkan ilmu murni, yang fokus pada pemahaman hakikat alam.


Menurut Prof. M.J. Langerveld, ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang sistematis, dapat dijelaskan secara logis, dan memiliki ciri khas: objektif, metodik, sistematik, dan berlaku umum. Ciri-ciri ini memastikan bahwa ilmu bukan sekadar opini, melainkan fakta yang bisa diuji.

Apa yang Membuat Sesuatu Disebut Ilmiah?

Tidak semua pengetahuan bisa disebut ilmu. Ada kriteria tertentu yang harus dipenuhi agar pengetahuan dianggap ilmiah:

Objektif: Pengetahuan harus sesuai dengan fakta, bukan berdasarkan perasaan atau dugaan.
Metodik: Diperoleh melalui langkah-langkah teratur, seperti pengamatan dan eksperimen.
Sistematik: Pengetahuan saling berkaitan, membentuk satu kesatuan yang utuh.

Berlaku Umum: Bisa diterima dan diuji oleh siapa saja, di mana saja, dengan hasil yang konsisten.

Metode ilmiah adalah kunci untuk mencapai kebenaran. Contohnya, seorang ilmuwan kimia bernama Kekule menemukan struktur melingkar senyawa benzena setelah terinspirasi oleh mimpi tentang ular yang menggigit ekornya. Meski terdengar tidak sengaja, kebenaran temuannya tetap diuji dengan metode ilmiah agar bisa diterima secara luas.


Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Dulu, manusia mempercayai mitos sebagai penjelasan atas fenomena alam. Tapi, karena mitos sering kali tidak memuaskan, mereka beralih mencari pengetahuan sejati melalui pendekatan ilmiah. Pendekatan ini menggabungkan rasionalisme (pemikiran logis) dan empirisme (pengamatan fakta).

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) lahir dari proses ini. IPA fokus pada gejala alam yang bisa diamati, seperti gerakan planet atau sifat-sifat air. Penelitian ilmiah dilakukan secara sistematis: mengumpulkan data, membuat teori, lalu mengujinya. Teori yang lolos uji menjadi dasar ilmu, tapi tetap terbuka untuk diperbaiki jika ada bukti baru.

Evolusi Pengetahuan dari Masa ke Masa

Perjalanan pengetahuan manusia sangat panjang, dan setiap era membawa kemajuan baru:

1. Zaman Purba

Nenek moyang kita mulai dengan pengamatan sederhana. Mereka belajar bercocok tanam dan beternak melalui metode “trial and error”—coba-coba sampai berhasil. Mereka juga mengamati benda langit untuk membuat kalender, yang membantu mengatur waktu untuk ritual dan pertanian. Di masa ini, ilmu ukur (geometri) dan ilmu hitung (aritmatika) mulai muncul untuk mengukur lahan dan hasil panen.

2. Zaman Yunani (600 SM - 200 SM)

Bangsa Yunani membawa revolusi besar dalam cara berpikir. Mereka tidak lagi hanya menerima apa adanya, melainkan bertanya dan menyelidiki. Thales, filsuf pertama, mempertanyakan hakikat alam: “Apa yang membentuk dunia ini?” Pertanyaan ini menjadi pemicu penelitian berkelanjutan. Tokoh lain seperti Pythagoras, Aristoteles, dan Archimedes juga berkontribusi besar, meletakkan dasar ilmu modern.

3. Zaman Modern (Abad 14 - Sekarang)


Pada abad ke-14, Eropa menjadi pusat kemajuan ilmu pengetahuan. Roger Bacon mendorong penggunaan pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Nama-nama seperti Copernicus, Kepler, dan Galileo memperkuat metode ilmiah dengan pengamatan dan eksperimen. 

Francis Bacon, melalui bukunya Novum Organum, menegaskan pentingnya pendekatan empiris. Albert Einstein kemudian merevolusi fisika dengan teori relativitas, yang menjelaskan fenomena seperti gerakan benda berkecepatan tinggi.

Perkembangan teknologi juga berperan besar. Teleskop Galileo membantu kita memahami tata surya, sementara mikroskop membuka dunia mikroskopis. Laboratorium modern, seperti yang dibangun di Universitas Glessen pada 1925, memungkinkan penemuan senyawa kimia baru. Di Laboratorium Cavendish, elektron, proton, dan neutron ditemukan, menjadi fondasi fisika atom.

Dari Ilmu ke Teknologi: Mengubah Dunia

Ilmu pengetahuan alam tidak hanya tentang memahami alam, tapi juga menerapkannya untuk kehidupan yang lebih baik. Inilah yang disebut teknologi. Namun, mengubah ilmu menjadi teknologi melibatkan pengambilan keputusan, yang memerlukan empat elemen utama:

Model: Representasi masalah dalam bentuk matematis, seperti simulasi untuk meramalkan hasil.
Kriteria: Tujuan yang ingin dicapai, misalnya pesawat dengan kecepatan tinggi dan daya angkut besar.

Kendala: Batasan yang harus diperhatikan, seperti mengurangi polusi pada kendaraan.
Optimasi: Menemukan solusi terbaik dengan mempertimbangkan model dan kendala.

Contohnya, ilmu fisika tentang tekanan udara (ditemukan melalui pompa udara Otto von Guericke pada abad ke-17) diterapkan dalam teknologi penerbangan. Atau, penemuan listrik statis membuka jalan bagi pembangkit listrik modern. Teknologi seperti ini terus berkembang, membantu kita menjelajahi dunia—dari samudra hingga luar angkasa.

Penutup: Ilmu untuk Masa Depan

Perjalanan pengetahuan alamiah modern menunjukkan betapa rasa ingin tahu manusia bisa mengubah dunia. Dari pengamatan sederhana di zaman purba hingga laboratorium canggih hari ini, ilmu pengetahuan terus berkembang, membawa kita ke era teknologi yang luar biasa. 
Tapi, perjalanan ini belum selesai. Masih banyak misteri alam yang menunggu untuk dipecahkan. Apa penemuan ilmiah yang paling kamu tunggu di masa depan? Tulis pendapatmu di kolom komentar!

11/11/19

Islam dan Sains: Harmoni Ilmu dan Iman untuk Peradaban Modern

Islam dan Sains: Harmoni Ilmu dan Iman untuk Peradaban Modern

Islam dan Sains: 

Harmoni Ilmu dan Iman untuk Peradaban Modern

Islam dan Sains: Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi hubungan erat antara Islam dan sains modern, serta bagaimana Al-Qur’an menjadi sumber inspirasi.

gudangmakalah165.blogspot.com - Pernahkah kamu bertanya, bagaimana Islam memandang sains dan teknologi? 

Apakah agama dan ilmu pengetahuan bisa berjalan beriringan? 

Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi hubungan erat antara Islam dan sains modern, serta bagaimana Al-Qur’an menjadi sumber inspirasi untuk membangun peradaban yang maju sekaligus bermoral. Yuk, simak perjalanan menarik ini!

Memahami Islam dan Sains: Dua Sisi yang Saling Melengkapi
Islam: Agama yang Mendorong Keilmuan

Islam bukan hanya soal ritual ibadah, tetapi juga tentang semangat keilmuan yang membara. Peradaban Islam dikenal dengan rasa ingin tahu yang tinggi dan pendekatan ilmiah yang sistematis. 

Sejak dulu, Islam mendorong umatnya untuk mengeksplorasi potensi, meneliti alam, dan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk mencapai kemajuan. Menariknya, dalam pandangan Islam, tidak ada pertentangan antara agama dan sains. Justru, Islam mengajak umatnya untuk terus belajar dan berinovasi.

Al-Qur’an, sebagai pedoman utama umat Islam, adalah sumber inspirasi yang luar biasa. Kitab suci ini penuh dengan ayat-ayat yang mengajak manusia untuk mengamati alam, berpikir kritis, dan meneliti fenomena ciptaan Allah. 

Salah satu ayat yang terkenal adalah dalam surah Yunus ayat 101: “Katakanlah (Muhammad): Lakukanlah nazar (penelitian dengan metode ilmiah) mengenai apa yang ada di langit dan di bumi…” 
Ayat ini seolah menantang kita untuk menggunakan akal sehat dan rasa ingin tahu untuk memahami alam semesta.

Islam juga menegaskan bahwa sains dan teknologi harus selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan. Meskipun dunia modern telah menghasilkan teknologi canggih, sering kali kemajuan ini tidak diimbangi dengan moralitas yang mulia. 

Di sinilah konsep Islamisasi Sains muncul, yang bertujuan memastikan bahwa ilmu pengetahuan membawa kesejahteraan tanpa mengorbankan akhlak. 


Dengan kata lain, sains dalam Islam bukan hanya tentang menemukan fakta, tetapi juga tentang mendekatkan diri kepada Allah dengan memahami kebesaran ciptaan-Nya.

Wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW dalam surah Al-Alaq ayat 1-5 menjadi bukti nyata betapa Islam menghargai ilmu: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. 

Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam, Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” Perintah “Iqra” (bacalah) ini bukan sekadar ajakan membaca, tetapi juga dorongan untuk menuntut ilmu secara luas.

Sains: Jendela untuk Memahami Alam

Sains, yang berasal dari kata Latin scientia (pengetahuan), adalah cara kita memahami dunia melalui pengamatan, eksperimen, dan metode ilmiah. 

Sains bukan sekadar kumpulan fakta, tetapi juga proses untuk menjelaskan fenomena alam secara sistematis, empiris, dan terukur. 

Menurut Webster New Collegiate Dictionary, sains adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian, mencakup hukum-hukum alam yang terverifikasi melalui metode ilmiah.

Para ahli mendefinisikan sains dengan berbagai cara:

Sund dan Trowbridge: Sains adalah kumpulan pengetahuan dan proses untuk mendapatkannya.
Kuslan Stone: Sains adalah produk sekaligus proses yang tak terpisahkan, melibatkan cara-cara untuk memperoleh dan memanfaatkan pengetahuan.

Sardar: Sains adalah sarana yang membentuk peradaban, mencerminkan pandangan dunia masyarakatnya.

Sains terapan, misalnya, menggabungkan teori dengan praktik untuk menciptakan solusi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, seperti teknologi medis atau pertanian. Singkatnya, sains adalah alat untuk memahami fenomena alam dan memanfaatkannya demi kesejahteraan.

Pendidikan Sains dalam Bingkai Islam

Di era modern, sains menjadi pilar utama kemajuan, terutama di dunia Barat yang menjunjung tinggi rasionalitas. Namun, sebagai umat Islam, kita harus memastikan bahwa sains yang kita pelajari selaras dengan nilai-nilai agama. 

Kabar baiknya, Islam tidak pernah menentang sains—malah mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu. Salah satu dalil yang terkenal adalah hadits Rasulullah SAW: “Mencari ilmu itu wajib bagi setiap Muslim laki-laki dan perempuan.” (HR. Ibnu Majah).

Hadits ini menegaskan bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban (fardhu ain) bagi setiap Muslim. Namun, apa sebenarnya ilmu yang dimaksud? 

Menurut Imam Ghazali, ilmu yang wajib dipelajari adalah yang terkait dengan syariat, seperti hukum zakat bagi peternak. Sementara itu, Shadr al-Din Syirazi menawarkan pandangan yang lebih luas:

Kata “ilmu” dalam hadits mencakup semua jenis pengetahuan, dari yang sederhana hingga kompleks. Setiap Muslim, baik pemula maupun sarjana, harus terus belajar.


Mencari ilmu adalah tanggung jawab seumur hidup seorang Muslim.

Tidak ada ilmu yang buruk secara esensi. Ilmu dianggap tercela hanya jika digunakan untuk tujuan yang salah.

Dari sini, jelas bahwa sains adalah bagian dari ajaran Islam, selama tujuannya adalah untuk mencerahkan, menyejahterakan umat, dan menyebarkan nilai-nilai agama. Ilmu yang dipelajari harus diamalkan dan disebarkan, bukan hanya untuk mengejar jabatan atau keuntungan pribadi. Orang yang menuntut ilmu dengan niat tulus akan diangkat derajatnya oleh Allah, setara dengan mereka yang berjihad di jalan-Nya.

Namun, tantangannya adalah banyak ilmuwan Muslim yang terjebak dalam pandangan sains Barat yang murni materialistis. 

Sains Barat sering kali memisahkan ilmu dari nilai spiritual, menjadikannya sekadar alat untuk mencari keuntungan duniawi. Padahal, sains dalam Islam harus menjadi sarana ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Konsep sains Islam menawarkan solusi: ilmu pengetahuan yang selaras dengan ajaran Al-Qur’an, mengintegrasikan metode ilmiah dengan nilai-nilai Islami.

Sayangnya, banyak umat Islam saat ini cenderung meniru sains Barat tanpa memverifikasi kebenarannya dengan Al-Qur’an. Ini ironis, mengingat peradaban Islam pernah menjadi pelopor ilmu pengetahuan dunia. 

Untuk membangun kembali kejayaan itu, kita perlu mengembangkan sains yang berlandaskan nilai-nilai Islam, yang tidak hanya memecahkan masalah praktis tetapi juga memperkuat iman dan akhlak.

Al-Qur’an: Sumber Inspirasi Ilmu Pengetahuan

Al-Qur’an bukan hanya kitab suci, tetapi juga sumber segala ilmu. Banyak ayat Al-Qur’an yang menginspirasi penemuan ilmiah, mulai dari astronomi hingga biologi. Lebih dari 750 ayat Al-Qur’an membahas fenomena alam, seperti dalam surah Luqman ayat 10: “Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu lihat, dan Dia meletakkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu…” Ayat ini mengajak kita untuk mempelajari ciptaan Allah, dari struktur bumi hingga keanekaragaman hayati.

Imam Al-Ghazali, dalam Ihya ‘Ulum al-Din, mengutip Ibnu Mas’ud: “Jika seseorang ingin memiliki pengetahuan masa lampau dan modern, selayaknya dia merenungkan Al-Qur’an.” 

Al-Ghazali menegaskan bahwa Al-Qur’an mencakup semua ilmu, karena ia menjelaskan esensi, sifat, dan perbuatan Allah. Wahyu pertama dalam surah Al-Alaq ayat 1-5 menegaskan pentingnya ilmu, dengan perintah “Iqra” yang menjadi simbol keutamaan pendidikan.

Banyak ilmuwan modern, termasuk dari Barat, kini mempelajari Al-Qur’an untuk memahami fenomena ilmiah, seperti sidik jari atau penciptaan alam semesta. Namun, ironisnya, banyak umat Islam yang justru mengikuti pandangan Barat tanpa memverifikasi dengan Al-Qur’an.

Contohnya, teori evolusi Darwin yang menyebut manusia berasal dari kera bertentangan dengan ajaran Islam bahwa manusia pertama adalah Nabi Adam AS.

Al-Qur’an juga membahas ilmu-ilmu sosial, seperti hukum, muamalah, ekonomi, dan hubungan antar bangsa, menjadikannya pedoman holistik. 

Dengan mempelajari Al-Qur’an, umat Islam bisa menghasilkan ilmuwan yang tidak hanya cerdas tetapi juga berakhlak mulia, yang mampu membangkitkan kembali peradaban Islam.

Penutup: Menuju Peradaban Islam yang Gemilang

Islam dan sains bukanlah dua hal yang bertentangan, melainkan dua sisi yang saling melengkapi. Al-Qur’an, sebagai sumber ilmu yang sempurna, mengajak kita untuk mengeksplorasi alam semesta dengan akal dan iman. 
Sains Islam bukan hanya tentang menemukan teknologi baru, tetapi juga tentang membangun peradaban yang bermoral dan mendekatkan diri kepada Allah. 

Dengan mengintegrasikan ilmu dan iman, kita bisa mewujudkan visi Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin—rahmat bagi seluruh alam. Yuk, jadilah bagian dari kebangkitan peradaban Islam dengan menuntut ilmu dan mengamalkannya untuk kebaikan dunia dan akhirat!

08/04/19

Mengenal Seni Berpikir: Kunci untuk Belajar dan Memecahkan Masalah

Mengenal Seni Berpikir: Kunci untuk Belajar dan Memecahkan Masalah

Mengenal Seni Berpikir: 

Kunci untuk Belajar dan Memecahkan Masalah

Seni Berpikir: Bayangkan pikiran kita sebagai sebuah mesin canggih yang terus bekerja, memproses informasi, dan menciptakan solusi.

gudangmakalah165.blogspot.com - Pernahkah kamu bertanya, apa sebenarnya yang terjadi di kepala kita saat kita berpikir? Mengapa ada orang yang jago memecahkan masalah, sementara yang lain lebih suka bermimpi besar dengan ide-ide kreatif? 

Berpikir adalah salah satu kemampuan luar biasa yang membedakan manusia dari makhluk lain. Dalam artikel ini, kita akan menyelami dunia berpikir—apa itu, bagaimana caranya, dan bagaimana pengaruhnya terhadap proses belajar. Yuk, ikuti perjalanan seru ini untuk memahami kekuatan pikiran kita!

Latar Belakang: Mengapa Berpikir Penting?

Bayangkan pikiran kita sebagai sebuah mesin canggih yang terus bekerja, memproses informasi, dan menciptakan solusi. Berpikir adalah proses mental yang memungkinkan kita memahami dunia, membuat keputusan, dan merancang rencana untuk mencapai tujuan.

Istilah seperti kognisi, pemahaman, gagasan, atau bahkan imajinasi sering digunakan untuk menggambarkan proses ini. Berpikir melibatkan manipulasi informasi di otak, seperti saat kita membentuk konsep, memecahkan masalah, atau menalar sesuatu.

Bagi seorang ilmuwan, kemampuan berpikir adalah alat utama. Tanpa penguasaan cara berpikir yang baik, sulit untuk melakukan penelitian ilmiah atau menghasilkan karya yang bermakna.

Berpikir bukan sekadar aktivitas otak, tetapi juga cerminan bagaimana kita berinteraksi dengan dunia di sekitar kita. Penasaran bagaimana proses ini bekerja? Mari kita jelajahi lebih dalam!
Apa yang Akan Kita Pelajari?

Artikel ini akan menjawab beberapa pertanyaan kunci tentang berpikir:

Apa itu berpikir?
Apa saja jenis, pola, dan tipe berpikir?
Bagaimana cara kita berpikir?
Apa proses di balik berpikir?
Apa teori-teori yang menjelaskan berpikir?
Bagaimana berpikir memengaruhi proses belajar?

Memahami Berpikir: Proses Ajaib di Balik Pikiran
Apa Itu Berpikir?
Secara sederhana, berpikir adalah cara kita memproses informasi secara mental. Lebih formal lagi, berpikir adalah manipulasi kognitif dari informasi yang kita terima dari lingkungan atau yang tersimpan di memori jangka panjang kita. 

Menurut Drever (dalam Walgito, 1997), berpikir adalah proses melatih ide-ide dengan cermat untuk menyelesaikan masalah. Sementara itu, Solso (1998) menyebutkan bahwa berpikir adalah proses membentuk representasi mental baru melalui interaksi kompleks seperti penilaian, abstraksi, logika, imajinasi, dan pemecahan masalah.
Jadi, ada tiga inti dari berpikir:


Berpikir bersifat kognitif, artinya terjadi di dalam pikiran tetapi terlihat dari perilaku kita.
Berpikir adalah proses yang melibatkan manipulasi pengetahuan.
Berpikir diarahkan untuk memecahkan masalah atau mencapai solusi.

Bayangkan berpikir seperti seorang koki yang meracik resep: ia mengambil bahan-bahan dari ingatan, mencampurnya dengan logika, dan menambahkan sedikit kreativitas untuk menghasilkan hidangan yang lezat!

Jenis, Pola, dan Tipe Berpikir

Berpikir itu seperti lukisan—ada berbagai gaya dan teknik yang bisa digunakan. Menurut Morgan dkk. (1986), ada dua jenis berpikir utama:

Berpikir Autistik: Ini adalah proses berpikir yang sangat pribadi, seperti mimpi, di mana kita menggunakan simbol-simbol yang punya makna khusus bagi diri sendiri.
Berpikir Langsung: Berpikir ini fokus pada pemecahan masalah secara praktis.

Kartini Kartono (1996) membagi berpikir menjadi enam pola:

Berpikir Konkret: Berpikir tentang hal-hal yang nyata, terkait ruang, waktu, dan tempat.
Berpikir Abstrak: Berpikir tentang ide-ide yang tidak terbatas, bisa diperluas atau disempurnakan.
Berpikir Klasifikatoris: Mengelompokkan sesuatu berdasarkan kategori atau tingkatan.
Berpikir Analogis: Mencari hubungan antar peristiwa berdasarkan kemiripan.
Berpikir Ilmiah: Berpikir kompleks dengan bukti dan logika.
Berpikir Pendek: Berpikir cepat, dangkal, dan sering tidak logis.


Sementara itu, De Bono (1989) memperkenalkan dua tipe berpikir:

Berpikir Vertikal (Konvergen): Berpikir logis, rasional, dan terfokus pada satu jawaban yang benar. Ini seperti menaiki tangga, langkah demi langkah, menuju solusi pasti. 

Orang dengan tipe ini suka fakta, struktur, dan kepastian. Mereka cenderung serius dan metodis, menggunakan bahasa dan logika untuk memecahkan masalah.
Ciri-ciri: Vertikal, terfokus, sistematis, logis, dapat diprediksi.

Berpikir Lateral (Divergen): Berpikir kreatif yang menyebar ke berbagai arah, mencari banyak kemungkinan jawaban. Ini seperti menjelajahi hutan dengan banyak jalan setapak. 

Orang dengan tipe ini suka imajinasi, kebebasan, dan ketidakpastian. Mereka sering melihat masalah dari sudut pandang yang tidak biasa, peka terhadap perasaan, dan suka menggunakan kiasan.

Ciri-ciri: Lateral, menyebar, holistik, intuitif, independen, tidak dapat diprediksi.

Kedua tipe ini saling melengkapi. Berpikir lateral menghasilkan ide-ide kreatif, sementara berpikir vertikal membantu menyaring ide-ide tersebut menjadi solusi yang logis.
Cara Mengidentifikasi Cara Berpikir Seseorang

Setiap orang punya gaya berpikir yang unik, seperti sidik jari. Enwistle (1981) menjelaskan bahwa perbedaan ini terlihat dari cara seseorang mengelompokkan informasi. Misalnya, jika sekelompok anak diminta mengelompokkan benda seperti buku, sepatu, dan tas, mereka mungkin melakukannya dengan tiga cara:

Deskriptif: Mengelompokkan berdasarkan ciri fisik yang terlihat, seperti warna atau bentuk.
Analitis: Mengelompokkan berdasarkan fungsi atau sifat abstrak, seperti kegunaan benda.
Fungsional: Mengelompokkan berdasarkan hubungan, misalnya semua benda adalah perlengkapan sekolah.

Dari sini, kita bisa melihat kecenderungan berpikir:

Anak dengan pengelompokan deskriptif cenderung konvergen.
Anak dengan pengelompokan analitis bersifat moderat.
Anak dengan pengelompokan fungsional cenderung divergen.

Untuk mengidentifikasi cara berpikir seseorang, kita bisa melihat:

Orientasi Perhatian: Apakah mereka fokus pada detail (konvergen) atau melihat gambaran besar (divergen)?
Pola Diskriminasi Stimuli: Apakah mereka mengelompokkan benda berdasarkan sifat nyata atau hubungan abstrak?
Pola Pemecahan Masalah: Apakah mereka mencari satu jawaban pasti atau banyak kemungkinan?
Fleksibilitas Ide: Apakah mereka terikat pada struktur atau lebih bebas dan improvisatif?

Proses Berpikir: Bagaimana Otak Bekerja
Berpikir itu seperti menyusun puzzle di dalam kepala. Menurut Morgan dkk. (1986), proses berpikir melibatkan dua alat utama: bayangan (image) dan bahasa. Bayangan adalah representasi visual dari pengalaman masa lalu yang tersimpan di memori jangka panjang. Misalnya, saat memikirkan solusi masalah, kita mungkin membayangkan situasi serupa dari masa lalu. Sementara itu, bahasa menggunakan kata-kata dan tata bahasa untuk mengorganisir ide.

Proses berpikir biasanya melibatkan dua fase:

Menghasilkan Ide (Divergen): Di sini, otak kita menjelajahi berbagai kemungkinan, sering kali melalui intuisi. Ini seperti brainstorming, di mana ide-ide liar muncul dari alam bawah sadar.
Mengevaluasi Ide (Konvergen): Setelah ide muncul, kita menganalisisnya secara kritis untuk memilih solusi terbaik.

Keseimbangan antara berpikir divergen dan konvergen sangat penting, terutama dalam pembelajaran. Tanpa keseimbangan ini, kita mungkin kesulitan menghasilkan ide kreatif atau membuat keputusan yang logis. Namun, proses berpikir bisa terhambat oleh:

Data Tidak Lengkap: Kurangnya informasi membuat kita sulit menarik kesimpulan.
Konflik Data: Data yang bertentangan bisa membingungkan proses berpikir.

Teori-Teori tentang Berpikir

Ada dua pendekatan utama untuk memahami berpikir:

Pendekatan Perkembangan: Teori seperti Piaget, Vygotsky, Bloom, dan teori novice-expert menganggap bahwa berpikir berkembang dari tahap sederhana ke kompleks. Siswa harus menguasai keterampilan dasar sebelum mencapai berpikir tingkat tinggi.
Pendekatan Definisional: Teori seperti Sternberg, IDEAL problem solver, dan Resnick percaya bahwa semua orang, di level mana pun, bisa berpikir tingkat tinggi dengan pendekatan yang tepat.

Salah satu teori terkenal adalah Taksonomi Bloom, yang membagi kemampuan berpikir menjadi enam level:

Pengetahuan: Menghafal informasi secara sederhana.
Pemahaman: Memahami informasi secara mendalam.
Aplikasi: Menggunakan konsep atau rumus untuk memecahkan masalah.
Analisis: Memecah informasi kompleks menjadi bagian-bagian kecil.
Sintesis: Menggabungkan bagian-bagian untuk menciptakan sesuatu yang baru.
Evaluasi: Menilai sesuatu berdasarkan standar tertentu.

Pengaruh Berpikir pada Belajar


Berpikir adalah jantung dari proses belajar. Tanpa berpikir, kita hanya menghafal tanpa memahami. Salah satu jenis berpikir yang sangat berpengaruh adalah berpikir kritis, yang melibatkan kemampuan mengumpulkan, menginterpretasi, dan mengevaluasi informasi secara akurat (Perkins dalam Eggen & Kauchak, 1997). Menurut Sternberg (dalam Elliot dkk., 1996), berpikir kritis mencakup strategi untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, dan mempelajari konsep baru.
Berpikir kritis membantu kita belajar dengan lebih mendalam. Misalnya, saat mempelajari sejarah, berpikir kritis memungkinkan kita menganalisis sebab-akibat, bukan sekadar menghafal tanggal. Dalam pendidikan, ada beberapa cara untuk memanfaatkan berpikir kritis:

Gunakan metode seperti reciprocal teaching untuk membantu siswa menguasai keterampilan.
Sesuaikan pendekatan mengajar dengan tujuan pembelajaran.
Ajarkan materi dalam konteks yang relevan.
Dorong siswa untuk menghadapi masalah nyata yang terkait dengan tujuan pembelajaran.
Ajak siswa untuk mengklasifikasi, membuat hipotesis, menganalisis, dan memecahkan masalah.
Guru harus berperan sebagai fasilitator untuk meningkatkan pemahaman siswa.

Penutup: Berpikir, Kunci Menuju Dunia yang Lebih Baik
Berpikir adalah anugerah yang membuat kita manusia. Dari berpikir konkret hingga divergen, setiap gaya berpikir punya peran dalam membentuk cara kita belajar dan memecahkan masalah. Dengan memahami proses, tipe, dan teori berpikir, kita bisa melatih pikiran untuk menjadi lebih kritis, kreatif, dan efektif. Di dunia pendidikan, berpikir kritis adalah kunci untuk menghasilkan generasi yang tidak hanya cerdas tetapi juga mampu menghadapi tantangan dengan solusi yang bermakna. Jadi, yuk, latih pikiranmu dan mulailah berpikir dengan cara yang baru—siapa tahu, ide brilian berikutnya datang dari otakmu!



Daftar Pustaka

Crowl, Keminsky, dan Podell. 1997. Educational Psychology: Windows on Teaching, Dubuque, IA: Times Mirror Higher Education Cup.
De Bono, Edward. 1989. Berpikir Lateral, Buku Teks Kreativitas. Alih Bahasa: Sutoyo. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Eggen, P dan Kauchak, D., 1997, Educational Psychology Windows on Classrooms, Third Edition, USA: Prentice Hall Inc.
Elliot, S.N.: Kratochwill, TR.: Littlefield, J.: Travers, J.F., 1999, Educational Psychology Effective Teaching Effective Learning, Second EDITION, Singapore: McGraw-Hill Book Co.
Enwistle. 1981. Style of Learning and Teaching, Great Britain: John Wiley & Sons, Ltd.
Kartono, Kartini. 1990. Psikologi Anak. Jakarta: Rineka Cipta.
Morgan, C.T; King, R.A.; Weisz, J.R.; Schopler, J., 1986, Introduction to Psychology, Seventh Edition, New York: McGraw-Hill Book Co.
Solso, R.L., 1998, Cognitive Psychology, Fifth Editon, Boston: Allyn and Bacon.

07/12/18

Kesetaraan Manusia Sebagai Makhluk Multikultural dalam Pendidikan Islam

Kesetaraan Manusia Sebagai Makhluk Multikultural dalam Pendidikan Islam

Pendidikan Islam Multikultural




Kesetaraan Manusia Sebagai Makhluk Multikultural dalam Pendidikan Islam


GUDANGMAKALAH165.BLOGSPOT.COM - Indonesia adalah negara multikultural terbesar di dunia.

Karena kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas menyebabkan Indonesia menjadi negara yang multi etnis, multi ras, multi budaya dan multi agama. 

Wilayah yang luas dari Sabang sampai Merauke terdiri dari ribuan pulau, keragaman budaya, suku, ras dan agama adalah sebuah kekayaan yang dimiliki bangsa ini. 

Keragaman kebudayaan oleh masyarakat lazim disebut multikultural. Karena memiliki keragaman sosial sering melahirkan permasalahan. 



Berbagai masalah yang timbul akhirnya menjadi konflik berkepanjangan dan tidak bisa menemui titik terang (jalan keluar) masalah yang menyangkut sosial budaya.

