--> Fragmen Ilmiah : Hasil penelusuran untuk Arab | Deskripsi Singkat Blog di Sini

Nyaris Informasi, Hampir Fakta

Total Tayangan Halaman

Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri Arab. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri Arab. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan

Senin, Desember 10, 2018

Sejarah Sastra Arab Sejak dari Zaman Jahiliyyah hingga Zaman Bani Umayyah, Serta Tokoh-tokohnya

Sejarah Sastra Arab Sejak dari Zaman Jahiliyyah hingga Zaman Bani Umayyah, Serta Tokoh-tokohnya

Sejarah Sastra Arab

SASTRA ARAB: Dalam kaitannya disini kami akan mengkaji bahasa asing dalam lingkup bahasa dan sastra arab.


Sejarah Sastra Arab Sejak dari Zaman Jahiliyyah hingga Zaman Bani Umayyah, Serta Tokoh-tokohnya

GUDANGMAKALAH165.BLOGSPOT.COM - Dewasa ini kita ketahui ranah kebahasaan semakin meluas di dunia Internasional.

BAB I, PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kita dituntut tidak hanya sebatas mempelajari bahasa dalam negeri saja.

Oleh sebab itu berbagai pengembangan bahasa asingpun banyak bermunculan di tengah-tengah kita.

Sebagai wujud dari antusias pemerintah dan masyarakat, kemudian banyak inovasi yang diwujudkan pemerintah yakni berupa muatan lokal bahasa asing dalam lingkup lembaga pendidikan maupun yang lainnya.

BACA JUGA: 5 Objek Kajian Filsafat Hukum Islam, Ini Penjelasan Lengkap Filsafat Hukum Islam serta Ruang Lingkupnya

BACA JUGA: Kesetaraan Manusia Sebagai Makhluk Multikultural dalam Pendidikan Islam

Tak lepas dari lembaga kependidikan, Universitas mempunyai andil yang cukup besar dalam pengembangan bahasa asing. 

Seperti halnya dengan adanya berbagai jurusan yang berkaitan dengan bahasa asing, baik itu berupa ilmu murni ataupun ilmu kependidikan tentang bahasa asing.

Dalam kaitannya disini kami akan mengkaji bahasa asing dalam lingkup bahasa dan sastra arab.

Sebelum menjuru terhadap sastra arab, kita cerna lebih dulu apa kaitannya bahasa dengan sastra sendiri?

BACA JUGA: Mutasi Buatan yang Menguntungkan Pada Pemuliaan Tanaman, Berikut Penjelasannya

BACA JUGA: Modernisasi, Ciri-ciri, dampaknya pada teknologi modernisasi

Seperti yang kita ketahui sastra merupakan suatu karya indah yang dapat diungkapkan melalui bahasa. 

Di sini kita sebagai mahasiswa bahasa dan sastra arab menyadari bahwa dalam mempelajari  bahasa dan sastra asing, yang dalam lingkup ini di khususkan pada bahasa arab kita perlu mengkaji sejarah perkembangan bahasa dan sastra arab itu sendiri.

Mengapa demikian??? Karna bahasa merupakan suatu corak atau kebudayaan dari suatu bangsa atau negara yang strukturnya atau jenisnya berubah dari zaman ke zaman.

Dan untuk itu kami menganggap sangat penting untuk mengetahui perkembangan tersebut dengan mengkaji sejarah perkembangan bahasa dan sastra arab dalam makalah ini.

BACA JUGA: Makalah Ijma' dan Qiyas dalam Islam

BACA JUGA: 7 Tokoh Filsafat Alam atau Pra-Socratic, serta Penjelasan Gnoti Seauton dan Maieutica-technic

BAB II, PEMBAHASAN

A.  Pengertian sejarah sastra arab

1. Sejarah

Peristiwa masa lampau yang murujuk pada sebuah perubahan besar yang memiliki pengaruh yang besar pula.

2. Sastra

Pertama : Sastra adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak.

Kedua : Sastra dibatasi hanya pada “mahakarya”(great books), yaitu buku-buku yang di anggap menonjol karena bentuk dan ekspresi sastranya.

Ketiga : Sastra diterapkan pada seni sastra, yaitu dipandang sebagai karya imajinatif.

Keempat : Sastra adalah sebuah nama dengan alasan tertentu diberikan sejumlah hasil tertentu dalam suatu lingkungan kebudayaan.

3. Arab

Arab merupakan nama dari suatu bangsa atau negara, yang bahasanya merupakan cabang dari bahasa semit, yaitu bahasa arab purba yang terkenal dan mendiami jazirah arab sendiri.

Dari ketiga definisi di atas dapat disimpulkan pengertian dari “Sejarah Sastra Arab” yaitu suatu ilmu yang membahas tentang keadaan-keadaan bahasa arab serta puisi atau prosa indah yang diciptakan oleh anak-anak pengguna bahasa arab dalam berbagai masa.

Dan sebab-sebab kemajuan dan kemunduran dan kehancuran yang mengancam kedua produk sastra itu, serta mengalihkan perhatiannya terhadap para tokoh trkemuka dari kalangan para penulis dan ahli bahasa.

