--> Mengenal Mudharabah: Cara Cerdas Berbisnis ala Syariah | Fragmen Ilmiah

Fragmen Ilmiah: kumpulan bahan makalah serta konten evergreen yang mudah dipahami.

Total Tayangan Halaman

08/09/17

Mengenal Mudharabah: Cara Cerdas Berbisnis ala Syariah

| 08/09/17

Mengenal Mudharabah: 

Cara Cerdas Berbisnis ala Syariah

Al-Qur’an bahkan mendorong kita untuk berbisnis dengan cara yang halal dan jujur.


gudangmakalah165.blogspot.com - Pernahkah kamu berpikir, bagaimana caranya berbisnis yang tidak hanya menguntungkan, tetapi juga adil dan sesuai dengan nilai-nilai keimanan?

Dalam Islam, ada sebuah konsep yang disebut mudharabah, sebuah cara berbisnis yang menyeimbangkan keuntungan dan keadilan sosial. 

Yuk, kita jelajahi lebih dalam tentang mudharabah, mulai dari apa itu, dasar hukumnya, hingga cara kerjanya!

Mengapa Mudharabah Penting?

Bayangkan kamu punya modal, tapi nggak punya waktu atau keahlian untuk mengelolanya. Di sisi lain, ada orang yang jago berbisnis tapi nggak punya cukup dana.

Nah, mudharabah hadir sebagai jembatan untuk menyatukan keduanya. Dalam Islam, semua aktivitas kita—baik duniawi maupun ukhrawi—selalu punya tujuan (maqasyid).


Tapi, kadang manusia terjebak pada kepentingan pribadi, mengabaikan hak orang lain. Islam, sebagai agama rahmatan lil alamin, punya solusi untuk ini: aturan yang menjamin keadilan dan kejujuran.

Al-Qur’an bahkan mendorong kita untuk berbisnis dengan cara yang halal dan jujur. Misalnya, dalam Surah Al-Jumu’ah (62:10), Allah berfirman, “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah.” Ini seperti undangan terbuka untuk berusaha, tapi dengan cara yang benar, tanpa menghalangi orang lain untuk mendapatkan rezeki.

Apa Itu Mudharabah?

Secara sederhana, mudharabah adalah kerja sama antara dua pihak: pemilik modal (shahibul mal) dan pengelola (mudharib). 

Pemilik modal menyerahkan dananya, sementara pengelola mengelola dana itu untuk bisnis, dan keuntungannya dibagi sesuai kesepakatan. 

Kalau rugi? Pemilik modal yang menanggung, tapi pengelola nggak boleh lalai. Keren, bukan? Ini seperti simbiosis mutualisme dalam dunia bisnis!


Kata “mudharabah” sendiri berasal dari bahasa Arab, dharaba, yang artinya “memukul” atau “berjalan di muka bumi”. Dalam konteks bisnis, ini merujuk pada usaha bersama untuk mencari rezeki. 

Di Irak, istilah ini populer, tapi di Hijaz, orang lebih suka pakai istilah qiradh, yang artinya “memotong” sebagian harta untuk dikelola dan dibagi keuntungannya.

Dasar Hukum Mudharabah
Mudharabah bukan sekadar tradisi, tapi punya landasan kuat dalam syariat Islam. Apa saja?

Al-Qur’an: Selain ayat tadi, ada juga Surah Al-Baqarah (2:198) yang bilang, “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan).” Jelas, Islam mendukung bisnis yang halal!

As-Sunnah: Rasulullah SAW pernah bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur aduk dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah).

Ijma: Para sahabat Rasulullah juga menggunakan mudharabah, misalnya untuk mengelola harta anak yatim, dan ini nggak ditentang.

Qiyas: Mudharabah mirip dengan konsep musyarakah (kerja sama kebun), di mana ada yang punya modal dan ada yang punya tenaga. Keren, kan, betapa Islam punya solusi untuk semua!

Rukun dan Jenis Mudharabah

Supaya mudharabah sah, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, atau yang disebut rukun. Menurut ulama Hanafiyah, rukunnya cuma dua: ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan). 

Tapi, menurut jumhur ulama, ada tiga: dua pihak yang berakad, modal, dan kesepakatan. Ulama Syafi’iyah bahkan lebih detail, menyebut lima rukun: modal, pekerjaan, laba, kesepakatan, dan dua pihak.

