Etika Bisnis Islam vs Barat:
Mana yang Lebih Beretika?
![]() |
Di era modern ini, ketika teknologi memudahkan segalanya, dunia bisnis justru sering kali terjebak dalam persaingan tanpa moral. |
gudangmakalah165.blogspot.com - Pernahkah kamu bertanya-tanya, apa sih yang bikin bisnis itu “beretika”? Di era modern ini, ketika teknologi memudahkan segalanya, dunia bisnis justru sering kali terjebak dalam persaingan tanpa moral.
Dari fitnah antarpedagang hingga praktik bisnis haram seperti jualan minuman keras, dunia bisnis kadang lupa pada nilai-nilai kemanusiaan.
Nah, artikel ini akan mengupas tuntas bagaimana etika bisnis Islam dan Barat beradu dalam menentukan cara berbisnis yang lebih manusiawi. Yuk, simak!
Modernitas dan Tantangan Etika
Modernitas memang luar biasa. Dari smartphone sampai aplikasi canggih, hidup kita jadi jauh lebih mudah. Tapi, di balik kemudahan itu, ada harga yang harus dibayar: nilai-nilai tradisional mulai pudar.
BACA JUGA: Menimbang Metode Pemahaman Hadis ala Syaltut dan Al-Ghazali: Antara Tradisi dan Rasionalitas
Norma yang dulu jadi pegangan hidup kini sering terabaikan, digantikan oleh pola pikir “yang penting untung”.
Padahal, norma atau etika itu ibarat kompas yang menjaga kita dari kekacauan sosial. Tanpa etika, dunia bisnis bisa jadi rimba di mana manusia saling memangsa demi keuntungan.
Menurut filsuf Zygmunt Bauman, manusia itu secara moral bersifat ambivalen—tidak sepenuhnya baik atau buruk.
Kita hidup bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang lain. Nah, di sinilah etika berperan besar, termasuk dalam bisnis.
Dalam Islam, etika bisnis bukan sekadar aturan, tapi cerminan akhlak mulia yang diajarkan Rasulullah SAW. Sebaliknya, di Barat, etika bisnis lebih berpijak pada akal dan logika. Penasaran bagaimana perbedaannya? Mari kita ulas!
Apa Itu Etika Bisnis?
Dalam Islam, etika sering disebut akhlak, yang artinya budi pekerti, watak, atau tingkah laku. Menurut Ibnu Maskawaih, akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong seseorang bertindak tanpa perlu berpikir panjang.
Jadi, kalau akhlaknya baik, tindakannya otomatis baik. Sementara itu, di Barat, etika berasal dari kata Yunani ethos, yang berarti kebiasaan atau karakter.
Menurut Hamzah Ya’qub, etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan buruk berdasarkan akal pikiran.
Etika dalam bisnis, baik Islam maupun Barat, berfungsi sebagai “self-control” untuk menilai apakah tindakan kita benar atau salah.
Tapi, ada perbedaan besar: Islam memadukan nilai duniawi dan ukhrawi, mengacu pada Al-Qur’an dan Hadis, sementara Barat lebih teoritis, berfokus pada logika dan kepentingan kelompok.
Islam mengajarkan keseimbangan—hubungan manusia dengan Tuhan, sesama, dan lingkungan—sedangkan Barat lebih pragmatis.
Apa Itu Bisnis?
Kata “bisnis” berasal dari bahasa Inggris business, yang artinya kesibukan, khususnya yang menghasilkan keuntungan. Dalam kamus Bahasa Indonesia, bisnis diartikan sebagai usaha dagang atau komersial.
Menurut Skinner (1992), bisnis adalah pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan.
Sementara Straub dan Attner (1994) bilang bisnis adalah organisasi yang memproduksi dan menjual barang atau jasa demi profit.
Dalam Islam, bisnis bukan sekadar cari untung. Bisnis Islami punya batasan halal-haram, baik dalam cara mendapatkannya, mengolahnya, maupun mendayagunakannya.
Sejak zaman Rasulullah SAW, bisnis sudah jadi bagian penting kehidupan umat Islam. Beliau sendiri dikenal sebagai pedagang sukses yang jujur dan amanah, jauh sebelum menjadi nabi.
Keberhasilan beliau dalam bisnis—berkat etika, moral, dan etos kerja—jadi teladan bagi umat Islam hingga kini.
BACA JUGA: 7 Tokoh Filsafat Alam atau Pra-Socratic, Serta Penjelasan Gnoti Seauton dan Maieutica-technic
Mengapa Etika Penting dalam Bisnis?
Etika ibarat rambu-rambu yang menjaga bisnis tetap pada jalur yang benar. Tanpa etika, bisnis bisa jadi ajang “hukum rimba” di mana yang kuat menang, yang lemah jadi korban. Etika bisnis punya tiga tujuan utama:
1. Memberi kesadaran: Membantu pelaku bisnis memahami dimensi etis dalam setiap keputusan.
2. Memperkenalkan argumen moral: Mengajarkan cara menyusun argumen moral dalam bisnis.
3. Menentukan sikap moral: Membantu pelaku bisnis memilih tindakan yang tepat sesuai nilai moral.
Etika bisnis Islam bersumber dari Al-Qur’an, Hadis, dan fiqih, yang menekankan moralitas dan spiritualitas. Sebaliknya, etika Barat sering terinspirasi dari Alkitab atau Taurat, tapi lebih condong ke prinsip kapitalisme atau pragmatisme.
Misalnya, di Barat, bisnis minuman keras atau obat terlarang bisa dianggap sah selama legal dan menguntungkan. Dalam Islam? Jelas haram, karena dampaknya merusak individu dan masyarakat.
Islam vs Barat: Persaingan atau Kolaborasi?
Di dunia Barat, bisnis sering kali mengikuti prinsip homo homini lupus (manusia adalah serigala bagi sesamanya).
Pesaing dianggap musuh yang harus dikalahkan, bahkan kalau perlu dengan cara kotor seperti fitnah atau sabotase. Sayangnya, pola ini kini merambah ke mana-mana, termasuk Indonesia—bayangkan, ada penjual bakso yang rela memfitnah kompetitor demi keuntungan!
Sebaliknya, Islam mengusung prinsip homo homini socius (manusia adalah kawan bagi sesamanya). Dalam bisnis Islami, kompetitor bukan musuh, melainkan partner untuk saling memajukan.
Persaingan harus sehat, fokus pada kualitas dan pelayanan, bukan saling menjatuhkan. Etika bisnis Islam berlandaskan Al-Qur’an, Hadis, dan fiqih, menekankan kejujuran, amanah, dan keberkahan, baik untuk dunia maupun akhirat.
Mengapa Etika Bisnis Islam Solusi Terbaik?
Etika bisnis Islam menawarkan pendekatan holistik yang menyeimbangkan keuntungan duniawi dan keberkahan ukhrawi. Dengan berpegang pada Al-Qur’an dan Hadis, bisnis Islami menolak anggapan bahwa bisnis hanya soal profit tanpa moral.
Contohnya, Rasulullah SAW dikenal sebagai pedagang yang jujur, yang selalu mengutamakan kepercayaan pelanggan. Prinsip ini relevan hingga kini, terutama di Indonesia, di mana ekonomi syariah sedang berkembang pesat.
Etika bisnis Islam bukan cuma soal aturan, tapi juga soal membangun dunia bisnis yang bersih dan menyejukkan.
Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Qur’ani, bisnis Islami bisa jadi cakrawala baru yang menghidupkan kembali nilai kemanusiaan dalam ekonomi modern.
Kesimpulan
Etika bisnis, baik Islam maupun Barat, punya peran besar dalam menjaga dunia bisnis tetap manusiawi. Tapi, etika bisnis Islam punya keunggulan: ia tak hanya bicara soal benar-salah berdasarkan akal, tapi juga soal keberkahan berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis.
Di tengah dunia yang sering kali mengutamakan profit di atas segalanya, etika bisnis Islam mengajak kita untuk berbisnis dengan hati—menjadikan kompetitor sebagai kawan, bukan musuh. Yuk, wujudkan bisnis yang tidak hanya untung, tapi juga penuh berkah!
Sumber: Review Jurnal “Dialektika Etika Islam dan Etika Barat Dalam Dunia Bisnis” oleh Johan Arifin, Millah Vol. VIII, No. 1, Agustus 2008. Direview oleh Muhammad Rizki Amanda Lubis, 30 Desember 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar