--> Fragmen Ilmiah : Kajian | Deskripsi Singkat Blog di Sini

Fragmen Ilmiah: kumpulan bahan makalah serta konten evergreen yang mudah dipahami.

Total Tayangan Halaman

Tampilkan postingan dengan label Kajian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kajian. Tampilkan semua postingan

26/05/25

Kelahiran Pengetahuan Alamiah Modern: Dari Rasa Ingin Tahu ke Teknologi Canggih

Kelahiran Pengetahuan Alamiah Modern: Dari Rasa Ingin Tahu ke Teknologi Canggih

 Kelahiran Pengetahuan Alamiah Modern: 

Dari Rasa Ingin Tahu ke Teknologi Canggih

Melalui panca indera, kita merasakan dunia di sekitar kita—melihat, mendengar, menyentuh. Pengalaman ini menjadi cikal bakal pengetahuan. Bayangkan: nenek moyang kita memperhatikan pola matahari terbit dan tenggelam, lalu mulai bertanya, “Mengapa ini terjadi?”

gudangmakalah165.blogspot.com - Awal Mula Ilmu Pengetahuan Alamiah
Sejak manusia pertama kali menginjakkan kaki di bumi, kita selalu berinteraksi dengan alam. 

Melalui panca indera, kita merasakan dunia di sekitar kita—melihat, mendengar, menyentuh. Pengalaman ini menjadi cikal bakal pengetahuan. Bayangkan: nenek moyang kita memperhatikan pola matahari terbit dan tenggelam, lalu mulai bertanya, “Mengapa ini terjadi?” atau “Bagaimana cara membuat hidup lebih mudah?”

Ada dua dorongan utama yang memicu kelahiran ilmu pengetahuan alamiah:

Dorongan Praktis: Manusia ingin hidup lebih baik, lebih aman, dan nyaman. Inilah yang melahirkan teknologi atau ilmu terapan, seperti alat untuk berburu atau bercocok tanam.

Dorongan Teoritis: Rasa ingin tahu murni, tanpa tujuan praktis, seperti “Apa itu bintang?” atau “Mengapa langit biru?” Dorongan ini melahirkan ilmu murni, yang fokus pada pemahaman hakikat alam.


Menurut Prof. M.J. Langerveld, ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang sistematis, dapat dijelaskan secara logis, dan memiliki ciri khas: objektif, metodik, sistematik, dan berlaku umum. Ciri-ciri ini memastikan bahwa ilmu bukan sekadar opini, melainkan fakta yang bisa diuji.

Apa yang Membuat Sesuatu Disebut Ilmiah?

Tidak semua pengetahuan bisa disebut ilmu. Ada kriteria tertentu yang harus dipenuhi agar pengetahuan dianggap ilmiah:

Objektif: Pengetahuan harus sesuai dengan fakta, bukan berdasarkan perasaan atau dugaan.
Metodik: Diperoleh melalui langkah-langkah teratur, seperti pengamatan dan eksperimen.
Sistematik: Pengetahuan saling berkaitan, membentuk satu kesatuan yang utuh.

Berlaku Umum: Bisa diterima dan diuji oleh siapa saja, di mana saja, dengan hasil yang konsisten.

Metode ilmiah adalah kunci untuk mencapai kebenaran. Contohnya, seorang ilmuwan kimia bernama Kekule menemukan struktur melingkar senyawa benzena setelah terinspirasi oleh mimpi tentang ular yang menggigit ekornya. Meski terdengar tidak sengaja, kebenaran temuannya tetap diuji dengan metode ilmiah agar bisa diterima secara luas.


Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Dulu, manusia mempercayai mitos sebagai penjelasan atas fenomena alam. Tapi, karena mitos sering kali tidak memuaskan, mereka beralih mencari pengetahuan sejati melalui pendekatan ilmiah. Pendekatan ini menggabungkan rasionalisme (pemikiran logis) dan empirisme (pengamatan fakta).

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) lahir dari proses ini. IPA fokus pada gejala alam yang bisa diamati, seperti gerakan planet atau sifat-sifat air. Penelitian ilmiah dilakukan secara sistematis: mengumpulkan data, membuat teori, lalu mengujinya. Teori yang lolos uji menjadi dasar ilmu, tapi tetap terbuka untuk diperbaiki jika ada bukti baru.

Evolusi Pengetahuan dari Masa ke Masa

Perjalanan pengetahuan manusia sangat panjang, dan setiap era membawa kemajuan baru:

1. Zaman Purba

Nenek moyang kita mulai dengan pengamatan sederhana. Mereka belajar bercocok tanam dan beternak melalui metode “trial and error”—coba-coba sampai berhasil. Mereka juga mengamati benda langit untuk membuat kalender, yang membantu mengatur waktu untuk ritual dan pertanian. Di masa ini, ilmu ukur (geometri) dan ilmu hitung (aritmatika) mulai muncul untuk mengukur lahan dan hasil panen.

2. Zaman Yunani (600 SM - 200 SM)

Bangsa Yunani membawa revolusi besar dalam cara berpikir. Mereka tidak lagi hanya menerima apa adanya, melainkan bertanya dan menyelidiki. Thales, filsuf pertama, mempertanyakan hakikat alam: “Apa yang membentuk dunia ini?” Pertanyaan ini menjadi pemicu penelitian berkelanjutan. Tokoh lain seperti Pythagoras, Aristoteles, dan Archimedes juga berkontribusi besar, meletakkan dasar ilmu modern.

3. Zaman Modern (Abad 14 - Sekarang)


Pada abad ke-14, Eropa menjadi pusat kemajuan ilmu pengetahuan. Roger Bacon mendorong penggunaan pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Nama-nama seperti Copernicus, Kepler, dan Galileo memperkuat metode ilmiah dengan pengamatan dan eksperimen. 

Francis Bacon, melalui bukunya Novum Organum, menegaskan pentingnya pendekatan empiris. Albert Einstein kemudian merevolusi fisika dengan teori relativitas, yang menjelaskan fenomena seperti gerakan benda berkecepatan tinggi.

Perkembangan teknologi juga berperan besar. Teleskop Galileo membantu kita memahami tata surya, sementara mikroskop membuka dunia mikroskopis. Laboratorium modern, seperti yang dibangun di Universitas Glessen pada 1925, memungkinkan penemuan senyawa kimia baru. Di Laboratorium Cavendish, elektron, proton, dan neutron ditemukan, menjadi fondasi fisika atom.

Dari Ilmu ke Teknologi: Mengubah Dunia

Ilmu pengetahuan alam tidak hanya tentang memahami alam, tapi juga menerapkannya untuk kehidupan yang lebih baik. Inilah yang disebut teknologi. Namun, mengubah ilmu menjadi teknologi melibatkan pengambilan keputusan, yang memerlukan empat elemen utama:

Model: Representasi masalah dalam bentuk matematis, seperti simulasi untuk meramalkan hasil.
Kriteria: Tujuan yang ingin dicapai, misalnya pesawat dengan kecepatan tinggi dan daya angkut besar.

Kendala: Batasan yang harus diperhatikan, seperti mengurangi polusi pada kendaraan.
Optimasi: Menemukan solusi terbaik dengan mempertimbangkan model dan kendala.

Contohnya, ilmu fisika tentang tekanan udara (ditemukan melalui pompa udara Otto von Guericke pada abad ke-17) diterapkan dalam teknologi penerbangan. Atau, penemuan listrik statis membuka jalan bagi pembangkit listrik modern. Teknologi seperti ini terus berkembang, membantu kita menjelajahi dunia—dari samudra hingga luar angkasa.

Penutup: Ilmu untuk Masa Depan

Perjalanan pengetahuan alamiah modern menunjukkan betapa rasa ingin tahu manusia bisa mengubah dunia. Dari pengamatan sederhana di zaman purba hingga laboratorium canggih hari ini, ilmu pengetahuan terus berkembang, membawa kita ke era teknologi yang luar biasa. 
Tapi, perjalanan ini belum selesai. Masih banyak misteri alam yang menunggu untuk dipecahkan. Apa penemuan ilmiah yang paling kamu tunggu di masa depan? Tulis pendapatmu di kolom komentar!
Perjalanan Menarik Berdirinya Dinasti Abbasiyah

Perjalanan Menarik Berdirinya Dinasti Abbasiyah

 Perjalanan Menarik Berdirinya Dinasti Abbasiyah

Abul Abbas, didampingi tokoh-tokoh seperti Abu Ja’far dan Abu Salamah, berhasil mengambil alih Kufah dari penguasa Umayyah, Yazid bin Umar. 


gudangmakalah165.blogspot.com - Awal Mula Dinasti Abbasiyah: Dari Paman Rasulullah
Dinasti Abbasiyah lahir berkat peran penting Al-Abbas, paman Rasulullah SAW. 

Kisahnya dimulai pada tahun 132 H (750 M) ketika Abdullah Ash-Shaffah, keturunan Al-Abbas, menjadi khalifah pertama. 

Dinasti ini berdiri di atas cita-cita Bani Hasyim, yang percaya bahwa kekuasaan seharusnya dipegang oleh keturunan Rasulullah. Berbeda dengan pendahulunya, Dinasti Umayyah, Abbasiyah membawa angin segar dengan fokus pada persatuan dan keadilan.

Sebelum berdiri, tiga kota menjadi basis utama perjuangan: Humaimah, Kufah, dan Khurasan. Di Humaimah, keluarga Abbasiyah dipimpin oleh Al-Imam Muhammad bin Ali, yang meletakkan fondasi dinasti ini. 

Namun, perjalanan mereka tidak mulus. Imam Ibrahim, pemimpin awal, tertangkap dan dieksekusi oleh Khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad. Sebelum meninggal, ia menitipkan amanah kepada adiknya, Abul Abbas, untuk melanjutkan perjuangan dan pindah ke Kufah.

Perjuangan dan Kemenangan di Kufah

Abul Abbas, didampingi tokoh-tokoh seperti Abu Ja’far dan Abu Salamah, berhasil mengambil alih Kufah dari penguasa Umayyah, Yazid bin Umar. Pasukan Abbasiyah kemudian mengejar Marwan bin Muhammad hingga ke Mesir, di mana ia akhirnya tewas di Busir pada tahun 750 M.

Dengan kemenangan ini, Abul Abbas Ash-Shaffah resmi menjadi khalifah pertama Dinasti Abbasiyah, menandai awal era baru dengan Kufah sebagai pusat kekuasaan awal sebelum pindah ke Ambar.

Sistem Pemerintahan yang Berubah

Pergantian dari Umayyah ke Abbasiyah bukan sekadar pergantian dinasti, melainkan revolusi besar dalam sejarah Islam—mirip dengan Revolusi Prancis atau Rusia di Barat. 

Ash-Shaffah memerintah selama kurang lebih empat tahun sebelum wafat pada usia muda, 29 atau 33 tahun, di Ambar. Setelahnya, dinasti ini mengalami empat periode pemerintahan yang mencerminkan perubahan politik, sosial, dan budaya:


Masa Abbasiyah I (750-847 M): Masa awal yang kuat hingga wafatnya Khalifah Al-Wastiq.
Masa Abbasiyah II (847-946 M): Dimulai dengan Khalifah Al-Mutawakkil hingga masuknya Daulah Buwaihiyah.
Masa Abbasiyah III (946-1055 M): Dari Daulah Buwaihiyah hingga kedatangan kaum Saljuk.
Masa Abbasiyah IV (1055-1258 M): Berakhir tragis dengan jatuhnya Baghdad ke tangan Mongol.

Kemajuan yang Mengagumkan

Dinasti Abbasiyah dikenal sebagai masa keemasan Islam. Mereka unggul di berbagai bidang:

Sosial dan Budaya: Akulturasi masyarakat melahirkan arsitektur megah seperti istana Qashrul Dzahabi dan kota Baghdad. Sastrawan terkenal seperti Abu Nawas dan musisi seperti Al-Farabi juga muncul di era ini.

Pendidikan: Khalifah mendirikan lembaga pendidikan dari tingkat dasar hingga tinggi, meletakkan dasar ilmu pengetahuan Islam.

Ilmu Pengetahuan: Filsuf seperti Al-Kindi dan sejarawan seperti Muhammad bin Ishaq berkontribusi besar. Bidang astronomi, ilmu bumi, dan agama (seperti hadis dan fiqih) juga berkembang pesat.

Politik dan Militer: Berbeda dengan Umayyah yang ekspansif, Abbasiyah fokus pada pengembangan peradaban, meski tetap mempertahankan wilayah dengan departemen pertahanan, Diwanul Jundi.

Runtuhnya Dinasti Abbasiyah
Sayangnya, kejayaan ini tak bertahan selamanya. Faktor internal dan eksternal memicu kejatuhan:

Faktor Eksternal: Perang Salib dan serangan Mongol menjadi pukulan besar. Pada 1258 M, Hulagu Khan menghancurkan Baghdad, membantai jutaan jiwa, didukung oleh pengkhianatan menteri Syiah, Ibn ‘Alqami.

Faktor Internal: Perebutan kekuasaan, munculnya dinasti kecil (seperti Thahiriyyah dan Fatimiyah), kemerosotan ekonomi akibat korupsi, dan konflik agama (seperti Syiah vs Sunni) melemahkan dinasti ini.

Penutup: Warisan yang Abadi

Meski runtuh pada 1258 M, Dinasti Abbasiyah meninggalkan warisan luar biasa dalam ilmu, seni, dan budaya Islam. Dari Baghdad yang megah hingga karya-karya intelektual yang masih dibaca, mereka mengajarkan bahwa peradaban lahir dari kerja keras dan inovasi.

Bagaimana menurutmu, apa pelajaran terbesar dari sejarah ini? Yuk, share pendapatmu di kolom komentar!
Tujuan dan Manfaat Penelitian: Mengapa Penelitian Itu Penting?

Tujuan dan Manfaat Penelitian: Mengapa Penelitian Itu Penting?

 Tujuan dan Manfaat Penelitian: 

Mengapa Penelitian Itu Penting?


Bayangkan penelitian sebagai sebuah petualangan. Tujuan penelitian adalah peta yang menunjukkan arah perjalanan—apa yang ingin kita temukan di akhir ekspedisi.


gudangmakalah165.blogspot.com - Apa Itu Tujuan Penelitian?
Bayangkan penelitian sebagai sebuah petualangan. 
Tujuan penelitian adalah peta yang menunjukkan arah perjalanan—apa yang ingin kita temukan di akhir ekspedisi. 

Tujuan ini biasanya dirumuskan dalam kalimat yang jelas, menunjukkan hasil yang ingin dicapai setelah penelitian selesai. 

Misalnya, seorang peneliti mungkin ingin tahu, "Mengapa polusi udara di kota besar semakin parah?" atau "Bagaimana pola makan memengaruhi kesehatan jantung?"

Tujuan penelitian harus relevan dengan masalah yang dihadapi. Ini bukan cuma soal menulis laporan untuk nilai akademis, tapi tentang menemukan solusi nyata. 

Tujuan penelitian biasanya dibagi menjadi dua jenis:


Tujuan Umum: Gambaran besar dari apa yang ingin dicapai. Misalnya, "Memahami dampak polusi terhadap kesehatan masyarakat."

Tujuan Khusus: Langkah-langkah kecil yang lebih rinci untuk mencapai tujuan umum, seperti "Menganalisis tingkat polutan di udara pada jam sibuk" atau "Meneliti hubungan antara polusi dan penyakit pernapasan."

Kesalahan yang sering dilakukan mahasiswa? Menulis tujuan seperti "untuk memenuhi tugas kuliah" atau "untuk mengumpulkan data." 

Itu bukan tujuan penelitian, itu cuma alasan! Tujuan yang baik harus lebih luas, fokus pada solusi, dan relevan dengan masalah yang diteliti.
Mengapa Penelitian Itu Penting?

Penelitian bukan cuma urusan para ilmuwan di laboratorium. Manfaatnya bisa kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut beberapa alasan mengapa penelitian itu penting:

Menggambarkan Realitas: Penelitian membantu kita memahami dunia di sekitar kita. Misalnya, penelitian kesehatan bisa mengungkapkan seberapa sehat suatu komunitas atau apa saja tantangan yang mereka hadapi.

Mencari Solusi: Penelitian bisa mengidentifikasi penyebab masalah, seperti kegagalan sistem kesehatan, dan menawarkan alternatif solusi. Bayangkan kalau tidak ada penelitian tentang vaksin—kita mungkin masih berjuang melawan penyakit yang kini sudah terkendali!

Mendukung Kebijakan: Hasil penelitian sering menjadi dasar untuk membuat kebijakan yang lebih baik, seperti strategi untuk meningkatkan pelayanan kesehatan atau mengelola sumber daya.

Mendorong Inovasi: Penelitian memperluas ilmu pengetahuan dan membuka pintu untuk teknologi baru, seperti alat medis canggih atau solusi ramah lingkungan.

Mendukung Efisiensi: Penelitian bisa menunjukkan cara terbaik untuk menggunakan sumber daya, mulai dari anggaran hingga tenaga kerja, demi hasil yang maksimal.

Contoh nyata? Penelitian tentang pola makan sehat membantu dokter memberikan saran yang lebih tepat kepada pasien. Atau penelitian tentang energi terbarukan membantu kita beralih dari bahan bakar fosil ke sumber energi yang lebih berkelanjutan.

Bagaimana Penelitian Dirancang?

Untuk menghasilkan penelitian yang bermakna, ada dua elemen penting yang perlu diperhatikan:

1. Tinjauan Teori

Ini seperti fondasi rumah. Tinjauan teori mengumpulkan semua pengetahuan yang sudah ada tentang topik yang diteliti. Misalnya, kalau kamu meneliti efek media sosial terhadap kesehatan mental, kamu akan menggali teori psikologi, studi sebelumnya, dan data relevan. Tinjauan teori membantu memastikan penelitianmu berdasar pada fakta, bukan asumsi.

2. Kerangka Konsep

Bayangkan ini sebagai peta pikiran. Kerangka konsep menunjukkan bagaimana variabel-variabel dalam penelitian saling terhubung. Misalnya, dalam penelitian tentang polusi, variabel seperti "kualitas udara" dan "kesehatan masyarakat" dihubungkan dengan jelas dalam diagram atau bagan. Kerangka konsep yang baik:

Mengidentifikasi variabel dengan jelas.
Menjelaskan hubungan antar variabel.

Disajikan dalam bentuk visual yang mudah dipahami.

Kesimpulan: Penelitian untuk Dunia yang Lebih Baik

Penelitian bukan sekadar tugas akademis—it’s a game-changer! Dengan tujuan yang jelas, penelitian bisa memecahkan masalah, menghasilkan solusi, dan memperluas wawasan kita tentang dunia. Dari menemukan obat baru hingga merancang kebijakan yang lebih baik, penelitian adalah alat yang membawa kita menuju masa depan yang lebih cerah.

Jadi, lain kali kamu mendengar kata “penelitian,” jangan bayangkan tumpukan kertas membosankan. Bayangkan petualangan untuk menemukan jawaban, menyelesaikan masalah, dan membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik. Apa topik penelitian yang menurutmu paling menarik? Tulis di kolom komentar!

22/05/25

Ijazah: Dari Tradisi Ilmu Islam hingga Polemik Politik Modern

Ijazah: Dari Tradisi Ilmu Islam hingga Polemik Politik Modern

 Ijazah

Dari Tradisi Ilmu Islam hingga Polemik Politik Modern

IJAZAH: Dalam setiap jenjang kehidupan, ada satu lembar kertas yang tampak sederhana namun punya kekuatan besar: ijazah. 

gudangmakalah165.blogspot.com - Dalam setiap jenjang kehidupan, ada satu lembar kertas yang tampak sederhana namun punya kekuatan besar: ijazah. 

Ia bisa membuka pintu pendidikan lebih tinggi, pekerjaan, bahkan kepercayaan publik. Tapi sebenarnya, apa itu ijazah? 

Apakah ia sekadar dokumen administratif, atau ada makna yang lebih dalam dari sekadar stempel dan tanda tangan?

Apa Itu Ijazah?

Secara umum, ijazah adalah sertifikat atau surat tanda lulus yang diberikan oleh lembaga pendidikan kepada seseorang setelah menyelesaikan suatu program belajar. 

Ijazah ini bisa berupa ijazah SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi. Fungsinya jelas: membuktikan bahwa seseorang telah memenuhi standar akademik tertentu.**

Namun jika kita menyelami sejarahnya, istilah “ijazah” memiliki akar yang lebih dalam, khususnya dalam tradisi keilmuan Islam klasik.

Ijazah dalam Tradisi Islam: Lebih dari Sekadar Sertifikat

Dalam dunia keilmuan Islam klasik, ijazah bukan sekadar tanda kelulusan. Ia adalah izin ilmiah yang diberikan oleh seorang guru kepada muridnya untuk mengajarkan atau meriwayatkan sebuah kitab atau ilmu tertentu. 

Biasanya diberikan dalam bidang tafsir, hadis, tasawuf, atau fikih, ijazah ini bersifat sangat personal dan spiritual.

Ijazah ini mencerminkan tiga hal penting:

1. Penguasaan ilmu – Murid tidak akan diberi ijazah sebelum menguasai isinya.
2. Sanad keilmuan – Ijazah menyambungkan murid dengan silsilah guru-guru sebelumnya, hingga sampai ke sumber utama (misalnya Nabi Muhammad SAW dalam hadis).
3. Tanggung jawab moral – Penerima ijazah memikul amanah untuk menjaga dan menyebarkan ilmu dengan benar.

Contohnya, seorang santri yang belajar Shahih Bukhari di pesantren bisa menerima ijazah dari kiai, yang sanadnya menyambung sampai ke Imam Bukhari sendiri. Ini bukan sekadar bukti pernah belajar—ini adalah otorisasi keilmuan yang terverifikasi secara spiritual dan historis.

Ketika Ijazah Dipertanyakan: Kasus Jokowi dan Sensasi Publik

Di era modern, ijazah tetap menjadi instrumen penting, terutama dalam dunia pendidikan dan pemerintahan. Maka tidak heran, ketika muncul isu dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo, media sosial dan ruang publik langsung ramai.

Sebagian pihak mempertanyakan keabsahan ijazah Jokowi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), sementara pihak kampus dan pemerintah menegaskan keasliannya. Isu ini bahkan sempat masuk ke ranah hukum, meski tidak terbukti adanya pemalsuan.

Menariknya, kasus ini menunjukkan betapa besar pengaruh satu lembar ijazah di mata masyarakat modern. 


Ia bukan sekadar dokumen, tapi simbol validasi sosial dan kepercayaan publik. Bahkan ketika seseorang sudah memiliki rekam jejak yang jelas, publik tetap ingin melihat "bukti tertulis"-nya.

Pelajaran dari 2 Dunia Ijazah

Baik dalam tradisi klasik Islam maupun dunia pendidikan modern, ijazah adalah bukti bahwa ilmu bukan sekadar dihafal, tapi juga diakui. 

Perbedaannya, ijazah klasik bersifat personal dan spiritual, sedangkan ijazah modern bersifat administratif dan legal.

Namun dalam dua-duanya, ijazah tetap mengandung tanggung jawab moral: untuk mengamalkan dan menyebarkan ilmu dengan benar.

Penutup: Lebih dari Sekadar Lembar Kertas

Ijazah sejatinya adalah simbol kepercayaan. Dalam tradisi Islam, ia mewakili sanad keilmuan dan akhlak seorang murid. Dalam dunia modern, ia menjadi bukti kompetensi dan legalitas.

Dan ketika keabsahan sebuah ijazah dipertanyakan, seperti dalam kasus Jokowi, kita belajar bahwa kepercayaan publik tidak hanya dibangun oleh tanda tangan, tetapi juga oleh rekam jejak, integritas, dan kejelasan narasi.

Maka, baik di ruang kelas, pesantren, atau istana negara—ijazah tetap menjadi lembar penting dalam perjalanan hidup seseorang. Tapi jangan lupa: yang lebih penting dari ijazah adalah apa yang kita lakukan dengan ilmu yang kita miliki.


11/11/19

Islam dan Sains: Harmoni Ilmu dan Iman untuk Peradaban Modern

Islam dan Sains: Harmoni Ilmu dan Iman untuk Peradaban Modern

Islam dan Sains: 

Harmoni Ilmu dan Iman untuk Peradaban Modern

Islam dan Sains: Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi hubungan erat antara Islam dan sains modern, serta bagaimana Al-Qur’an menjadi sumber inspirasi.

gudangmakalah165.blogspot.com - Pernahkah kamu bertanya, bagaimana Islam memandang sains dan teknologi? 

Apakah agama dan ilmu pengetahuan bisa berjalan beriringan? 

Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi hubungan erat antara Islam dan sains modern, serta bagaimana Al-Qur’an menjadi sumber inspirasi untuk membangun peradaban yang maju sekaligus bermoral. Yuk, simak perjalanan menarik ini!

Memahami Islam dan Sains: Dua Sisi yang Saling Melengkapi
Islam: Agama yang Mendorong Keilmuan

Islam bukan hanya soal ritual ibadah, tetapi juga tentang semangat keilmuan yang membara. Peradaban Islam dikenal dengan rasa ingin tahu yang tinggi dan pendekatan ilmiah yang sistematis. 

Sejak dulu, Islam mendorong umatnya untuk mengeksplorasi potensi, meneliti alam, dan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk mencapai kemajuan. Menariknya, dalam pandangan Islam, tidak ada pertentangan antara agama dan sains. Justru, Islam mengajak umatnya untuk terus belajar dan berinovasi.

Al-Qur’an, sebagai pedoman utama umat Islam, adalah sumber inspirasi yang luar biasa. Kitab suci ini penuh dengan ayat-ayat yang mengajak manusia untuk mengamati alam, berpikir kritis, dan meneliti fenomena ciptaan Allah. 

Salah satu ayat yang terkenal adalah dalam surah Yunus ayat 101: “Katakanlah (Muhammad): Lakukanlah nazar (penelitian dengan metode ilmiah) mengenai apa yang ada di langit dan di bumi…” 
Ayat ini seolah menantang kita untuk menggunakan akal sehat dan rasa ingin tahu untuk memahami alam semesta.

Islam juga menegaskan bahwa sains dan teknologi harus selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan. Meskipun dunia modern telah menghasilkan teknologi canggih, sering kali kemajuan ini tidak diimbangi dengan moralitas yang mulia. 

Di sinilah konsep Islamisasi Sains muncul, yang bertujuan memastikan bahwa ilmu pengetahuan membawa kesejahteraan tanpa mengorbankan akhlak. 


Dengan kata lain, sains dalam Islam bukan hanya tentang menemukan fakta, tetapi juga tentang mendekatkan diri kepada Allah dengan memahami kebesaran ciptaan-Nya.

Wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW dalam surah Al-Alaq ayat 1-5 menjadi bukti nyata betapa Islam menghargai ilmu: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. 

Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam, Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” Perintah “Iqra” (bacalah) ini bukan sekadar ajakan membaca, tetapi juga dorongan untuk menuntut ilmu secara luas.

Sains: Jendela untuk Memahami Alam

Sains, yang berasal dari kata Latin scientia (pengetahuan), adalah cara kita memahami dunia melalui pengamatan, eksperimen, dan metode ilmiah. 

Sains bukan sekadar kumpulan fakta, tetapi juga proses untuk menjelaskan fenomena alam secara sistematis, empiris, dan terukur. 

Menurut Webster New Collegiate Dictionary, sains adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian, mencakup hukum-hukum alam yang terverifikasi melalui metode ilmiah.

Para ahli mendefinisikan sains dengan berbagai cara:

Sund dan Trowbridge: Sains adalah kumpulan pengetahuan dan proses untuk mendapatkannya.
Kuslan Stone: Sains adalah produk sekaligus proses yang tak terpisahkan, melibatkan cara-cara untuk memperoleh dan memanfaatkan pengetahuan.

Sardar: Sains adalah sarana yang membentuk peradaban, mencerminkan pandangan dunia masyarakatnya.

Sains terapan, misalnya, menggabungkan teori dengan praktik untuk menciptakan solusi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, seperti teknologi medis atau pertanian. Singkatnya, sains adalah alat untuk memahami fenomena alam dan memanfaatkannya demi kesejahteraan.

Pendidikan Sains dalam Bingkai Islam

Di era modern, sains menjadi pilar utama kemajuan, terutama di dunia Barat yang menjunjung tinggi rasionalitas. Namun, sebagai umat Islam, kita harus memastikan bahwa sains yang kita pelajari selaras dengan nilai-nilai agama. 

Kabar baiknya, Islam tidak pernah menentang sains—malah mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu. Salah satu dalil yang terkenal adalah hadits Rasulullah SAW: “Mencari ilmu itu wajib bagi setiap Muslim laki-laki dan perempuan.” (HR. Ibnu Majah).

Hadits ini menegaskan bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban (fardhu ain) bagi setiap Muslim. Namun, apa sebenarnya ilmu yang dimaksud? 

Menurut Imam Ghazali, ilmu yang wajib dipelajari adalah yang terkait dengan syariat, seperti hukum zakat bagi peternak. Sementara itu, Shadr al-Din Syirazi menawarkan pandangan yang lebih luas:

Kata “ilmu” dalam hadits mencakup semua jenis pengetahuan, dari yang sederhana hingga kompleks. Setiap Muslim, baik pemula maupun sarjana, harus terus belajar.


Mencari ilmu adalah tanggung jawab seumur hidup seorang Muslim.

Tidak ada ilmu yang buruk secara esensi. Ilmu dianggap tercela hanya jika digunakan untuk tujuan yang salah.

Dari sini, jelas bahwa sains adalah bagian dari ajaran Islam, selama tujuannya adalah untuk mencerahkan, menyejahterakan umat, dan menyebarkan nilai-nilai agama. Ilmu yang dipelajari harus diamalkan dan disebarkan, bukan hanya untuk mengejar jabatan atau keuntungan pribadi. Orang yang menuntut ilmu dengan niat tulus akan diangkat derajatnya oleh Allah, setara dengan mereka yang berjihad di jalan-Nya.

Namun, tantangannya adalah banyak ilmuwan Muslim yang terjebak dalam pandangan sains Barat yang murni materialistis. 

Sains Barat sering kali memisahkan ilmu dari nilai spiritual, menjadikannya sekadar alat untuk mencari keuntungan duniawi. Padahal, sains dalam Islam harus menjadi sarana ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Konsep sains Islam menawarkan solusi: ilmu pengetahuan yang selaras dengan ajaran Al-Qur’an, mengintegrasikan metode ilmiah dengan nilai-nilai Islami.

Sayangnya, banyak umat Islam saat ini cenderung meniru sains Barat tanpa memverifikasi kebenarannya dengan Al-Qur’an. Ini ironis, mengingat peradaban Islam pernah menjadi pelopor ilmu pengetahuan dunia. 

Untuk membangun kembali kejayaan itu, kita perlu mengembangkan sains yang berlandaskan nilai-nilai Islam, yang tidak hanya memecahkan masalah praktis tetapi juga memperkuat iman dan akhlak.

Al-Qur’an: Sumber Inspirasi Ilmu Pengetahuan

Al-Qur’an bukan hanya kitab suci, tetapi juga sumber segala ilmu. Banyak ayat Al-Qur’an yang menginspirasi penemuan ilmiah, mulai dari astronomi hingga biologi. Lebih dari 750 ayat Al-Qur’an membahas fenomena alam, seperti dalam surah Luqman ayat 10: “Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu lihat, dan Dia meletakkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu…” Ayat ini mengajak kita untuk mempelajari ciptaan Allah, dari struktur bumi hingga keanekaragaman hayati.

Imam Al-Ghazali, dalam Ihya ‘Ulum al-Din, mengutip Ibnu Mas’ud: “Jika seseorang ingin memiliki pengetahuan masa lampau dan modern, selayaknya dia merenungkan Al-Qur’an.” 

Al-Ghazali menegaskan bahwa Al-Qur’an mencakup semua ilmu, karena ia menjelaskan esensi, sifat, dan perbuatan Allah. Wahyu pertama dalam surah Al-Alaq ayat 1-5 menegaskan pentingnya ilmu, dengan perintah “Iqra” yang menjadi simbol keutamaan pendidikan.

Banyak ilmuwan modern, termasuk dari Barat, kini mempelajari Al-Qur’an untuk memahami fenomena ilmiah, seperti sidik jari atau penciptaan alam semesta. Namun, ironisnya, banyak umat Islam yang justru mengikuti pandangan Barat tanpa memverifikasi dengan Al-Qur’an.

Contohnya, teori evolusi Darwin yang menyebut manusia berasal dari kera bertentangan dengan ajaran Islam bahwa manusia pertama adalah Nabi Adam AS.

Al-Qur’an juga membahas ilmu-ilmu sosial, seperti hukum, muamalah, ekonomi, dan hubungan antar bangsa, menjadikannya pedoman holistik. 

Dengan mempelajari Al-Qur’an, umat Islam bisa menghasilkan ilmuwan yang tidak hanya cerdas tetapi juga berakhlak mulia, yang mampu membangkitkan kembali peradaban Islam.

Penutup: Menuju Peradaban Islam yang Gemilang

Islam dan sains bukanlah dua hal yang bertentangan, melainkan dua sisi yang saling melengkapi. Al-Qur’an, sebagai sumber ilmu yang sempurna, mengajak kita untuk mengeksplorasi alam semesta dengan akal dan iman. 
Sains Islam bukan hanya tentang menemukan teknologi baru, tetapi juga tentang membangun peradaban yang bermoral dan mendekatkan diri kepada Allah. 

Dengan mengintegrasikan ilmu dan iman, kita bisa mewujudkan visi Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin—rahmat bagi seluruh alam. Yuk, jadilah bagian dari kebangkitan peradaban Islam dengan menuntut ilmu dan mengamalkannya untuk kebaikan dunia dan akhirat!

08/04/19

Mengenal Seni Berpikir: Kunci untuk Belajar dan Memecahkan Masalah

Mengenal Seni Berpikir: Kunci untuk Belajar dan Memecahkan Masalah

Mengenal Seni Berpikir: 

Kunci untuk Belajar dan Memecahkan Masalah

Seni Berpikir: Bayangkan pikiran kita sebagai sebuah mesin canggih yang terus bekerja, memproses informasi, dan menciptakan solusi.

gudangmakalah165.blogspot.com - Pernahkah kamu bertanya, apa sebenarnya yang terjadi di kepala kita saat kita berpikir? Mengapa ada orang yang jago memecahkan masalah, sementara yang lain lebih suka bermimpi besar dengan ide-ide kreatif? 

Berpikir adalah salah satu kemampuan luar biasa yang membedakan manusia dari makhluk lain. Dalam artikel ini, kita akan menyelami dunia berpikir—apa itu, bagaimana caranya, dan bagaimana pengaruhnya terhadap proses belajar. Yuk, ikuti perjalanan seru ini untuk memahami kekuatan pikiran kita!

Latar Belakang: Mengapa Berpikir Penting?

Bayangkan pikiran kita sebagai sebuah mesin canggih yang terus bekerja, memproses informasi, dan menciptakan solusi. Berpikir adalah proses mental yang memungkinkan kita memahami dunia, membuat keputusan, dan merancang rencana untuk mencapai tujuan.

Istilah seperti kognisi, pemahaman, gagasan, atau bahkan imajinasi sering digunakan untuk menggambarkan proses ini. Berpikir melibatkan manipulasi informasi di otak, seperti saat kita membentuk konsep, memecahkan masalah, atau menalar sesuatu.

Bagi seorang ilmuwan, kemampuan berpikir adalah alat utama. Tanpa penguasaan cara berpikir yang baik, sulit untuk melakukan penelitian ilmiah atau menghasilkan karya yang bermakna.

Berpikir bukan sekadar aktivitas otak, tetapi juga cerminan bagaimana kita berinteraksi dengan dunia di sekitar kita. Penasaran bagaimana proses ini bekerja? Mari kita jelajahi lebih dalam!
Apa yang Akan Kita Pelajari?

Artikel ini akan menjawab beberapa pertanyaan kunci tentang berpikir:

Apa itu berpikir?
Apa saja jenis, pola, dan tipe berpikir?
Bagaimana cara kita berpikir?
Apa proses di balik berpikir?
Apa teori-teori yang menjelaskan berpikir?
Bagaimana berpikir memengaruhi proses belajar?

Memahami Berpikir: Proses Ajaib di Balik Pikiran
Apa Itu Berpikir?
Secara sederhana, berpikir adalah cara kita memproses informasi secara mental. Lebih formal lagi, berpikir adalah manipulasi kognitif dari informasi yang kita terima dari lingkungan atau yang tersimpan di memori jangka panjang kita. 

Menurut Drever (dalam Walgito, 1997), berpikir adalah proses melatih ide-ide dengan cermat untuk menyelesaikan masalah. Sementara itu, Solso (1998) menyebutkan bahwa berpikir adalah proses membentuk representasi mental baru melalui interaksi kompleks seperti penilaian, abstraksi, logika, imajinasi, dan pemecahan masalah.
Jadi, ada tiga inti dari berpikir:


Berpikir bersifat kognitif, artinya terjadi di dalam pikiran tetapi terlihat dari perilaku kita.
Berpikir adalah proses yang melibatkan manipulasi pengetahuan.
Berpikir diarahkan untuk memecahkan masalah atau mencapai solusi.

Bayangkan berpikir seperti seorang koki yang meracik resep: ia mengambil bahan-bahan dari ingatan, mencampurnya dengan logika, dan menambahkan sedikit kreativitas untuk menghasilkan hidangan yang lezat!

Jenis, Pola, dan Tipe Berpikir

Berpikir itu seperti lukisan—ada berbagai gaya dan teknik yang bisa digunakan. Menurut Morgan dkk. (1986), ada dua jenis berpikir utama:

Berpikir Autistik: Ini adalah proses berpikir yang sangat pribadi, seperti mimpi, di mana kita menggunakan simbol-simbol yang punya makna khusus bagi diri sendiri.
Berpikir Langsung: Berpikir ini fokus pada pemecahan masalah secara praktis.

Kartini Kartono (1996) membagi berpikir menjadi enam pola:

Berpikir Konkret: Berpikir tentang hal-hal yang nyata, terkait ruang, waktu, dan tempat.
Berpikir Abstrak: Berpikir tentang ide-ide yang tidak terbatas, bisa diperluas atau disempurnakan.
Berpikir Klasifikatoris: Mengelompokkan sesuatu berdasarkan kategori atau tingkatan.
Berpikir Analogis: Mencari hubungan antar peristiwa berdasarkan kemiripan.
Berpikir Ilmiah: Berpikir kompleks dengan bukti dan logika.
Berpikir Pendek: Berpikir cepat, dangkal, dan sering tidak logis.


Sementara itu, De Bono (1989) memperkenalkan dua tipe berpikir:

Berpikir Vertikal (Konvergen): Berpikir logis, rasional, dan terfokus pada satu jawaban yang benar. Ini seperti menaiki tangga, langkah demi langkah, menuju solusi pasti. 

Orang dengan tipe ini suka fakta, struktur, dan kepastian. Mereka cenderung serius dan metodis, menggunakan bahasa dan logika untuk memecahkan masalah.
Ciri-ciri: Vertikal, terfokus, sistematis, logis, dapat diprediksi.

Berpikir Lateral (Divergen): Berpikir kreatif yang menyebar ke berbagai arah, mencari banyak kemungkinan jawaban. Ini seperti menjelajahi hutan dengan banyak jalan setapak. 

Orang dengan tipe ini suka imajinasi, kebebasan, dan ketidakpastian. Mereka sering melihat masalah dari sudut pandang yang tidak biasa, peka terhadap perasaan, dan suka menggunakan kiasan.

Ciri-ciri: Lateral, menyebar, holistik, intuitif, independen, tidak dapat diprediksi.

Kedua tipe ini saling melengkapi. Berpikir lateral menghasilkan ide-ide kreatif, sementara berpikir vertikal membantu menyaring ide-ide tersebut menjadi solusi yang logis.
Cara Mengidentifikasi Cara Berpikir Seseorang

Setiap orang punya gaya berpikir yang unik, seperti sidik jari. Enwistle (1981) menjelaskan bahwa perbedaan ini terlihat dari cara seseorang mengelompokkan informasi. Misalnya, jika sekelompok anak diminta mengelompokkan benda seperti buku, sepatu, dan tas, mereka mungkin melakukannya dengan tiga cara:

Deskriptif: Mengelompokkan berdasarkan ciri fisik yang terlihat, seperti warna atau bentuk.
Analitis: Mengelompokkan berdasarkan fungsi atau sifat abstrak, seperti kegunaan benda.
Fungsional: Mengelompokkan berdasarkan hubungan, misalnya semua benda adalah perlengkapan sekolah.

Dari sini, kita bisa melihat kecenderungan berpikir:

Anak dengan pengelompokan deskriptif cenderung konvergen.
Anak dengan pengelompokan analitis bersifat moderat.
Anak dengan pengelompokan fungsional cenderung divergen.

Untuk mengidentifikasi cara berpikir seseorang, kita bisa melihat:

Orientasi Perhatian: Apakah mereka fokus pada detail (konvergen) atau melihat gambaran besar (divergen)?
Pola Diskriminasi Stimuli: Apakah mereka mengelompokkan benda berdasarkan sifat nyata atau hubungan abstrak?
Pola Pemecahan Masalah: Apakah mereka mencari satu jawaban pasti atau banyak kemungkinan?
Fleksibilitas Ide: Apakah mereka terikat pada struktur atau lebih bebas dan improvisatif?

Proses Berpikir: Bagaimana Otak Bekerja
Berpikir itu seperti menyusun puzzle di dalam kepala. Menurut Morgan dkk. (1986), proses berpikir melibatkan dua alat utama: bayangan (image) dan bahasa. Bayangan adalah representasi visual dari pengalaman masa lalu yang tersimpan di memori jangka panjang. Misalnya, saat memikirkan solusi masalah, kita mungkin membayangkan situasi serupa dari masa lalu. Sementara itu, bahasa menggunakan kata-kata dan tata bahasa untuk mengorganisir ide.

Proses berpikir biasanya melibatkan dua fase:

Menghasilkan Ide (Divergen): Di sini, otak kita menjelajahi berbagai kemungkinan, sering kali melalui intuisi. Ini seperti brainstorming, di mana ide-ide liar muncul dari alam bawah sadar.
Mengevaluasi Ide (Konvergen): Setelah ide muncul, kita menganalisisnya secara kritis untuk memilih solusi terbaik.

Keseimbangan antara berpikir divergen dan konvergen sangat penting, terutama dalam pembelajaran. Tanpa keseimbangan ini, kita mungkin kesulitan menghasilkan ide kreatif atau membuat keputusan yang logis. Namun, proses berpikir bisa terhambat oleh:

Data Tidak Lengkap: Kurangnya informasi membuat kita sulit menarik kesimpulan.
Konflik Data: Data yang bertentangan bisa membingungkan proses berpikir.

Teori-Teori tentang Berpikir

Ada dua pendekatan utama untuk memahami berpikir:

Pendekatan Perkembangan: Teori seperti Piaget, Vygotsky, Bloom, dan teori novice-expert menganggap bahwa berpikir berkembang dari tahap sederhana ke kompleks. Siswa harus menguasai keterampilan dasar sebelum mencapai berpikir tingkat tinggi.
Pendekatan Definisional: Teori seperti Sternberg, IDEAL problem solver, dan Resnick percaya bahwa semua orang, di level mana pun, bisa berpikir tingkat tinggi dengan pendekatan yang tepat.

Salah satu teori terkenal adalah Taksonomi Bloom, yang membagi kemampuan berpikir menjadi enam level:

Pengetahuan: Menghafal informasi secara sederhana.
Pemahaman: Memahami informasi secara mendalam.
Aplikasi: Menggunakan konsep atau rumus untuk memecahkan masalah.
Analisis: Memecah informasi kompleks menjadi bagian-bagian kecil.
Sintesis: Menggabungkan bagian-bagian untuk menciptakan sesuatu yang baru.
Evaluasi: Menilai sesuatu berdasarkan standar tertentu.

Pengaruh Berpikir pada Belajar


Berpikir adalah jantung dari proses belajar. Tanpa berpikir, kita hanya menghafal tanpa memahami. Salah satu jenis berpikir yang sangat berpengaruh adalah berpikir kritis, yang melibatkan kemampuan mengumpulkan, menginterpretasi, dan mengevaluasi informasi secara akurat (Perkins dalam Eggen & Kauchak, 1997). Menurut Sternberg (dalam Elliot dkk., 1996), berpikir kritis mencakup strategi untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, dan mempelajari konsep baru.
Berpikir kritis membantu kita belajar dengan lebih mendalam. Misalnya, saat mempelajari sejarah, berpikir kritis memungkinkan kita menganalisis sebab-akibat, bukan sekadar menghafal tanggal. Dalam pendidikan, ada beberapa cara untuk memanfaatkan berpikir kritis:

Gunakan metode seperti reciprocal teaching untuk membantu siswa menguasai keterampilan.
Sesuaikan pendekatan mengajar dengan tujuan pembelajaran.
Ajarkan materi dalam konteks yang relevan.
Dorong siswa untuk menghadapi masalah nyata yang terkait dengan tujuan pembelajaran.
Ajak siswa untuk mengklasifikasi, membuat hipotesis, menganalisis, dan memecahkan masalah.
Guru harus berperan sebagai fasilitator untuk meningkatkan pemahaman siswa.

Penutup: Berpikir, Kunci Menuju Dunia yang Lebih Baik
Berpikir adalah anugerah yang membuat kita manusia. Dari berpikir konkret hingga divergen, setiap gaya berpikir punya peran dalam membentuk cara kita belajar dan memecahkan masalah. Dengan memahami proses, tipe, dan teori berpikir, kita bisa melatih pikiran untuk menjadi lebih kritis, kreatif, dan efektif. Di dunia pendidikan, berpikir kritis adalah kunci untuk menghasilkan generasi yang tidak hanya cerdas tetapi juga mampu menghadapi tantangan dengan solusi yang bermakna. Jadi, yuk, latih pikiranmu dan mulailah berpikir dengan cara yang baru—siapa tahu, ide brilian berikutnya datang dari otakmu!



Daftar Pustaka

Crowl, Keminsky, dan Podell. 1997. Educational Psychology: Windows on Teaching, Dubuque, IA: Times Mirror Higher Education Cup.
De Bono, Edward. 1989. Berpikir Lateral, Buku Teks Kreativitas. Alih Bahasa: Sutoyo. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Eggen, P dan Kauchak, D., 1997, Educational Psychology Windows on Classrooms, Third Edition, USA: Prentice Hall Inc.
Elliot, S.N.: Kratochwill, TR.: Littlefield, J.: Travers, J.F., 1999, Educational Psychology Effective Teaching Effective Learning, Second EDITION, Singapore: McGraw-Hill Book Co.
Enwistle. 1981. Style of Learning and Teaching, Great Britain: John Wiley & Sons, Ltd.
Kartono, Kartini. 1990. Psikologi Anak. Jakarta: Rineka Cipta.
Morgan, C.T; King, R.A.; Weisz, J.R.; Schopler, J., 1986, Introduction to Psychology, Seventh Edition, New York: McGraw-Hill Book Co.
Solso, R.L., 1998, Cognitive Psychology, Fifth Editon, Boston: Allyn and Bacon.

04/07/18

5 Objek Kajian Filsafat Hukum Islam, Ini Penjelasan Lengkap Filsafat Hukum Islam serta Ruang Lingkupnya

5 Objek Kajian Filsafat Hukum Islam, Ini Penjelasan Lengkap Filsafat Hukum Islam serta Ruang Lingkupnya

Filsafat Hukum Islam 

Ilustrasi Bing Image Creator: Filsafat hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan pada hukum Islam, ia merupakan filsafat khusus dan obyeknnya tertentu, yaitu hukum Islam.


5 Objek Kajian Filsafat Hukum Islam, Ini Penjelasan Lengkap Filsafat Hukum Islam serta Ruang Lingkupnya


GUDANGMAKALAH165.BLOGSPOT.COM - Dalam kehidupan ini manusia tidak terlepas dari yang namanya sejarah, begitu pun dengan perkembangan islam yang pesat saat ini tentu tidak terlepas dari sejarah.

Hukum islam merupakan adalah syariat yang berarti hukum-hukum yang diadakan oleh Allah untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi.

Baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah (perbuatan).

Filsafat hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan pada hukum Islam, ia merupakan filsafat khusus dan obyeknnya tertentu, yaitu hukum Islam.



Maka, filsafat hukum Islam adalah filsafat yang meng analisis hukum Islam secara metodis dan sistematis sehingga mendapat keterangan yang mendasar, atau menganalisis hukum secara ilmiah dengan filsafat sebagai alatnya.

Menurut Azhar baasyir, filsafat hukum Islam adalah pemikiran secara ilmiah, sistematis, dapat dipertanggung jawabkan dan radikal tentang hukum Islam, filsafat hukum Islam merupakan anak sulung dari filsafat Islam.

Dengan rumusan lain Filsafat hukum Islam adalah pengetahuan tentang hakikat, rahasia, dan tujuan Islam baik yang menyangkut materinya maupun proses penetapannya.

Atau filsafat yang digunakan untuk memancarkan, meguatkan, dan memelihara hukum Islam, sehingga sesuai dengan maksud dan tujuan Allah SWT menetapkannya di muka bumi yaitu untuk kesejahteraan umat manusia seluruhnya. 



Dengan filsafat ini hukum Islam akan benar-benar cocok sepanjang masa di semesta alam.

Rumusan Masalah
Apa pengertian dari filsafat hukum Islam?
Apa objek kajian filsaafat hukum Islam?
Apa ruang lingkup dari filsafat hukum Islam?

Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Hukum Islam. 
Selain itu, penulis juga berharap setelah membaca makalah ini pembaca mengerti dan paham tentang filsafat hukum Islam, baik dari pengertian, objek kajian dan ruang lingkupnya.

Pengertian Filsafat Hukum Islam
Filsafat Hukum Islam terdiri dari tiga kata, yaitu filsafat, hukum, dan Islam.

Ketiga kata itu memilliki definisinya masing-masing. 
Filsafat secara etimologis berasal dari bahasa Yunani Philosophia, philos artinya suka, cinta atau kecenderungan pada sesuatu, sedangkan shopia artinya kebijaksanaan. 

Dengan sederhana filsafat dapat diartikan cinta atau kecenderungan pada kebijaksanaan.(Mustansyir dan Munir, 2006).

Pythagoras (479-572 SM) adalah filsuf Yunani yang pertama kali menggunakan kata filsafat. 



Ia menyebutkan dirinya philosophos, pencinta pengetahuan, pecinta kearifan. Kata ini digunakan sebagai reaksi terhadap orang yang menyebut dirinya ahli pengetahuan. 

Menurutnya, manusia tidak akan mampu mencapai pengetahuan secara keseluruhan walau menghabiskan seluruh umurnya untuk itu. 

Oleh sebab itu, katanya, julukan yang pantas bagi manusia adalah pecinta pengetahuan (filsuf), dan bukan ahli ilmu (Koto,2012).

Tidak ada pengertian yang sempurna mengenai hukum. Namun para pakar berusaha memberikan jawaban yang mendekati kebenarannya.

Ada yang menyebut hukum adalah peraturan-peraturan tentang perbuatan dan tingkah laku manusia didalam lalu lintas hidup.

Islam secara etimologi berarti tunduk, patuh, atau berserah diri.

Adapun menurut terminology, apabila dimutlakkan berada pada dua pengertian:     
Pertama, apabila disebutkan sendiri tanpa diiringi dengan kata iman, maka pengertian Islam mencakup seluruh agama, baik ushul (pokok) maupun furu (cabang), juga seluruh masalah aqidah, ibadah, keyakinan, perkataan dan perbuatan.

Kedua, apabila kata Islam disebutkan bersamaan dengan kata iman, maka yang dimaksud Islam adalah perkataan dan amal-amal lahiriyah yang dengannya terjaga diri dan harta-nya, baik dia meyakini Islam atau tidak. 

Sedangkan kata iman berkaitan dengan amal hati.
Hukum Islam adalah hukum yang diturunkan Allah SWT kepada manusia untuk menjamin terwujudnya kemaslahatan bagi manusia itu sendiri, baik didunia maupun diakhirat kelak.

Semakin mendalam pengetahuan seseorang akan hakikat hukum Islam yang dianutnya, maka akan semakin besar pulalah nilai kebaikan dan kemaslahatan yang akan didapatnya.

Filsafat Hukum Islam adalah kajian filosofis tentang hakikat hukum Islam, sumber asal-muasal hukum Islam dan prinsip penerapannya serta fungsi dan manfaat hukum Islam bagi kehidupan masyarakat yang melaksanakannya.

Filsafat hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan pada hukum Islam, ia merupakan filsafat khusus dan obyeknya tertentu, yaitu hukum Islam, maka Filsafat Hukum Islam adalah filsafat yang menganalisis hukum Islam secara metodis dan sistematis sehinga mendapat keterangan yang mendasar, atau menganalisis hukum secara ilmiah dengan filsafat sebagai alatnya.

Menurut Azhar Basyir, Filsafat Hukum Islam adalah pemikiran secara ilmiah, sistematis, dapat dipertanggung jawabkan dan radikal tentang hukum Islam, Filsafat Hukum Islam merupakan anak sulung dari filsafat Islam.

Dengan rumusan lain Filsafat hukum Islam adalah pengetahuan tentang hakikat, rahasia, dan tujuan Islam baik yang menyangkut materinya maupun proses penetapannya, atau filsafat yang digunakan untuk memancarkan, menguatkan, dan memelihara hukum Islam, sehingga sesuai dengan maksud dan tujuan Allah SWT menetapkannya di muka bumi yaitu untuk kesejahteraan umat manusia seluruhnya. 

Dengan filsafat ini hukum Islam akan benar-benar cocok sepanjang masa di semesta alam(salihun likulli zaman wa makan).

Objek Kajian Filsafat Hukum Islam
Tujuan dari adanya hukum islam adalah terciptanya kedamaian di dunia dan kebahagiaan di akhirat.

Tujuan dari hukum islam tersebut merupakan manifestasi dari sifa rahman dan rahim (maha pengasih dan maha penyayang) allah kepada semua makhluk-nya. 

Rahmatan lil-alamin adalah inti syariah atau hukum islam. Dengan adanya syariah tersebut dapat ditegakkan perdamaian di muka bumi dengan pengaturan masyarakat yang memberikan keadilan kepada semua orang.

Menurut Juhaya S. Praja dalam bukunya mengatakan bahwa objek filsafat hukum islam meliputi objek teoritis dan objek praktis. 
Objek teoritis filsafat hukum islam adalah objek kajian yang merupakan teori-teori hukum islam yang meliputi:

Prinsip-prinsip hukum islam
Dasar-dasar dan sumber-sumber hukum islam, Tujuan hukum islam
Asas-asas hukum islam
Kaidah-kaidah hukum islam
Objek filsafat hukum islam teoritis ini seringkali disebut objek falsafat al-tasyri. 

Sementara objek praktis filsafat hukum islam atau objek falsafat al-syariah atau asrar al-syariah meliputi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan, seperti:

Mengapa manusia melakukan muamalah, dan mengapa manusia harus diatur oleh hukum islam?
Mengapa manusia harus melakukan ibadah, seperti shalat?

Apa rahasia atau hikmah yang terkandung dalam pelaksanaan puasa, haji, dan sebagainya

Objek kajian filsafat hukum Islam ada 5, yaitu:
1. Tentang pembuat hukum islam (al-Hakim) yakni Allah SWT. Yang telah menjadikan para Nabi dan Rasul terutama Nabi Muhammad SAW yang menerima risalah-Nya berupa sumber ajaran Islam yang tertuang didalam kitab suci Al-Quran.

2. Tentang sumber ajaran hukum Islam, berkaitan dengan Kalamullah yang tertulis atau Quraniyah dan yang tidak tertulis berupa semua karya cipta-Nya atau ayat-ayat Kauniyah.

3. Tentang orang yang menjadi subjek dan objek dari kalam ilahi yakni orang Mukallaf, yang diperintah atau dilarang atau memiliki kebebasan untuk memilih.

4. Tentang tujuan hukum Islam sebagai landasan amaliyah para mukallaf dan balasan-balasan berupa pahala dari pembawa perintah.

5. Tentang metode yang digunakan para ulama dalam mengeluarkan dalil-dalil dari sumber ajaran hukum Islam, yakni Al-Quran dan Al-Hadits serta pendapat para sahabat yang dijadikan acuan dalam pengalaman.

Ruang Lingkup Filsafat Hukum Islam
Hukum Islam dapat dibedakan menjadi dua bagian jika mengikuti sistematika hukum Barat yakni Hukum Privat (Perdata) dan Hukum Publik. 
Hukum Perdata Islam, meliputi:

Munakahat yaitu hukum yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinanan, perceraian, dan segala akibatnya. 

Hukum Perdata bidang munakahat sering disebut dengan hukum keluarga dalam Islam.

Wiratsah yaitu hukum yang mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan serta pembagian warisan. 
Hukum kewarisan Islam disebut juga dengan Faraidl.

Muamalat yaitu hukum Islam dalam arti khusus, mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, perserikatan, hukum bisnis Islam dan sebagainya.

Hukum Publik Islam, meliputi:
Jinayat yaitu hukum Islam yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan yang diancam dengan hukuman baik dalam jarimah hudud maupun dalam jarimah tazir. 

Yang dimaksud jarimah adalah perbuatan pidana. Jarimah hudud adalah perbuatan pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas hukumannya dalam Al-Quran dan As-Sunnah. (Hudud jamak dari hadd= Batas). 

Sedangkan jarimah tazir adalah perbuatan pidana yang bentk dan ancaman hukumannya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bagi pelakunya. (Tazir= ajaran atau pengajaran).

Al-Ahkam Al-Sulthaniyah yaitu hukum Islam yang membicarakan soal-soal yang berhubungan dengan kepala negara, pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun daerah, tentara, pajak dan sebagainya.
Siyar yaitu hukum Islam yang mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan pemeluk agama dan negara lain.

Mukhashamat yaitu mengatur soal peradilan, kehakiman dan hukum acara.
Sedangkan Zainuddin Ali membagi ruang lingkup hukum Islam menjadi enam ruang lingkup hukum Islam, yaitu:

Ibadah, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung dengan Allah swt. (ritual) yang terdiri dari:

Rukun Islam, yaitu: mengucapkan syahadatain, mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat, melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji bila memiliki kemampuan (mampu fisik dan non fisik). Ibadah yang berhubungan dengan rukun Islam dan ibadah lainnya, yaitu:

Badani (bersifat fisik), yaitu: bersuci: wudhu, mandi, tayamum, peraturan untuk menghilangkan najis, peraturan air, istinja, dan lain-lain, adzan, qamat, itikaf, doa, shalawat, umrah, tasbih, istighfar, khitan, pengurusan jenazah, dan lain-lain.
Mali (bersifat harta): qurban, aqiqah, fidyah, dan lain-lain.

Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lainnya dalam hal tukar-menukar harta (termasuk jual beli), di antaranya: dagang, pinjam-meminjam, sewa-menyewa, kerjasama dagang, simpanan barang uang atau barang, penemuan, pengupahan, rampasan perang, utang-piutang, pungutan, warisan, wasiat, nafkah, barang titipan, pesanan, dan lain-lain.

Jinayah, yaitu peraturan yang menyangkut pidana, di antaranya qishash, diyat, kifarat, pembunuhan, zina, minuman keras, murtad, khianat dalam berjuang, kesaksian, dan lain-lain.

Siyasah, yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan, di antaranya: persaudaraan, musyawarah, keadilan, tolong-menolong, kebebasan, toleransi, tanggung jawab sosial, kepemimpinan, pemerintahan, dan lain-lain.

Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi, di antaranya: syukur, sabar, rendah hati, pemaaf, tawakkal, konsekuen, berani, berbuat baik kepada ayah dan ibu, dan lain-lain.

Peraturan-peraturan lainnya di antaranya: makanan, minuman, sembelihan, berburu, nazar, pengentasan kemiskinan, pemeliharaan anak yatim, mesjid, dawah, perang dan lain-lain.

Dari Uraian di atas, dapat di ambil titik temu, bahwasanya ruang lingkup dari hukum islam itu terbagi menjadi dua, yaitu hukum privat dan hukum publik. 

Meski dari keduanya terdapat perbedaan pendapat, namun pendapat Zainuddin Ali telah tercakup dalam pendapat pertama.

Filsafat hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan pada hukum Islam, ia merupakan filsafat khusus dan obyeknya tertentu, yaitu hukum Islam, maka Filsafat Hukum Islam adalah filsafat yang menganalisis hukum Islam secara metodis dan sistematis sehinga mendapat keterangan yang mendasar, atau menganalisis hukum secara ilmiah dengan filsafat sebagai alatnya.

Objek kajian filsafat hukum Islam ada 5, yaitu: tentang pembuat hukum islam (al-Hakim) yakni Allah SWT., tentang sumber ajaran hukum Islam, tentang orang yang menjadi subjek dan objek dari kalam ilahi yakni orang Mukallaf, yang diperintah atau dilarang atau memiliki kebebasan untuk memilih.

Tentang tujuan hukum Islam sebagai landasan amaliyah para mukallaf dan balasan-balasan berupa pahala dari pembawa perintah, dan tentang metode yang digunakan para ulama dalam mengeluarkan dalil-dalil dari sumber ajaran hukum Islam, yakni Al-Quran dan Al-Hadits serta pendapat para sahabat yang dijadikan acuan dalam pengalaman.

Ruang lingkup dari hukum islam itu terbagi menjadi dua, yaitu hukum privat dan hukum publik. Meski dari keduanya terdapat perbedaan pendapat, namun pendapat Zainuddin Ali telah tercakup dalam pendapat pertama.