Kekerasan yang mengatasnamakan agama, dari fundamentalisme, radikalisme, hingga terorisme sering terjadi. 

Misanya konflik di Ambon, Papua, dan Poso, dan baru-baru ini demo penolakan Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta oleh Front Pembela Islam (FPI) bagaikan api dalam sekam, telah banyak merenggut korban jiwa, bahkan menghancurkan tempat-tempat ibadah (baik masjid maupun gereja). 

Agama seharusnya menjadi pendorong manusia untuk menegakkan perdamaian dan kesejahteraan bagi ummat. 



Realitanya agama justru menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerasanan dan kehancuran ummat manusia. 

Upaya preventif harus segera dilakukan, dengan mengintensifkan forum-forum dialog antar ummat beragama, membangun pemahaman keagamaan yang lebih pluralis dan inklusif, serta memberikan pendidikan tentang pluralisme dan toleransi beragama melalui lembaga pendidikan.

Masyarakat Indonesia telah hidup dengan damai ditengah keragaman budaya, bahasa dan agama. 

Kehidupan yang damai tercipta karena rasa persaudaran dan kekeluargaan yang tercipta yang disebabkan karena semua penduduk Indonesia telah mengalami penderitaan yang sama yang disebabkan oleh penjajahan. 



Sebagaimana spirit persaudaraan yang ada di Fak-Fak Papua Barat dikenal dengan semboyan “Satu Tungku Tiga Batu” sedangkan di Kepulauan Raja Ampat dikenal semboyan “Satu Rumah Empat Pintu”. 

Kedua semboyan ini memiliki arti bahwa Islam, Protestan, Katolik, dan kepercayaan adat di Tanah Papua menjadi pilar dari kesatuan dan pembangunan Tanah Papua. 

Di samping Islam, Katolik, dan Protestan, animisme juga diberikan penghormatan yang sama sebagai bagian dari keluarga. 

Mereka memiliki keragaman agama antara satu dengan yang lainnya.

Senada dengan kerukunan yang ada di Papua kita bisa menemukan dalam kehidupan di masyarakat Desa Kolam Kanan Kecamatan Barambai Kabupaten Barito Kuala memiliki toleransi.

Dengan anggota masyarakat desa yang terdiri dari suku Bali, Banjar dan Jawa dan agama Islam, Hindu dan Kristen. Masyarakat desa kolam kanan hidup dengan rukun dan damai. 

Bagi masyarakat desa kolam kanan silaturahmi dan musyawarah menjadi prinsip yang dipegang teguh untuk menciptakan kehidupan yang damai ditengah perbedaan budaya dan agama yang ada dimasyrakatnya.

Pendidikan merupakan sebuah sistem yang mengembangkan segala aspek pribadi dan kemampuan. 

Dalam upaya pengembangan kemampuan, jalur yang harus ditempuh adalah pendidikan. 

Dalam pendidikan itu sendiri ada beberapa aspek yang harus dicapai dalam berbagai segi kehidupan. 

Hal ini meliputi pengembangan segala segi kehidupan masyarakat, termasuk pengembangan sosial budaya, ekonomi, dan politik, serta bersedia menyelesaikan permasalahan masyarakat terkini dalam menghadapi tuntutan-tuntutan masa depan dan memelihara sejarah dan kebudayaannya. 

Pada hakekatnya pendidikan adalah agen sebuah tradisi yang menjunjung tinggi nilai dan adat istiadat serta mengutamakan musyawarah dalam menyelesaikan permasalahan pelik dan bukan berorientasi pada aspek kapitalisme dan kanibalisme intelektual.

Dalam pendidikan multikultural, setiap peradaban dan kebudayaan berada dalam posisi yang sejajar dan sama, tidak ada kebudayaan yang lebih tinggi (superior) dari kebudayaan yang lain. 

Anggapan bahwa kebudayaan tertentu lebih tinggi dari kebudayaan yang lain akan melahirkan fasisme, nativisme dan chauvinisme. 

Melalui dialog, diharapkan terjadi sumbang pemikiran yang memperkaya buda atau peradaban yang bersangkutan sehingga nanti terwujud masyarakat adil, makmur, sejahtera dan saling menghargai perbedaan.

Perspektif Islam, agama adalah jalan kesempurnaan dan keselamatan manusia. Islam bersama Rasulullah SAW sebagai Rahmatan lil ‘Alamin, merupakan pondasi dalam pendidikan yang mengajarkan perdamaian dan resolusi konflik dalam pendidikan multicultural di Indonesia.

Islam adalah agama universal yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, persamaan hak dan mengakui adanya keragaman latar belakang budaya dan kemajemukan. 

Multikultural menurut Islam adalah sebuah aturan Tuhan (Sunnatullah) yang tidak akan berubah, juga tidak mungkin dilawan atau diingkari. 

Setiap orang akan menghadapi kemajemukan di manapun dan dalam hal apapun. 

Ungkapan ini menggambarkan bahwa Islam sangat menghargai multikultural karena Islam adalah agama yang dengan tegas mengakui perbedaan setiap individu untuk hidup bersama dan saling menghormati satu dengan yang lainnya.

Secara sederhana, ‘multikultural’ dapat berarti ‘keragaman budaya’.

Istilah multikultural dibentuk dari kata ‘multi’ yang berarti plural; banyak; atau beragam, dan ‘kultur’ yang berarti budaya. 

Kultur atau budaya merupakan ciri-ciri dari tingkah laku manusia yang dipelajari, tidak diturunkan secara genetis dan bersifat khusus, sehingga kultur pada masyarakat tertentu bisa berbeda dengan kultur masyarakat lainnya. 

Dengan kata lain, kultur merupakan sifat yang “khas” bagi setiap individu (person) atau suatu kelompok (comunitee) yang sangat mungkin untuk berbeda antara satu dengan yang lainnya. 

Semakin banyak komunitas yang muncul, maka semakin beragam pula masingmasing kultur yang akan dibawa.

Multikulturalisme adalah gerakan pengakuan akan keragaman budaya serta pengakuan terhadap eksistensi budaya yang beragam.