Mudharabah juga punya tiga jenis, yaitu:

1. Mudharabah Muthalaqah: Pemilik modal kasih kebebasan penuh ke pengelola untuk mengelola dana. Ini kayak investasi tanpa ikatan!

2. Mudharabah Muqayyadah: Pemilik modal kasih batasan, misalnya soal jenis usaha, lokasi, atau cara pengelolaan.

3. Mudharabah Musytarakah: Pengelola juga nyumbang modal, jadi kayak kemitraan penuh.

Syarat Sah Mudharabah

Buat bikin mudharabah sah, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:

Pihak yang Berakad: Pemilik modal dan pengelola harus punya kapasitas untuk mewakili atau diwakili. Pengelola bertindak sebagai “agen” yang mengelola dana dengan amanah.

Modal: Harus berupa uang (bukan barang atau utang), jumlahnya jelas, dan diserahkan ke pengelola. Kalau modalnya ada di pihak ketiga, boleh, asal jelas instruksinya.
Laba: Pembagian laba harus jelas, misalnya 50:50, dan nggak boleh ditetapkan dalam jumlah fix (misalnya Rp1.000 untuk pemilik modal).

Hukum Mudharabah: Sahih atau Fasid?
Mudharabah bisa sah (sahih) atau batal (fasid). Kalau fasid, biasanya karena ada syarat yang nggak sesuai, misalnya pemilik modal ngatur-ngatur terlalu detail soal bisnis, atau minta pengelola nyampur modal dengan pihak lain. Kalau sahih, tanggung jawab pengelola jelas: kalau rugi karena kelalaian, dia yang nanggung, tapi kalau rugi tanpa sengaja, pemilik modal yang menanggung.


Apa yang Membatalkan Mudharabah?
Mudharabah bisa batal karena beberapa hal, seperti:

Pembatalan akad atau larangan berusaha oleh salah satu pihak.
Salah satu pihak meninggal dunia (meski ulama Malikiyah bilang bisa dilanjutkan ahli waris).

Salah satu pihak jadi gila (karena kehilangan kapasitas).
Pemilik modal murtad atau bergabung dengan musuh.
Modal rusak sebelum diusahakan.

Prinsip Bagi Hasil dalam Mudharabah

Di mudharabah, istilah “profit and loss sharing” kurang tepat, karena kerugian ditanggung pemilik modal, bukan dibagi. Jadi, yang dibagi cuma keuntungannya, sesuai nisbah (persentase) yang disepakati. Laporan keuntungan berdasarkan realisasi, bukan proyeksi, biar adil dan transparan.

Akuntansi dalam Mudharabah

Bagaimana cara mencatat transaksi mudharabah? Yuk, kita lihat dari dua sisi:

1. Pemilik Dana

Modal yang disalurkan dicatat sebagai investasi mudharabah, baik dalam bentuk kas (sesuai jumlah) atau aset nonkas (sesuai nilai wajar).
Kalau modal turun nilainya sebelum bisnis mulai (bukan karena kelalaian pengelola), itu dicatat sebagai kerugian.
Keuntungan atau kerugian dihitung saat akad selesai, berdasarkan selisih investasi dan pengembalian.
Laporan keuangan harus jelas, termasuk detail kesepakatan, jumlah investasi, dan penyisihan kerugian.

2. Pengelola Dana

Dana yang diterima dicatat sebagai dana syirkah temporer, sesuai jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas.
Kalau dana disalurkan lagi, dicatat sebagai aset. Kalau dikelola sendiri, pendapatan dan beban dicatat seperti akuntansi biasa.
Kerugian karena kelalaian pengelola jadi beban pengelola.
Laporan keuangan harus mencantumkan detail dana, pembagian hasil, dan aktivitas usaha.

Kesimpulan

Mudharabah adalah cara cerdas untuk berbisnis sesuai syariat. Dengan mengutamakan keadilan, transparansi, dan kerja sama, mudharabah nggak cuma bikin untung, tapi juga membawa berkah. Jadi, kalau kamu punya modal atau keahlian, kenapa nggak coba mudharabah? Yuk, wujudkan bisnis yang halal dan penuh keberkahan!


Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar