--> Fragmen Ilmiah : Hukum | Deskripsi Singkat Blog di Sini

Fragmen Ilmiah: kumpulan bahan makalah serta konten evergreen yang mudah dipahami.

Total Tayangan Halaman

Tampilkan postingan dengan label Hukum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hukum. Tampilkan semua postingan

22/05/25

Ijazah: Dari Tradisi Ilmu Islam hingga Polemik Politik Modern

Ijazah: Dari Tradisi Ilmu Islam hingga Polemik Politik Modern

 Ijazah

Dari Tradisi Ilmu Islam hingga Polemik Politik Modern

IJAZAH: Dalam setiap jenjang kehidupan, ada satu lembar kertas yang tampak sederhana namun punya kekuatan besar: ijazah. 

gudangmakalah165.blogspot.com - Dalam setiap jenjang kehidupan, ada satu lembar kertas yang tampak sederhana namun punya kekuatan besar: ijazah. 

Ia bisa membuka pintu pendidikan lebih tinggi, pekerjaan, bahkan kepercayaan publik. Tapi sebenarnya, apa itu ijazah? 

Apakah ia sekadar dokumen administratif, atau ada makna yang lebih dalam dari sekadar stempel dan tanda tangan?

Apa Itu Ijazah?

Secara umum, ijazah adalah sertifikat atau surat tanda lulus yang diberikan oleh lembaga pendidikan kepada seseorang setelah menyelesaikan suatu program belajar. 

Ijazah ini bisa berupa ijazah SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi. Fungsinya jelas: membuktikan bahwa seseorang telah memenuhi standar akademik tertentu.**

Namun jika kita menyelami sejarahnya, istilah “ijazah” memiliki akar yang lebih dalam, khususnya dalam tradisi keilmuan Islam klasik.

Ijazah dalam Tradisi Islam: Lebih dari Sekadar Sertifikat

Dalam dunia keilmuan Islam klasik, ijazah bukan sekadar tanda kelulusan. Ia adalah izin ilmiah yang diberikan oleh seorang guru kepada muridnya untuk mengajarkan atau meriwayatkan sebuah kitab atau ilmu tertentu. 

Biasanya diberikan dalam bidang tafsir, hadis, tasawuf, atau fikih, ijazah ini bersifat sangat personal dan spiritual.

Ijazah ini mencerminkan tiga hal penting:

1. Penguasaan ilmu – Murid tidak akan diberi ijazah sebelum menguasai isinya.
2. Sanad keilmuan – Ijazah menyambungkan murid dengan silsilah guru-guru sebelumnya, hingga sampai ke sumber utama (misalnya Nabi Muhammad SAW dalam hadis).
3. Tanggung jawab moral – Penerima ijazah memikul amanah untuk menjaga dan menyebarkan ilmu dengan benar.

Contohnya, seorang santri yang belajar Shahih Bukhari di pesantren bisa menerima ijazah dari kiai, yang sanadnya menyambung sampai ke Imam Bukhari sendiri. Ini bukan sekadar bukti pernah belajar—ini adalah otorisasi keilmuan yang terverifikasi secara spiritual dan historis.

Ketika Ijazah Dipertanyakan: Kasus Jokowi dan Sensasi Publik

Di era modern, ijazah tetap menjadi instrumen penting, terutama dalam dunia pendidikan dan pemerintahan. Maka tidak heran, ketika muncul isu dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo, media sosial dan ruang publik langsung ramai.

Sebagian pihak mempertanyakan keabsahan ijazah Jokowi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), sementara pihak kampus dan pemerintah menegaskan keasliannya. Isu ini bahkan sempat masuk ke ranah hukum, meski tidak terbukti adanya pemalsuan.

Menariknya, kasus ini menunjukkan betapa besar pengaruh satu lembar ijazah di mata masyarakat modern. 


Ia bukan sekadar dokumen, tapi simbol validasi sosial dan kepercayaan publik. Bahkan ketika seseorang sudah memiliki rekam jejak yang jelas, publik tetap ingin melihat "bukti tertulis"-nya.

Pelajaran dari 2 Dunia Ijazah

Baik dalam tradisi klasik Islam maupun dunia pendidikan modern, ijazah adalah bukti bahwa ilmu bukan sekadar dihafal, tapi juga diakui. 

Perbedaannya, ijazah klasik bersifat personal dan spiritual, sedangkan ijazah modern bersifat administratif dan legal.

Namun dalam dua-duanya, ijazah tetap mengandung tanggung jawab moral: untuk mengamalkan dan menyebarkan ilmu dengan benar.

Penutup: Lebih dari Sekadar Lembar Kertas

Ijazah sejatinya adalah simbol kepercayaan. Dalam tradisi Islam, ia mewakili sanad keilmuan dan akhlak seorang murid. Dalam dunia modern, ia menjadi bukti kompetensi dan legalitas.

Dan ketika keabsahan sebuah ijazah dipertanyakan, seperti dalam kasus Jokowi, kita belajar bahwa kepercayaan publik tidak hanya dibangun oleh tanda tangan, tetapi juga oleh rekam jejak, integritas, dan kejelasan narasi.

Maka, baik di ruang kelas, pesantren, atau istana negara—ijazah tetap menjadi lembar penting dalam perjalanan hidup seseorang. Tapi jangan lupa: yang lebih penting dari ijazah adalah apa yang kita lakukan dengan ilmu yang kita miliki.


Menimbang Metode Pemahaman Hadis ala Syaltut dan Al-Ghazali: Antara Tradisi dan Rasionalitas

Menimbang Metode Pemahaman Hadis ala Syaltut dan Al-Ghazali: Antara Tradisi dan Rasionalitas

Menimbang Metode Pemahaman Hadis ala Syaltut dan Al-Ghazali: 

Antara Tradisi dan Rasionalitas


Meski berasal dari latar belakang yang berbeda, keduanya menawarkan pendekatan segar dalam memahami hadis, tanpa melepaskan pijakan pada Al-Qur’an sebagai sumber utama Islam.

gudangmakalah165.blogspot.com - Dalam dunia keilmuan Islam, pemahaman terhadap hadis selalu menjadi medan dialektika antara otoritas teks dan nalar kritis. 

Dua nama besar yang cukup mencolok dalam medan ini adalah Syekh Mahmud Syaltut dan Muhammad al-Ghazali. 

Meski berasal dari latar belakang yang berbeda, keduanya menawarkan pendekatan segar dalam memahami hadis, tanpa melepaskan pijakan pada Al-Qur’an sebagai sumber utama Islam. 

Lalu, bagaimana sebenarnya metode pemahaman hadis menurut mereka berdua? Mari kita telusuri bersama dalam tulisan komparatif ini.



Syekh Mahmud Syaltut: Rasionalitas dalam Bingkai Mazhab Al-Azhar

Syekh Mahmud Syaltut lahir pada 23 April 1893 di Minyat Bani Manshur, Mesir. Ia menapaki dunia keilmuan sejak usia belia dan berhasil meraih prestasi gemilang di Universitas Al-Azhar.

Kariernya melesat hingga menjadi Syekh Al-Azhar pada tahun 1958, posisi tertinggi di lembaga itu. 

Syaltut dikenal sebagai reformis keilmuan Islam, yang tidak hanya aktif di bidang pendidikan dan fatwa, tapi juga mendorong persatuan antar mazhab dengan mendirikan *Jamaah al-Taqrib baina al-Mazahib.

Dalam memahami hadis, Syaltut memegang prinsip bahwa akidah tidak bisa ditetapkan kecuali dengan nash yang qath’i, baik dari Al-Qur’an maupun hadis. 

Ia sangat menekankan pentingnya otentisitas dan makna yang tegas (qath’iyyah al-dilalah) dalam menetapkan keyakinan. 

Maka, hadis-hadis ahad—yang diriwayatkan oleh sedikit perawi—tidak dapat dijadikan dasar dalam hal-hal yang menyangkut akidah, karena tidak memberi kepastian secara epistemologis.

Syaltut juga membagi sunnah Nabi menjadi dua:

1. Sunnah non-syariat (ghairu tasyri’iyah) tindakan Nabi sebagai manusia biasa, seperti kebiasaan makan, berpakaian, dan strategi perang. Ini tidak mengikat umat secara syariat.
2. Sunnah tasyri’iyah ucapan dan tindakan Nabi yang merupakan bagian dari risalah dan syariat, baik sebagai nabi, hakim, atau pemimpin masyarakat. Hanya kategori ini yang wajib diikuti umat.

Syaltut juga menyoroti kelangkaan hadis mutawatir (hadis dengan banyak jalur periwayatan yang tidak mungkin disepakati untuk berbohong) dalam kitab-kitab hadis.

Ia menegaskan bahwa mayoritas hadis dalam kitab-kitab sahih adalah hadis ahad, sehingga harus dikritisi sebelum dijadikan dasar ajaran, terutama dalam perkara yang sangat prinsipil.

Muhammad Al-Ghazali: Membaca Hadis dengan Mata Al-Qur’an dan Akal

Lahir di Bukhaira, Mesir pada 22 September 1917, Muhammad al-Ghazali dikenal sebagai penulis produktif, da’i berpengaruh, serta intelektual yang berpijak pada semangat rasionalitas dalam Islam. 

Sebagai mantan aktivis Ikhwanul Muslimin dan seorang cendekiawan Salafi moderat, ia banyak berbicara mengenai relevansi Islam dengan konteks modern.

Dalam menilai hadis, al-Ghazali menetapkan lima kriteria keabsahan hadis: tiga terkait sanad (keadilan dan kecermatan perawi serta keberlangsungan sanad) dan dua terkait matan (tidak bertentangan dengan hadis yang lebih sahih atau dengan fakta sejarah serta tidak mengandung cacat tersembunyi). 

Namun, yang menonjol dalam metode al-Ghazali adalah penekanan pada kritik matan.

Menurutnya, hadis tidak bisa dilepaskan dari pengujian terhadap Al-Qur’an. Jika sebuah hadis sahih secara sanad namun bertentangan dengan prinsip-prinsip Al-Qur’an, maka hadis tersebut harus ditinjau ulang. 

Bahkan, ia berani menyatakan bahwa dalam kondisi tertentu, hadis yang lemah sanadnya bisa lebih bisa diterima bila maknanya sejalan dengan Al-Qur’an, ketimbang hadis sahih yang bertentangan dengannya.

Al-Ghazali juga menambahkan tiga pendekatan penting dalam memahami hadis:

Uji historis: Apakah hadis tersebut selaras dengan fakta sejarah? Jika tidak, maka keabsahannya perlu dipertanyakan.
Uji ilmiah: Kandungan hadis tidak boleh bertentangan dengan ilmu pengetahuan modern atau prinsip keadilan dan hak asasi manusia.
Uji koherensi antar-hadis: Hadis harus dibandingkan dengan hadis lain untuk memastikan tidak ada pertentangan.

Menyilangkan Pandangan: Titik Temu dan Perbedaan

Baik Syaltut maupun al-Ghazali sepakat bahwa hadis bukan sumber yang berdiri sendiri, dan perlu dikaji dalam terang Al-Qur’an dan akal sehat. Keduanya kritis terhadap hadis ahad, serta tidak menerimanya begitu saja sebagai dasar ajaran fundamental.

Namun ada perbedaan menarik:

Syaltut lebih fokus pada validitas hadis dari sisi epistemologis dan teologis, dengan membedakan fungsi sunnah Nabi secara jelas antara yang bersifat pribadi dan syariat.
Al-Ghazali, di sisi lain, mengusung pendekatan yang lebih kontekstual dan humanis, dengan keberanian menguji hadis lewat ilmu pengetahuan, sejarah, bahkan nilai-nilai kemanusiaan modern.

Jika Syaltut berpijak pada fondasi ortodoksi yang diperkuat rasionalitas, maka al-Ghazali membangun jembatan antara nash dan realitas kekinian. Keduanya sama-sama menghadirkan wajah Islam yang tidak kaku, tetapi tetap bertanggung jawab terhadap teks dan akal.


Penutup: Merawat Tradisi, Merajut Konteks

Syekh Mahmud Syaltut dan Muhammad al-Ghazali adalah dua tokoh yang telah meletakkan batu penjuru penting dalam studi hadis modern. Keduanya mengajarkan kita untuk **tidak hanya bertaklid kepada teks, tetapi juga membacanya dengan cermat, adil, dan kontekstual**.

Di tengah dunia yang terus berubah, pendekatan mereka memberi inspirasi bahwa memahami hadis bukan sekadar menghafal riwayat, tetapi menyalakan nalar, menyelami makna, dan menyatukan nilai-nilai Islam dengan kemanusiaan.

> “Ilmu hadis akan terus hidup selama ia bersanding dengan Al-Qur’an dan akal.” — Semangat ini seakan menjadi pesan tak langsung dari keduanya.

13/03/24

Hal Unik Dalam Film Honest Thief, Begini Sinopsis Lengkap Honest Thief

Hal Unik Dalam Film Honest Thief, Begini Sinopsis Lengkap Honest Thief

Film Honest Thief

"Salah satu hal unik dalam film ini adalah penggambaran karakter utama
."


Hal Unik Dalam Film Honest Thief, Begini Sinopsis Lengkap Honest Thief 

GUDANGMAKALAH165.BLOGSPOT.COM - Film "Honest Thief" merupakan kategori aksi-thriller dari Amerika Serikat yang dirilis pada tahun 2020. 

Film ini disutradarai oleh Mark Williams dan dibintangi oleh Liam Neeson, Kate Walsh, Jai Courtney, Jeffrey Donovan, dan Robert Patrick.

Kisah film ini mengikuti seorang perampok bank yang pensiun yang mencoba memberikan dirinya kepada FBI.

Dengan syarat dia hanya akan berbicara dengan seorang agen wanita tertentu, tetapi kemudian dia menjadi target dari agen korup yang ingin uangnya untuk diri sendiri. 

BACA JUGA: 5 Objek Kajian Filsafat Hukum Islam, Ini Penjelasan Lengkap Filsafat Hukum Islam serta Ruang Lingkupnya

BACA JUGA: Mutasi Buatan yang Menguntungkan Pada Pemuliaan Tanaman, Berikut Penjelasannya

Honest Thief" mengisahkan tentang Tom Carter (diperankan oleh Liam Neeson), seorang perampok bank yang sudah pensiun dan memiliki masa lalu yang kelam.

Setelah bertemu dengan Annie (diperankan oleh Kate Walsh), seorang wanita yang mencintainya.

 Tom memutuskan untuk mengubah hidupnya dan menyerahkan dirinya kepada FBI dengan syarat mendapatkan pengurangan hukuman dan keadilan yang adil.

Namun, rencana Tom untuk memberikan dirinya kepada otoritas terganggu ketika dua agen FBI yang korup.

Agent Nivens (diperankan oleh Jai Courtney) dan Agent Hall (diperankan oleh Anthony Ramos), mencoba untuk menyita uang hasil rampokannya untuk keuntungan pribadi. 

Ketika Tom menolak memberikan informasi tentang di mana uang tersebut disimpan, dia dan Annie menjadi target pembunuhan.

BACA JUGA: Hakikat Manusia dalam World View, Simak Penjelasannya!

BACA JUGA: Pengertian Ijma' dan Qiyas, Contoh hingga Macam-macamnya

Dengan situasi yang semakin berbahaya, Tom harus menggunakan semua keterampilan dan keberaniannya untuk melawan agen-agen korup tersebut dan melindungi dirinya serta Annie.

Sementara itu, dia juga berusaha membuktikan bahwa dia adalah penjahat yang jujur, meskipun masa lalunya tidak pernah benar-benar meninggalkannya.

Beberapa hal unik dalam film "Honest Thief" meliputi:

1. Penggambaran Karakter Utama

Salah satu hal unik dalam film ini adalah penggambaran karakter utama, Tom Carter, yang merupakan mantan perampok bank yang memiliki kode etiknya sendiri.

Meskipun dia adalah seorang penjahat, dia dihadapkan pada situasi di mana dia harus melawan agen-agen korup untuk melindungi dirinya dan orang yang dicintainya.

BACA JUGA: 7 Tokoh Filsafat Alam atau Pra-Socratic, serta Penjelasan Gnoti Seauton dan Maieutica-technic

BACA JUGA: Ini Pengaruh Ekonomi Internasional Terhadap Keseimbangan Ekonomi Antarbangsa

2. Permainan Liam Neeson

Film ini menampilkan peran Liam Neeson yang khas sebagai pahlawan aksi yang berusaha untuk memperbaiki kesalahannya di masa lalu. 

Keberanian dan ketegasan yang dimiliki oleh karakter yang diperankannya memberikan nuansa yang unik pada film ini.

3. Konflik Antara Tom dan Agen Korup

Konflik antara Tom dan agen-agen FBI yang korup menambah lapisan dramatik pada cerita. 

Tom, yang berusaha untuk hidup jujur, harus melawan sistem yang korup untuk melindungi dirinya dan orang yang dicintainya.

4. Pengaturan Boston

Film ini menggunakan pengaturan di kota Boston yang memberikan suasana yang khas dan menarik bagi cerita.

Pemandangan perkotaan dan latar belakang bangunan klasik Boston memberikan nuansa yang unik dalam film ini.

5. Adegan Aksi dan Ketegangan

Film ini memiliki sejumlah adegan aksi yang menegangkan dan dramatis, seperti adegan kejar-kejaran mobil dan pertarungan fisik antara karakter-karakter utama. 

Hal ini menambah kesan yang menyenangkan bagi para penggemar film aksi.

Dengan demikian, "Honest Thief" memiliki sejumlah elemen yang unik dan menarik, mulai dari karakter utama yang kompleks hingga konflik yang dramatis, ditambah dengan pengaturan yang khas dan adegan aksi yang menegangkan.

Adapun pelajaran yang bisa diambil dari film "Honest Thief" antara lain:

1. Kejujuran Membawa Perubahan

Film ini menggambarkan bahwa kejujuran memiliki kekuatan untuk mengubah hidup seseorang. 

Meskipun Tom memiliki masa lalu yang gelap sebagai perampok bank, keputusannya untuk menjadi jujur dan menyerahkan dirinya kepada otoritas membuka jalan bagi perubahan positif dalam hidupnya.

2. Keadilan dan Integritas

Film ini menyoroti pentingnya keadilan dan integritas dalam penegakan hukum.

Meskipun Tom berusaha untuk berdamai dengan otoritas, dia dihadapkan pada agen-agen korup yang menggunakan kekuasaan mereka untuk keuntungan pribadi. 

Ini menunjukkan pentingnya memiliki sistem hukum yang adil dan integritas dalam penegakan hukum.

3. Cinta dan Pengorbanan

Kisah cinta antara Tom dan Annie menunjukkan bahwa cinta dapat menjadi motivasi untuk melakukan perubahan positif dalam hidup seseorang. 

Tom bersedia melakukan pengorbanan besar untuk melindungi Annie, bahkan jika itu berarti menghadapi bahaya besar.

4. Berani Melawan Ketidakadilan

Meskipun dihadapkan pada ancaman dan kesulitan, Tom menunjukkan keberanian untuk melawan ketidakadilan dan memperjuangkan kebenaran. 

Ini menekankan pentingnya untuk tidak berpaling dari kebenaran, bahkan dalam situasi yang paling sulit sekalipun.

Dengan demikian, "Honest Thief" mengajarkan nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, cinta, dan keberanian, yang relevan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam menjalani hidup dengan integritas.




11/11/19

Mengenal Al-Qur’an dan Hadits: Pedoman Hidup Umat Islam

Mengenal Al-Qur’an dan Hadits: Pedoman Hidup Umat Islam

Mengenal Al-Qur’an dan Hadits: 

Pedoman Hidup Umat Islam

Al-Qur’an dan Hadits: Pernahkah kamu bertanya, apa yang membuat Al-Qur’an begitu istimewa bagi umat Islam? Atau mengapa hadits menjadi panduan penting di samping Al-Qur’an?.

gudangmakalah165.blogspot.com - Pernahkah kamu bertanya, apa yang membuat Al-Qur’an begitu istimewa bagi umat Islam? Atau mengapa hadits menjadi panduan penting di samping Al-Qur’an? 

Dalam artikel ini, kita akan menyelami dua sumber utama ajaran Islam yang menjadi pegangan hidup jutaan umat Muslim di seluruh dunia. Yuk, simak penjelasan yang menarik dan mudah dipahami ini!

Al-Qur’an: Kitab Suci yang Penuh Makna

Apa Itu Al-Qur’an?

Bayangkan sebuah kitab yang bukan hanya sekadar buku, tetapi panduan hidup yang penuh keajaiban. 

Itulah Al-Qur’an, kitab suci umat Islam yang menjadi sumber hukum utama dalam ajaran agama. Secara bahasa, Al-Qur’an berasal dari kata kerja bahasa Arab qar’a-yaqra’u-qur’anan, yang artinya “bacaan” atau sesuatu yang bisa dibaca berulang-ulang. 

Menarik, bukan? Bahasa Arab dipilih oleh Allah sebagai bahasa Al-Qur’an karena sifatnya yang sangat presisi—ubah satu huruf saja, maknanya bisa berubah total!

Secara istilah, Al-Qur’an adalah wahyu mulia dari Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril AS. 

Ini bukan sembarang perkataan, melainkan firman Allah yang murni, bukan hasil dari hawa nafsu manusia. 

Membaca Al-Qur’an bukan hanya soal melafalkan huruf demi huruf, tetapi juga tentang memahami makhraj (cara pengucapan) dan tajwid agar ibadahnya sempurna. Setiap ayat yang dibaca bernilai pahala, menjadikannya bacaan suci yang istimewa.

Apa Saja Isi Al-Qur’an?

Al-Qur’an bukan hanya kitab spiritual, tetapi juga panduan lengkap untuk kehidupan. Berikut adalah inti ajaran yang terkandung di dalamnya:

Akidah: Fondasi KeimananAkidah adalah keyakinan yang tertanam kuat di hati seorang Muslim. Ini bukan sekadar konsep yang diucapkan, tetapi harus tercermin dalam tindakan sehari-hari.


Misalnya, keimanan kepada Allah harus terlihat dari cara kita berbuat baik dan menjalani hidup sesuai nilai-nilai Islam.

Ibadah dan Muamalah: Hubungan dengan Allah dan SesamaAl-Qur’an mengajarkan bahwa manusia dan jin diciptakan untuk beribadah kepada Allah (QS. Adz-Dzariyat: 56). 

Ibadah seperti shalat dan zakat adalah cara kita berkomunikasi dengan Allah (hablum minallah). 

Di sisi lain, kita juga makhluk sosial yang perlu menjalin hubungan dengan sesama manusia (hablum minannas), seperti silaturahmi, jual beli, atau kegiatan kemasyarakatan. 

Tata cara bermuamalah ini dijelaskan dengan indah dalam surah Al-Baqarah ayat 82.

Hukum: Aturan untuk KehidupanAl-Qur’an mengatur berbagai aspek hukum, mulai dari perkawinan, waris, perjanjian, hingga hukum pidana, musyawarah, perang, dan hubungan antar bangsa. Semuanya dirancang untuk menciptakan keadilan dan keseimbangan dalam kehidupan.

Akhlak: Cermin Kepribadian MuslimAkhlak adalah kunci kesuksesan seorang Muslim.

Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai teladan akhlak mulia, sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Qalam ayat 4. Akhlak yang baik bukan hanya soal kebaikan hati, tetapi juga komitmen untuk menjalani hidup dengan integritas.

Kisah Umat Terdahulu: Pelajaran dari Masa LaluAl-Qur’an penuh dengan kisah-kisah inspiratif, seperti kisah para nabi dan umat terdahulu. Bahkan, ada surah khusus bernama Al-Qasas yang berfokus pada kisah. 

Dari kisah-kisah ini, kita bisa belajar tentang ketaatan, perjuangan, dan konsekuensi dari menentang perintah Allah (lihat QS. Al-Furqan: 37-39).

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi: Dorongan untuk BerkembangAl-Qur’an mendorong umat manusia untuk terus belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan. 

Ayat-ayat seperti dalam surah Ar-Ra’d ayat 19 dan Al-Zumar ayat 9 mengajak kita untuk mengeksplorasi berbagai bidang, mulai dari kedokteran, farmasi, pertanian, hingga astronomi, demi kemajuan umat manusia.


Fungsi Al-Qur’an dalam Kehidupan
Al-Qur’an bukan sekadar kitab suci, tetapi juga memiliki peran besar dalam kehidupan umat manusia:

Petunjuk Hidup: Al-Qur’an adalah panduan menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat.  
Rahmat Allah: Sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya.  

Sumber Ajaran Islam: Al-Qur’an adalah rujukan utama yang diakui kebenarannya oleh seluruh umat Islam.  

Mukjizat Nabi Muhammad SAW: Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar yang diberikan kepada Rasulullah.  

Pelajaran dari Kisah: Kisah-kisah dalam Al-Qur’an mengajarkan hikmah dari kehidupan umat terdahulu.  

Penyembuh Hati: Al-Qur’an menawarkan solusi untuk penyakit hati seperti kesombongan, keserakahan, atau kedengkian.  

Penyempurna Kitab Sebelumnya: Al-Qur’an menjadi pembenar bagi kitab-kitab suci seperti Taurat, Zabur, dan Injil.

Kedudukan Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah sumber utama dan pertama dalam ajaran Islam. Ia menjadi pedoman hidup yang tak tergantikan, menjadikan setiap Muslim menjadikannya sebagai kompas dalam menjalani kehidupan.

Hadits: Pelengkap Al-Qur’an

Apa Itu Hadits?
Jika Al-Qur’an adalah firman Allah, maka hadits adalah cerminan kehidupan Nabi Muhammad SAW. Hadits mencakup semua perkataan, perbuatan, dan ketetapan (taqrir) beliau. 

Sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an, hadits memiliki peran penting dalam menjelaskan ajaran Islam. Allah bahkan memerintahkan umat Islam untuk mentaati Rasulullah, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Hasyr ayat 7: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, terimalah; dan apa yang dilarangnya, tinggalkan.”
Jenis-Jenis Hadits

Hadits memiliki berbagai jenis yang masing-masing punya ciri khas. Berikut penjelasannya:

Hadits QudsiHadits ini istimewa karena berisi wahyu dari Allah yang disampaikan Rasulullah, tetapi bukan bagian dari Al-Qur’an. Ciri khasnya adalah redaksi seperti “Allah berfirman” atau “dari Allah”. Contohnya: “Wahai hamba-Ku, Aku haramkan kedzaliman atas diri-Ku, maka janganlah kalian berbuat dzalim” (HR. Muslim).

Hadits QauliIni adalah perkataan Rasulullah yang mencakup berbagai topik, seperti akidah, syariat, atau akhlak.

Hadits Fi’liHadits ini mencakup perbuatan Rasulullah, seperti cara beliau shalat atau menunaikan ibadah haji.

Hadits TaqririHadits ini berupa persetujuan Rasulullah terhadap perbuatan para sahabat, menunjukkan bahwa tindakan tersebut sesuai dengan ajaran Islam.

Hadits HammiHadits ini mencerminkan keinginan Rasulullah yang belum terwujud, seperti keinginan beliau untuk berpuasa pada tanggal 9 Asyura (HR. Muslim dan Abu Daud).

Hadits AhwaliHadits ini menceritakan sifat fisik, karakter, dan kepribadian Rasulullah, seperti yang diriwayatkan oleh Al-Bara: “Rasulullah adalah manusia dengan rupa dan tubuh yang sebaik-baiknya, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek” (HR. Bukhari).


Unsur-Unsur Hadits

Setiap hadits terdiri dari tiga elemen penting:

Sanad: Rantai perawi yang menyampaikan hadits dari sumber aslinya. Sanad menjamin keaslian hadits.  
Matan: Isi atau teks hadits itu sendiri, yang berisi makna atau ajaran tertentu.  
Rawi: Orang yang meriwayatkan hadits.

Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an
Hadits berfungsi sebagai bayan (penjelas) bagi Al-Qur’an. Beberapa ayat Al-Qur’an bersifat umum atau ringkas, sehingga hadits hadir untuk memberikan penjelasan. Menurut Imam Syafi’i, ada lima jenis penjelasan hadits:

Bayan Tafshil: Menjelaskan ayat-ayat yang ringkas.  
Bayan Takhshish: Menentukan makna ayat yang bersifat umum.  
Bayan Ta’yin: Menjelaskan pilihan makna dari beberapa kemungkinan.  
Bayan Tasyri’: Menetapkan hukum yang tidak ada di Al-Qur’an.  
Bayan Nasakh: Menjelaskan ayat yang menggantikan atau digantikan karena tampak bertentangan.

Kedudukan Hadits

Hadits adalah sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an, menjadi pelengkap yang membantu umat Islam memahami dan mengamalkan ajaran Al-Qur’an dengan lebih baik.
Perbedaan Al-Qur’an dan Hadits

Meski saling melengkapi, Al-Qur’an dan hadits memiliki perbedaan:

Bahasa dan Makna: Al-Qur’an berasal langsung dari Allah, sedangkan hadits adalah perkataan atau perbuatan Nabi Muhammad SAW.  

Periwayatan: Al-Qur’an harus diriwayatkan persis seperti aslinya, sedangkan hadits boleh disampaikan dengan maknanya saja.  

Kemukjizatan: Al-Qur’an adalah mukjizat, baik lafal maupun maknanya, sedangkan hadits bukan.  

Nilai Membaca: Membaca Al-Qur’an adalah ibadah, bahkan wajib dalam shalat (seperti membaca Al-Fatihah). Hadits tidak dibaca dalam shalat dan tidak bernilai ibadah saat dibaca.

Penutup: Al-Qur’an dan Hadits, Dua Cahaya Penuntun

Al-Qur’an dan hadits adalah dua pilar utama yang menuntun umat Islam menjalani kehidupan yang penuh makna. Al-Qur’an sebagai firman Allah memberikan pedoman utama, sementara hadits sebagai penjelas membantu kita memahami dan mengamalkannya. 

Bersama-sama, keduanya membentuk fondasi yang kokoh untuk akidah, ibadah, akhlak, dan kehidupan sosial kita. Yuk, jadikan Al-Qur’an dan hadits sebagai sahabat setia dalam perjalanan hidup kita!

08/04/19

Mengenal Seni Berpikir: Kunci untuk Belajar dan Memecahkan Masalah

Mengenal Seni Berpikir: Kunci untuk Belajar dan Memecahkan Masalah

Mengenal Seni Berpikir: 

Kunci untuk Belajar dan Memecahkan Masalah

Seni Berpikir: Bayangkan pikiran kita sebagai sebuah mesin canggih yang terus bekerja, memproses informasi, dan menciptakan solusi.

gudangmakalah165.blogspot.com - Pernahkah kamu bertanya, apa sebenarnya yang terjadi di kepala kita saat kita berpikir? Mengapa ada orang yang jago memecahkan masalah, sementara yang lain lebih suka bermimpi besar dengan ide-ide kreatif? 

Berpikir adalah salah satu kemampuan luar biasa yang membedakan manusia dari makhluk lain. Dalam artikel ini, kita akan menyelami dunia berpikir—apa itu, bagaimana caranya, dan bagaimana pengaruhnya terhadap proses belajar. Yuk, ikuti perjalanan seru ini untuk memahami kekuatan pikiran kita!

Latar Belakang: Mengapa Berpikir Penting?

Bayangkan pikiran kita sebagai sebuah mesin canggih yang terus bekerja, memproses informasi, dan menciptakan solusi. Berpikir adalah proses mental yang memungkinkan kita memahami dunia, membuat keputusan, dan merancang rencana untuk mencapai tujuan.

Istilah seperti kognisi, pemahaman, gagasan, atau bahkan imajinasi sering digunakan untuk menggambarkan proses ini. Berpikir melibatkan manipulasi informasi di otak, seperti saat kita membentuk konsep, memecahkan masalah, atau menalar sesuatu.

Bagi seorang ilmuwan, kemampuan berpikir adalah alat utama. Tanpa penguasaan cara berpikir yang baik, sulit untuk melakukan penelitian ilmiah atau menghasilkan karya yang bermakna.

Berpikir bukan sekadar aktivitas otak, tetapi juga cerminan bagaimana kita berinteraksi dengan dunia di sekitar kita. Penasaran bagaimana proses ini bekerja? Mari kita jelajahi lebih dalam!
Apa yang Akan Kita Pelajari?

Artikel ini akan menjawab beberapa pertanyaan kunci tentang berpikir:

Apa itu berpikir?
Apa saja jenis, pola, dan tipe berpikir?
Bagaimana cara kita berpikir?
Apa proses di balik berpikir?
Apa teori-teori yang menjelaskan berpikir?
Bagaimana berpikir memengaruhi proses belajar?

Memahami Berpikir: Proses Ajaib di Balik Pikiran
Apa Itu Berpikir?
Secara sederhana, berpikir adalah cara kita memproses informasi secara mental. Lebih formal lagi, berpikir adalah manipulasi kognitif dari informasi yang kita terima dari lingkungan atau yang tersimpan di memori jangka panjang kita. 

Menurut Drever (dalam Walgito, 1997), berpikir adalah proses melatih ide-ide dengan cermat untuk menyelesaikan masalah. Sementara itu, Solso (1998) menyebutkan bahwa berpikir adalah proses membentuk representasi mental baru melalui interaksi kompleks seperti penilaian, abstraksi, logika, imajinasi, dan pemecahan masalah.
Jadi, ada tiga inti dari berpikir:


Berpikir bersifat kognitif, artinya terjadi di dalam pikiran tetapi terlihat dari perilaku kita.
Berpikir adalah proses yang melibatkan manipulasi pengetahuan.
Berpikir diarahkan untuk memecahkan masalah atau mencapai solusi.

Bayangkan berpikir seperti seorang koki yang meracik resep: ia mengambil bahan-bahan dari ingatan, mencampurnya dengan logika, dan menambahkan sedikit kreativitas untuk menghasilkan hidangan yang lezat!

Jenis, Pola, dan Tipe Berpikir

Berpikir itu seperti lukisan—ada berbagai gaya dan teknik yang bisa digunakan. Menurut Morgan dkk. (1986), ada dua jenis berpikir utama:

Berpikir Autistik: Ini adalah proses berpikir yang sangat pribadi, seperti mimpi, di mana kita menggunakan simbol-simbol yang punya makna khusus bagi diri sendiri.
Berpikir Langsung: Berpikir ini fokus pada pemecahan masalah secara praktis.

Kartini Kartono (1996) membagi berpikir menjadi enam pola:

Berpikir Konkret: Berpikir tentang hal-hal yang nyata, terkait ruang, waktu, dan tempat.
Berpikir Abstrak: Berpikir tentang ide-ide yang tidak terbatas, bisa diperluas atau disempurnakan.
Berpikir Klasifikatoris: Mengelompokkan sesuatu berdasarkan kategori atau tingkatan.
Berpikir Analogis: Mencari hubungan antar peristiwa berdasarkan kemiripan.
Berpikir Ilmiah: Berpikir kompleks dengan bukti dan logika.
Berpikir Pendek: Berpikir cepat, dangkal, dan sering tidak logis.


Sementara itu, De Bono (1989) memperkenalkan dua tipe berpikir:

Berpikir Vertikal (Konvergen): Berpikir logis, rasional, dan terfokus pada satu jawaban yang benar. Ini seperti menaiki tangga, langkah demi langkah, menuju solusi pasti. 

Orang dengan tipe ini suka fakta, struktur, dan kepastian. Mereka cenderung serius dan metodis, menggunakan bahasa dan logika untuk memecahkan masalah.
Ciri-ciri: Vertikal, terfokus, sistematis, logis, dapat diprediksi.

Berpikir Lateral (Divergen): Berpikir kreatif yang menyebar ke berbagai arah, mencari banyak kemungkinan jawaban. Ini seperti menjelajahi hutan dengan banyak jalan setapak. 

Orang dengan tipe ini suka imajinasi, kebebasan, dan ketidakpastian. Mereka sering melihat masalah dari sudut pandang yang tidak biasa, peka terhadap perasaan, dan suka menggunakan kiasan.

Ciri-ciri: Lateral, menyebar, holistik, intuitif, independen, tidak dapat diprediksi.

Kedua tipe ini saling melengkapi. Berpikir lateral menghasilkan ide-ide kreatif, sementara berpikir vertikal membantu menyaring ide-ide tersebut menjadi solusi yang logis.
Cara Mengidentifikasi Cara Berpikir Seseorang

Setiap orang punya gaya berpikir yang unik, seperti sidik jari. Enwistle (1981) menjelaskan bahwa perbedaan ini terlihat dari cara seseorang mengelompokkan informasi. Misalnya, jika sekelompok anak diminta mengelompokkan benda seperti buku, sepatu, dan tas, mereka mungkin melakukannya dengan tiga cara:

Deskriptif: Mengelompokkan berdasarkan ciri fisik yang terlihat, seperti warna atau bentuk.
Analitis: Mengelompokkan berdasarkan fungsi atau sifat abstrak, seperti kegunaan benda.
Fungsional: Mengelompokkan berdasarkan hubungan, misalnya semua benda adalah perlengkapan sekolah.

Dari sini, kita bisa melihat kecenderungan berpikir:

Anak dengan pengelompokan deskriptif cenderung konvergen.
Anak dengan pengelompokan analitis bersifat moderat.
Anak dengan pengelompokan fungsional cenderung divergen.

Untuk mengidentifikasi cara berpikir seseorang, kita bisa melihat:

Orientasi Perhatian: Apakah mereka fokus pada detail (konvergen) atau melihat gambaran besar (divergen)?
Pola Diskriminasi Stimuli: Apakah mereka mengelompokkan benda berdasarkan sifat nyata atau hubungan abstrak?
Pola Pemecahan Masalah: Apakah mereka mencari satu jawaban pasti atau banyak kemungkinan?
Fleksibilitas Ide: Apakah mereka terikat pada struktur atau lebih bebas dan improvisatif?

Proses Berpikir: Bagaimana Otak Bekerja
Berpikir itu seperti menyusun puzzle di dalam kepala. Menurut Morgan dkk. (1986), proses berpikir melibatkan dua alat utama: bayangan (image) dan bahasa. Bayangan adalah representasi visual dari pengalaman masa lalu yang tersimpan di memori jangka panjang. Misalnya, saat memikirkan solusi masalah, kita mungkin membayangkan situasi serupa dari masa lalu. Sementara itu, bahasa menggunakan kata-kata dan tata bahasa untuk mengorganisir ide.

Proses berpikir biasanya melibatkan dua fase:

Menghasilkan Ide (Divergen): Di sini, otak kita menjelajahi berbagai kemungkinan, sering kali melalui intuisi. Ini seperti brainstorming, di mana ide-ide liar muncul dari alam bawah sadar.
Mengevaluasi Ide (Konvergen): Setelah ide muncul, kita menganalisisnya secara kritis untuk memilih solusi terbaik.

Keseimbangan antara berpikir divergen dan konvergen sangat penting, terutama dalam pembelajaran. Tanpa keseimbangan ini, kita mungkin kesulitan menghasilkan ide kreatif atau membuat keputusan yang logis. Namun, proses berpikir bisa terhambat oleh:

Data Tidak Lengkap: Kurangnya informasi membuat kita sulit menarik kesimpulan.
Konflik Data: Data yang bertentangan bisa membingungkan proses berpikir.

Teori-Teori tentang Berpikir

Ada dua pendekatan utama untuk memahami berpikir:

Pendekatan Perkembangan: Teori seperti Piaget, Vygotsky, Bloom, dan teori novice-expert menganggap bahwa berpikir berkembang dari tahap sederhana ke kompleks. Siswa harus menguasai keterampilan dasar sebelum mencapai berpikir tingkat tinggi.
Pendekatan Definisional: Teori seperti Sternberg, IDEAL problem solver, dan Resnick percaya bahwa semua orang, di level mana pun, bisa berpikir tingkat tinggi dengan pendekatan yang tepat.

Salah satu teori terkenal adalah Taksonomi Bloom, yang membagi kemampuan berpikir menjadi enam level:

Pengetahuan: Menghafal informasi secara sederhana.
Pemahaman: Memahami informasi secara mendalam.
Aplikasi: Menggunakan konsep atau rumus untuk memecahkan masalah.
Analisis: Memecah informasi kompleks menjadi bagian-bagian kecil.
Sintesis: Menggabungkan bagian-bagian untuk menciptakan sesuatu yang baru.
Evaluasi: Menilai sesuatu berdasarkan standar tertentu.

Pengaruh Berpikir pada Belajar


Berpikir adalah jantung dari proses belajar. Tanpa berpikir, kita hanya menghafal tanpa memahami. Salah satu jenis berpikir yang sangat berpengaruh adalah berpikir kritis, yang melibatkan kemampuan mengumpulkan, menginterpretasi, dan mengevaluasi informasi secara akurat (Perkins dalam Eggen & Kauchak, 1997). Menurut Sternberg (dalam Elliot dkk., 1996), berpikir kritis mencakup strategi untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, dan mempelajari konsep baru.
Berpikir kritis membantu kita belajar dengan lebih mendalam. Misalnya, saat mempelajari sejarah, berpikir kritis memungkinkan kita menganalisis sebab-akibat, bukan sekadar menghafal tanggal. Dalam pendidikan, ada beberapa cara untuk memanfaatkan berpikir kritis:

Gunakan metode seperti reciprocal teaching untuk membantu siswa menguasai keterampilan.
Sesuaikan pendekatan mengajar dengan tujuan pembelajaran.
Ajarkan materi dalam konteks yang relevan.
Dorong siswa untuk menghadapi masalah nyata yang terkait dengan tujuan pembelajaran.
Ajak siswa untuk mengklasifikasi, membuat hipotesis, menganalisis, dan memecahkan masalah.
Guru harus berperan sebagai fasilitator untuk meningkatkan pemahaman siswa.

Penutup: Berpikir, Kunci Menuju Dunia yang Lebih Baik
Berpikir adalah anugerah yang membuat kita manusia. Dari berpikir konkret hingga divergen, setiap gaya berpikir punya peran dalam membentuk cara kita belajar dan memecahkan masalah. Dengan memahami proses, tipe, dan teori berpikir, kita bisa melatih pikiran untuk menjadi lebih kritis, kreatif, dan efektif. Di dunia pendidikan, berpikir kritis adalah kunci untuk menghasilkan generasi yang tidak hanya cerdas tetapi juga mampu menghadapi tantangan dengan solusi yang bermakna. Jadi, yuk, latih pikiranmu dan mulailah berpikir dengan cara yang baru—siapa tahu, ide brilian berikutnya datang dari otakmu!



Daftar Pustaka

Crowl, Keminsky, dan Podell. 1997. Educational Psychology: Windows on Teaching, Dubuque, IA: Times Mirror Higher Education Cup.
De Bono, Edward. 1989. Berpikir Lateral, Buku Teks Kreativitas. Alih Bahasa: Sutoyo. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Eggen, P dan Kauchak, D., 1997, Educational Psychology Windows on Classrooms, Third Edition, USA: Prentice Hall Inc.
Elliot, S.N.: Kratochwill, TR.: Littlefield, J.: Travers, J.F., 1999, Educational Psychology Effective Teaching Effective Learning, Second EDITION, Singapore: McGraw-Hill Book Co.
Enwistle. 1981. Style of Learning and Teaching, Great Britain: John Wiley & Sons, Ltd.
Kartono, Kartini. 1990. Psikologi Anak. Jakarta: Rineka Cipta.
Morgan, C.T; King, R.A.; Weisz, J.R.; Schopler, J., 1986, Introduction to Psychology, Seventh Edition, New York: McGraw-Hill Book Co.
Solso, R.L., 1998, Cognitive Psychology, Fifth Editon, Boston: Allyn and Bacon.