Aspek ‘keragaman’ yang menjadi esensi dari konsep multikultural dan kemudian berkembang menjadi sebuah gerakan yang disebut dengan multikulturalisme, merupakan gerakan yang bukan hanya menuntut pengakuan terhadap semua perbedaan yang ada, tetapi juga bagaimana keragaman atau perbedaan yang ada dapat diperlakukan sama sebagaimana harusnya. 

Dalam kaitan ini, ada tiga hal pokok yang menjadi aspek mendasar dari multikulturalisme, yakni: Pertama, sesungguhnya harkat dan martabat manusia adalah sama. 

Kedua, pada dasarnya budaya dalam masyarakat adalah berbeda-beda, oleh karena itu membutuhkan hal yang Ketiga, yaitu pengakuan atas bentuk perbedaan budaya oleh semua elemen sosial-budaya, termasuk juga Negara.

Kesetaraan Manusia Sebagai Makhluk Multikultural Dalam Pendidikan Islam Pendidikan Islam secara sederhana dapat diartikan sebagai pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam.

Sebagaimana yang tercantum dalam Al-Quran dan Hadis serta pemikiran para ulama seperti yang dikemukakan M. Arifin dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam adalah “sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam.

Karena nilai-nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya”, hal ini senada dengan Abuddin Nata yang menyatakan pendidikan Islam adalah “ pendidikan yang seluruh komponen atau aspeknya didasarkan pada ajaran Islam.

Yaitu visi, misi, tujuan, proses belajar mengajar, pendidik, peserta didik, hubungan pendidikdengan peserta didik, kurikulum, bahan ajar, sarana prasarana, pengelolaan lingkungan dan aspek atau komponen pendidikan lainnya didasarkan pada ajaran Islam, demikian juga hal ini diperkuat oleh Muhaimin, bahwa pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dikembangkan dari dan disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam.

Kata multikultural, diartikan sebagai keragaman budaya peserta didik sebagai bentuk keragaman latar belakang seseorang. 

Dengan demikian, secara etimologis pendidikan multikultural didefinisikan sebagai pendidikan yang memperhatikan keragaman budaya peserta didik.

Keragaman latar belakang yang dimiliki oleh peserta didik dijadikan sebagai fondasi dalam menyusun materi dan proses pembelajaran. 

Secara terminologis, definisi pendidikan multikultural sangat beragam. 

Pendidikan multikultural adalah konsep, ide atau falsafah sebagai suatu rangkaian kepercayaan (set of believe) dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keseragaman budaya dan etnis di dalam membentuk Gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan-kesempatan pendidikan dari individu, kelompok, maupun Negara.

Pada awalnya gagasan pendidikan multikultural muncul pada lembaga lembaga pendidikan tertentu di wilayah Amerika yang pada awalnya diwarnai oleh sistem pendidikan yang mengandung diskriminasi etnis, yang kemudian belakangan hari mendapat perhatian serius dari pemerintah. 

Pendidikan multikultural sendiri merupakan strategi pembelajaran yang menjadikan latar belakang budaya siswa yang bermacam-macam digunakan sebagai usaha untuk meningkatkan pembelajaran siswa di kelas dan lingkungan sekolah. 

Hal demikian ini dirancang untuk menunjang dan memperluas konsep-konsep budaya, perbedaan, kesamaan dan demokrasi.

Pendidikan Islam multikultural juga dapat dipahami sebagai proses pendidikan yang berprinsip pada demokrasi, kesetaraan dan keadilan; berorientasi kepada kemanusiaan, kebersamaan, dan kedamaian; serta mengembangkan sikap mengakui, menerima dan menghargai keragaman berdasarkan al-Qur’an dan hadist.

Secara normative al-Qur’an menegaskan bahwa manusia memang diciptakan dengan latar belakang yang beragam.

Multikulturalisme sebagai sebuah paham yang menekankan pada kesenjangan dan kesetaraan budaya-budaya lokal dengan tanpa mengabaikan hak-hak dan eksistensi budaya yang ada. 

Oleh sebab itu penekanan utama multikulturalisme adalah pada kesetaraan budaya.

Paradigma pembangunan pendidikan Indonesia yang sentralistik telah melupakan keragaman yang sekaligus kekayaan dan potensi yang dimiliki oleh bangsa ini. 

Perkelahian, kerusuhan, permusuhan, munculnya kelompok yang memiliki perasaan bahwa hanya budayanyalah yang lebih baik dari budaya lain adalah buah dari pengabaian keragaman tersebut dalam dunia pendidikan.

Islam memandang multikultural sebagai sebuah sunnah dimana hal ini merupakan sebuah keniscayaan. 

Sehingga keragaman dan perbedaan bukanlah menjadi alasan untuk saling bermusuhan, bercerai-berai, bahkan memicu konflik. 

Pendidikan Islam multikultural harus bisa menjadi jembatan penghubung antara keberagaman yang secara alami tumbuh dalam diri masyarakat. 

Keteraturan masyarakat merupakan tujuan yang penting demi tercapainya konsep pendidikan multikultural. 

Untuk itu maka diperlukan suatu strategi agar bisa memahami cara pandang multikultural. Diantaranya ialah:
Memahami Keberagaman Bahasa
Bahasa seringkali menjadi masalah utama dalam penyampaian ilmu di masyarakat. 

Hal ini dikarenakan dalam masyarakat kita yang majemuk terdapat sangat banyak sekali bahasa setiap daerahnya. 

Bahkan terkadang dalam tiap-tiap bahasa ini mempunyai stratifikasi sosial yang membuat seseorang merasa berada pada satu tingkatan yang berbeda dengan orang lainnya. 

Selain terdapat stratifikasi sosial terkadang bahasa menjadi perang bahasa itu sendiri. 

Setiap orang akan cenderung menganggap bahasanya yang paling baik dari bahasa orang lain dan sebaliknya.

Dalam rangka penyadaran diri masyarakat ini kemudian pendidikan Islam harus bisa membangun stigma baik yang baru pada masyarakatnya. 

Untuk mencapai tujuan ini dapat dimulai dari menanamkan kesadaran kepada masyarakat untuk menghargai keberagaman bahasa. 

Dengan demikian generasi penerus kita kelak akan bisa meneruskan perjuangan kita dalam rangka menjaga keberagaman. 

Seorang pendidik harus bisa memastikan beberapa hal untuk membangun pemahaman keberagaman bahasa diantaranya ialah:

Pendidik harus mempunyai wawasan yang luas agar bisa memahamkan dan menghargai keberagaman bahasa ini.