04/07/18

5 Objek Kajian Filsafat Hukum Islam, Ini Penjelasan Lengkap Filsafat Hukum Islam serta Ruang Lingkupnya

5 Objek Kajian Filsafat Hukum Islam, Ini Penjelasan Lengkap Filsafat Hukum Islam serta Ruang Lingkupnya

Filsafat Hukum Islam 

Ilustrasi Bing Image Creator: Filsafat hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan pada hukum Islam, ia merupakan filsafat khusus dan obyeknnya tertentu, yaitu hukum Islam.


5 Objek Kajian Filsafat Hukum Islam, Ini Penjelasan Lengkap Filsafat Hukum Islam serta Ruang Lingkupnya


GUDANGMAKALAH165.BLOGSPOT.COM - Dalam kehidupan ini manusia tidak terlepas dari yang namanya sejarah, begitu pun dengan perkembangan islam yang pesat saat ini tentu tidak terlepas dari sejarah.

Hukum islam merupakan adalah syariat yang berarti hukum-hukum yang diadakan oleh Allah untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi.

Baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah (perbuatan).

Filsafat hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan pada hukum Islam, ia merupakan filsafat khusus dan obyeknnya tertentu, yaitu hukum Islam.



Maka, filsafat hukum Islam adalah filsafat yang meng analisis hukum Islam secara metodis dan sistematis sehingga mendapat keterangan yang mendasar, atau menganalisis hukum secara ilmiah dengan filsafat sebagai alatnya.

Menurut Azhar baasyir, filsafat hukum Islam adalah pemikiran secara ilmiah, sistematis, dapat dipertanggung jawabkan dan radikal tentang hukum Islam, filsafat hukum Islam merupakan anak sulung dari filsafat Islam.

Dengan rumusan lain Filsafat hukum Islam adalah pengetahuan tentang hakikat, rahasia, dan tujuan Islam baik yang menyangkut materinya maupun proses penetapannya.

Atau filsafat yang digunakan untuk memancarkan, meguatkan, dan memelihara hukum Islam, sehingga sesuai dengan maksud dan tujuan Allah SWT menetapkannya di muka bumi yaitu untuk kesejahteraan umat manusia seluruhnya. 



Dengan filsafat ini hukum Islam akan benar-benar cocok sepanjang masa di semesta alam.

Rumusan Masalah
Apa pengertian dari filsafat hukum Islam?
Apa objek kajian filsaafat hukum Islam?
Apa ruang lingkup dari filsafat hukum Islam?

Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Hukum Islam. 
Selain itu, penulis juga berharap setelah membaca makalah ini pembaca mengerti dan paham tentang filsafat hukum Islam, baik dari pengertian, objek kajian dan ruang lingkupnya.

Pengertian Filsafat Hukum Islam
Filsafat Hukum Islam terdiri dari tiga kata, yaitu filsafat, hukum, dan Islam.

Ketiga kata itu memilliki definisinya masing-masing. 
Filsafat secara etimologis berasal dari bahasa Yunani Philosophia, philos artinya suka, cinta atau kecenderungan pada sesuatu, sedangkan shopia artinya kebijaksanaan. 

Dengan sederhana filsafat dapat diartikan cinta atau kecenderungan pada kebijaksanaan.(Mustansyir dan Munir, 2006).

Pythagoras (479-572 SM) adalah filsuf Yunani yang pertama kali menggunakan kata filsafat. 



Ia menyebutkan dirinya philosophos, pencinta pengetahuan, pecinta kearifan. Kata ini digunakan sebagai reaksi terhadap orang yang menyebut dirinya ahli pengetahuan. 

Menurutnya, manusia tidak akan mampu mencapai pengetahuan secara keseluruhan walau menghabiskan seluruh umurnya untuk itu. 

Oleh sebab itu, katanya, julukan yang pantas bagi manusia adalah pecinta pengetahuan (filsuf), dan bukan ahli ilmu (Koto,2012).

Tidak ada pengertian yang sempurna mengenai hukum. Namun para pakar berusaha memberikan jawaban yang mendekati kebenarannya.

Ada yang menyebut hukum adalah peraturan-peraturan tentang perbuatan dan tingkah laku manusia didalam lalu lintas hidup.

Islam secara etimologi berarti tunduk, patuh, atau berserah diri.

Adapun menurut terminology, apabila dimutlakkan berada pada dua pengertian:     
Pertama, apabila disebutkan sendiri tanpa diiringi dengan kata iman, maka pengertian Islam mencakup seluruh agama, baik ushul (pokok) maupun furu (cabang), juga seluruh masalah aqidah, ibadah, keyakinan, perkataan dan perbuatan.

Kedua, apabila kata Islam disebutkan bersamaan dengan kata iman, maka yang dimaksud Islam adalah perkataan dan amal-amal lahiriyah yang dengannya terjaga diri dan harta-nya, baik dia meyakini Islam atau tidak. 

Sedangkan kata iman berkaitan dengan amal hati.
Hukum Islam adalah hukum yang diturunkan Allah SWT kepada manusia untuk menjamin terwujudnya kemaslahatan bagi manusia itu sendiri, baik didunia maupun diakhirat kelak.

Semakin mendalam pengetahuan seseorang akan hakikat hukum Islam yang dianutnya, maka akan semakin besar pulalah nilai kebaikan dan kemaslahatan yang akan didapatnya.

Filsafat Hukum Islam adalah kajian filosofis tentang hakikat hukum Islam, sumber asal-muasal hukum Islam dan prinsip penerapannya serta fungsi dan manfaat hukum Islam bagi kehidupan masyarakat yang melaksanakannya.

Filsafat hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan pada hukum Islam, ia merupakan filsafat khusus dan obyeknya tertentu, yaitu hukum Islam, maka Filsafat Hukum Islam adalah filsafat yang menganalisis hukum Islam secara metodis dan sistematis sehinga mendapat keterangan yang mendasar, atau menganalisis hukum secara ilmiah dengan filsafat sebagai alatnya.

Menurut Azhar Basyir, Filsafat Hukum Islam adalah pemikiran secara ilmiah, sistematis, dapat dipertanggung jawabkan dan radikal tentang hukum Islam, Filsafat Hukum Islam merupakan anak sulung dari filsafat Islam.

Dengan rumusan lain Filsafat hukum Islam adalah pengetahuan tentang hakikat, rahasia, dan tujuan Islam baik yang menyangkut materinya maupun proses penetapannya, atau filsafat yang digunakan untuk memancarkan, menguatkan, dan memelihara hukum Islam, sehingga sesuai dengan maksud dan tujuan Allah SWT menetapkannya di muka bumi yaitu untuk kesejahteraan umat manusia seluruhnya. 

Dengan filsafat ini hukum Islam akan benar-benar cocok sepanjang masa di semesta alam(salihun likulli zaman wa makan).

Objek Kajian Filsafat Hukum Islam
Tujuan dari adanya hukum islam adalah terciptanya kedamaian di dunia dan kebahagiaan di akhirat.

Tujuan dari hukum islam tersebut merupakan manifestasi dari sifa rahman dan rahim (maha pengasih dan maha penyayang) allah kepada semua makhluk-nya. 

Rahmatan lil-alamin adalah inti syariah atau hukum islam. Dengan adanya syariah tersebut dapat ditegakkan perdamaian di muka bumi dengan pengaturan masyarakat yang memberikan keadilan kepada semua orang.

Menurut Juhaya S. Praja dalam bukunya mengatakan bahwa objek filsafat hukum islam meliputi objek teoritis dan objek praktis. 
Objek teoritis filsafat hukum islam adalah objek kajian yang merupakan teori-teori hukum islam yang meliputi:

Prinsip-prinsip hukum islam
Dasar-dasar dan sumber-sumber hukum islam, Tujuan hukum islam
Asas-asas hukum islam
Kaidah-kaidah hukum islam
Objek filsafat hukum islam teoritis ini seringkali disebut objek falsafat al-tasyri. 

Sementara objek praktis filsafat hukum islam atau objek falsafat al-syariah atau asrar al-syariah meliputi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan, seperti:

Mengapa manusia melakukan muamalah, dan mengapa manusia harus diatur oleh hukum islam?
Mengapa manusia harus melakukan ibadah, seperti shalat?

Apa rahasia atau hikmah yang terkandung dalam pelaksanaan puasa, haji, dan sebagainya

Objek kajian filsafat hukum Islam ada 5, yaitu:
1. Tentang pembuat hukum islam (al-Hakim) yakni Allah SWT. Yang telah menjadikan para Nabi dan Rasul terutama Nabi Muhammad SAW yang menerima risalah-Nya berupa sumber ajaran Islam yang tertuang didalam kitab suci Al-Quran.

2. Tentang sumber ajaran hukum Islam, berkaitan dengan Kalamullah yang tertulis atau Quraniyah dan yang tidak tertulis berupa semua karya cipta-Nya atau ayat-ayat Kauniyah.

3. Tentang orang yang menjadi subjek dan objek dari kalam ilahi yakni orang Mukallaf, yang diperintah atau dilarang atau memiliki kebebasan untuk memilih.

4. Tentang tujuan hukum Islam sebagai landasan amaliyah para mukallaf dan balasan-balasan berupa pahala dari pembawa perintah.

5. Tentang metode yang digunakan para ulama dalam mengeluarkan dalil-dalil dari sumber ajaran hukum Islam, yakni Al-Quran dan Al-Hadits serta pendapat para sahabat yang dijadikan acuan dalam pengalaman.

Ruang Lingkup Filsafat Hukum Islam
Hukum Islam dapat dibedakan menjadi dua bagian jika mengikuti sistematika hukum Barat yakni Hukum Privat (Perdata) dan Hukum Publik. 
Hukum Perdata Islam, meliputi:

Munakahat yaitu hukum yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinanan, perceraian, dan segala akibatnya. 

Hukum Perdata bidang munakahat sering disebut dengan hukum keluarga dalam Islam.

Wiratsah yaitu hukum yang mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan serta pembagian warisan. 
Hukum kewarisan Islam disebut juga dengan Faraidl.

Muamalat yaitu hukum Islam dalam arti khusus, mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, perserikatan, hukum bisnis Islam dan sebagainya.

Hukum Publik Islam, meliputi:
Jinayat yaitu hukum Islam yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan yang diancam dengan hukuman baik dalam jarimah hudud maupun dalam jarimah tazir. 

Yang dimaksud jarimah adalah perbuatan pidana. Jarimah hudud adalah perbuatan pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas hukumannya dalam Al-Quran dan As-Sunnah. (Hudud jamak dari hadd= Batas). 

Sedangkan jarimah tazir adalah perbuatan pidana yang bentk dan ancaman hukumannya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bagi pelakunya. (Tazir= ajaran atau pengajaran).

Al-Ahkam Al-Sulthaniyah yaitu hukum Islam yang membicarakan soal-soal yang berhubungan dengan kepala negara, pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun daerah, tentara, pajak dan sebagainya.
Siyar yaitu hukum Islam yang mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan pemeluk agama dan negara lain.

Mukhashamat yaitu mengatur soal peradilan, kehakiman dan hukum acara.
Sedangkan Zainuddin Ali membagi ruang lingkup hukum Islam menjadi enam ruang lingkup hukum Islam, yaitu:

Ibadah, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung dengan Allah swt. (ritual) yang terdiri dari:

Rukun Islam, yaitu: mengucapkan syahadatain, mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat, melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji bila memiliki kemampuan (mampu fisik dan non fisik). Ibadah yang berhubungan dengan rukun Islam dan ibadah lainnya, yaitu:

Badani (bersifat fisik), yaitu: bersuci: wudhu, mandi, tayamum, peraturan untuk menghilangkan najis, peraturan air, istinja, dan lain-lain, adzan, qamat, itikaf, doa, shalawat, umrah, tasbih, istighfar, khitan, pengurusan jenazah, dan lain-lain.
Mali (bersifat harta): qurban, aqiqah, fidyah, dan lain-lain.

Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lainnya dalam hal tukar-menukar harta (termasuk jual beli), di antaranya: dagang, pinjam-meminjam, sewa-menyewa, kerjasama dagang, simpanan barang uang atau barang, penemuan, pengupahan, rampasan perang, utang-piutang, pungutan, warisan, wasiat, nafkah, barang titipan, pesanan, dan lain-lain.

Jinayah, yaitu peraturan yang menyangkut pidana, di antaranya qishash, diyat, kifarat, pembunuhan, zina, minuman keras, murtad, khianat dalam berjuang, kesaksian, dan lain-lain.

Siyasah, yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan, di antaranya: persaudaraan, musyawarah, keadilan, tolong-menolong, kebebasan, toleransi, tanggung jawab sosial, kepemimpinan, pemerintahan, dan lain-lain.

Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi, di antaranya: syukur, sabar, rendah hati, pemaaf, tawakkal, konsekuen, berani, berbuat baik kepada ayah dan ibu, dan lain-lain.

Peraturan-peraturan lainnya di antaranya: makanan, minuman, sembelihan, berburu, nazar, pengentasan kemiskinan, pemeliharaan anak yatim, mesjid, dawah, perang dan lain-lain.

Dari Uraian di atas, dapat di ambil titik temu, bahwasanya ruang lingkup dari hukum islam itu terbagi menjadi dua, yaitu hukum privat dan hukum publik. 

Meski dari keduanya terdapat perbedaan pendapat, namun pendapat Zainuddin Ali telah tercakup dalam pendapat pertama.

Filsafat hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan pada hukum Islam, ia merupakan filsafat khusus dan obyeknya tertentu, yaitu hukum Islam, maka Filsafat Hukum Islam adalah filsafat yang menganalisis hukum Islam secara metodis dan sistematis sehinga mendapat keterangan yang mendasar, atau menganalisis hukum secara ilmiah dengan filsafat sebagai alatnya.

Objek kajian filsafat hukum Islam ada 5, yaitu: tentang pembuat hukum islam (al-Hakim) yakni Allah SWT., tentang sumber ajaran hukum Islam, tentang orang yang menjadi subjek dan objek dari kalam ilahi yakni orang Mukallaf, yang diperintah atau dilarang atau memiliki kebebasan untuk memilih.

Tentang tujuan hukum Islam sebagai landasan amaliyah para mukallaf dan balasan-balasan berupa pahala dari pembawa perintah, dan tentang metode yang digunakan para ulama dalam mengeluarkan dalil-dalil dari sumber ajaran hukum Islam, yakni Al-Quran dan Al-Hadits serta pendapat para sahabat yang dijadikan acuan dalam pengalaman.

Ruang lingkup dari hukum islam itu terbagi menjadi dua, yaitu hukum privat dan hukum publik. Meski dari keduanya terdapat perbedaan pendapat, namun pendapat Zainuddin Ali telah tercakup dalam pendapat pertama.