Pendidik harus mempunyai sensitifitas terhadap masalah diskriminasi, baik dalam kelas maupun luar kelas. 

Lebih lanjut lembaga Pendidikan Islam mempunyai tugas yaitu menjelaskan kepada masyarakat mengenai pemahaman yang selama ini masih bias. 

Bahwa sudah ada peraturan tentang pelarangan melakukan diskriminasi terhadap bahasa tertentu.

Demikian tanpa terkecuali merendahkan bahasa orang lain.
Memahami Keberagaman Agama
Agama menjadi faktor yang penting untuk diperhatikan sebagai akibat dari munculnya konflik dan kerusuhan yang belakangan terjadi. 

Suatu paradigma memandang bahwa konflik antar agama belakangan terjadi karena eksklusifisme dalam beragama. 

Paradigma ini memandang bahwa agama-lah yang paling benar di antara semuanya. 

Sehingga pandangan ini membuat kesimpulan bahwa agama lain itu tidak benar dan sesat.

Padahal paradigma multikultural seharusnya menerima pendapat dan pemahaman agama lain.

Pemahaman ini pun harus disertai dengan pelaksanaannya agama lain. Pemahaman keberagaman multikultural ini ialah upaya menerima keragaman ekspresi budaya dan keberagaman masyarakat agama lain. 

Asas humanis harus diselipkan dalam pembelajaran agama supaya tidak ada lagi diskriminasi. 

Kecenderungan manusia dalam memandang sesuatu juga perlu diubah agar manusia itu dapat hidup damai dalam kemajemukan. 

Kemudian harus dibangun paradigma multikultural kepada peserta didik pada lembaga-lembaga pendidikan Islam.
 
Sebab di sini sekolah sebagai wadah tempat belajar yang mempunyai peran penting membangun keberagaman. 

Ada beberapa langkah yang bisa membentuk semangat sekolah yang toleran terhadap multikultural agama, yaitu:

Lembaga pendidikan harus menerapkan aturan lokal yang hanya diterapkan dalam sekolah itu. 

Aturan ini terkait dengan pelarangan segala jenis diskriminasi agama di lembaga itu. 

Dengan harapan agar semua warga sekolah bisa saling menghargai perbedaan agama.

Mengadakan dialog antar agama, hal ini bertujuan untuk membangun stigma baru untuk saling menghargai keyakinan orang lain.

Menyediakan buku-buku atau materi yang bermacam-macam guna mengakomodasi kebutuhan peserta didik yang beda agama. 

Selain itu ada beberapa hal lagi yang perlu diperhatikan oleh seorang pendidik. 

Diantaranya yaitu pendidik harus berupaya membangun cara beragama yang inklusif kepada peserta didik :

Pendidik harus bersikap demokratis yang artinya segala tingkah laku baik perkataan tidak diperkenankan melakukan diskriminasi.

Pendidik harus menanamkan kepedulian tinggi terhadap kejadian tertentu yang mempunyai hubungan erat dengan agama.

Melihat Keragaman Status SosialStatus sosial terkadang menjadi polemik yang turut andil dalam keberagaman dan konflik yang sering terjadi. 

Akibat keragaman status sosial ini bahkan diiringi dengan perilaku yang tidak adil. 

Masyarakat biasanya akan memberikan keseganan kepada orang yang dianggap lebih tinggi derajatnya dibanding dirinya. 

Ini yang menyebabkan kesenjangan sosial sering terjadi bahkan rawan konflik. 

Hal ini sangat mungkin terjadi pada lingkup lembaga pendidikan misalnya sekolah.

Terkadang seorang pendidik secara tidak sadar membedabedakan kondisi sosial peserta didiknya. 

Inilah bentuk intoleran dalam dunia pendidikan.

Sehingga untuk menjawab persoalan ini kemudian Pendidikan Islam hadir dengan konsep multikulturalnya membawa misi keadilan. 

Beberapa hal harus dilakukan pendidik agar lembaga Pendidikan Islam bisa menyampaikan misi mulianya dalam rangka toleransi ini, di antaranya:

Membuat peraturan lembaga pendidikan mengenai larangan perilaku diskriminatif dan ketidakadilan. 

Semua peserta didik harus diperlakukan sama tidak memandang status sosialnya. 

Sehingga dengan demikian maka baik pendidik maupun peserta didik merasa memiliki tanggungjawab yang sama.

Harus berupaya membangun sikap yang saling peduli terhadap rakyat yang mendapatkan diskriminasi misalnya dalam bidang ekonomi, sosial ataupun politik. 

Untuk itu dapat dilakukan dengan mengadakan kegiatan sosial berupa kerja bakti atau sumbangan-sumbangan lainnya.

Sebisa mungkin mengupayakan sikap peduli dan anti diskriminasi sosial, politik dan ekonomi di dalam kelas maupun sekolah umumnya.

Keberagaman Etnis Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia memiliki beragam etnis yang tinggal di seluruh pelosok wilayah. 

Ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi seluruh masyarakat yang ingin melestarikan multikulturalisme, sehingga penting membangun pemahaman yang berkaitan dengan keragaman etnis ini. 

Demikian juga dengan Pendidikan Islam yang mau tidak mau harus turut memperbaiki kondisi ini. 

Bahkan sudah seharusnya Pendidikan Islam turut andil dalam memberikan kontribusi atas pemahaman keberagaman ini nantinya. 

Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian lembaga Pendidikan Islam dalam membangun kesadaran multikultural ini:

Membuat peraturan baru terkait dengan pelarangan diskriminasi dan sikap yang saling merendahkan antar etnis. Lembaga pendidikan tidak diperbolehkan membedakan asal usul peserta didiknya berdasarkan etnis.

Harus aktif dalam membangun pemahaman terhadap peserta didik yang berkaitan dengan keberagaman etnis.

Mengadakan pelatihan jika perlu untuk memahami keberagaman etnis.

Selain itu perlu juga pendidik untuk memaksimalkan potensinya dalam rangka memahamkan keberagaman ini: 

Berwawasan luas terkait keberagaman etnis, dan Mempunyai sensitifitas kuat terhadap gejala diskriminasi etnis dan B.