B. Pembabakan Sastra Arab
Terdapat lima pembabakan dalam sastra arab yaitu:

1. Periode Jahiliyyah

Masa ini terjadi pada 2 periode yakni masa sebelum abad ke-5, dan masa sesudah abad ke-5 sampai dengan Hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah (1 H/622 M).

Periode jahiliyyah ini dimulai pada sekitar satu setengah abad sebelum kedatangan islam dan berakhir sampai datangnya islam.

2. Periode Islam

Perkembangan kesusastraan Arab  ini berlangsung sejak tahun 1 H/622 M hinggga 132 H/750 M, yang meliputi: masa Nabi Muhammad SAW dan Khalifah ar-Rasyidin (1-40 H/662-661 M) dan masa Bani Umayyah (41-132 H/661-750 M). 

Periode ini juga dapat disebut dengan periode permulan islam (shadrul Islam).

Dimulai sejak datangnya islam dan berakhir ketika runtuhnya bani Umayyah pada tahun 132 H.

3. Periode Abbasiyah

Terjadi pada tahun 132 H/750 M sampai 656 H/1258 M. pada masa ini dibagi menjadi dua bagian yaitu :
Abbasiyah 1, dimulai sejak berdirinya Daulah Abbasiyah tahun 132 H dan berakhir sampai  berdirinya negara-negara bagian pada tahun 334 H.

Abbasiyah 2, dimulai sejak berdirinya Negara-negara bagian  dalam pemerintahan Abbasiyah dan berakhir dengan jatuhnya Baghdad di tangan bangsa Tartar atau Mongol pada tahun 656 H.

4. Periode Kemunduran Kesusastraan Arab

Pada tahun (656-1213 H/1258-1798 M), periode ini di mulai sejak Baghdad jatuh ke tangan Hulagu Khan, pemimpin bangsa Mongol, pada tahun 1258 M, sampai Mesir dikuasai oleh Muhammad Ali Pasya (1220 H/1805 M).

5. Periode Kebangkitan Kembali Kesusastraan Arab (Modern)

Periode kebangkitan ini dimulai dari masa pemerintahan Ali Pasya (1220 H/1805 M) hingga masa sekarang.

Dimulai sejak terjadinya perkembangan modern sampai saat ini.

6. Perkembangan Sastra Arab Jahili sampai Modern

Perkembangan pada periode jahiliyah
Pada abad ini merupakan awal pembentukan dasar-dasar bahasa arab. 

Terdapat banyak kegiatan pada masa ini yang dapat berpengaruh pada perkembangan bahasa arab.

Seperti halnya kegiatan di suq Ukas, Zu al-Majaz dan Majannah, merupakan festival dan berbagai lomba bahasa Arab yang diadakan di Mekkah dan yang mengikutinya adalah berbagai kalangan masyarakat antara suku Quraiys dan suku-suku lainnya.

Bahasa arab yang kita kenal sehari-sehari merupakan pencapuran antara bahasa arab dari suku yang berbeda-beda.

Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

- Hijrahnya bani Khathan ke semenanjung arab, percampuran mereka dengan arab Baidah di Yaman lalu kemudian berpencar ke seluruh penjuru jazirah akibat pecahnya bendungan ma’rib.

- Hijrahnya Isma’il ke jazirah arab dengan percampuran keturunannya dengan Qahthan dengan adanya perkawinan, peperangan dan perdagangan.

7. Periode Bani Umayyah

Periode ini ditandai dengan intensifikasi percampuran oran-orang arab islam dengan penduduk asli pada masa pemerintahan pada bani umayyah. 

Orang arab merupakan kelompok orang yang mempunyai dorongan yang sangat besar untuk mengembangkan kebudayaan mereka dengan cara menjadikan bahasa arab sebagai bahasa negara. 

Oleh karena itu penduduk asli pada masa itu mencoba untuk mempelajari bahasa arab sebagai bahasa pergaulan atau bahasa komunikasi sehari-hari dan bahasa agama. 

Sejak sepertiga akhir abad pertama Hijriah bahasa Arab telah mencapai kedudukan tertinggi,dan terhormat dalam islam.

Periode umayyah merupakan periode gencar dengan sastranya. 

Pada masa ini terdapat banyak golongan yang bermunculan dalam islam diantaranya Syiah dan Khowarij dan lain-lain.

Keadaan seperti ini menyebabkan posisi syair justru sebagai penyambung lidah atau alat untuk komunikasi sesuai dengan misi dari tiap-tiap golongan islam tersebut.

Dan pada zaman bani Umayyah ini penyair diberi kebebasan untuk mengekspresikan karyanya.
Fasilitas yang diberikan kepada penyair pada masa ini sangat memadai demi untuk memperkuat politik mereka. 

Para khalifah pada masa itu sengaja memecah belah antara penyair dengan memberikan iming-iming tertentu antara yang satu dengan yang lainnya bagi mereka yang pro kontra terhadap pemerintahan.

Jenis sya’ir pada masa bani umayah :

- Puisi Politik (Syiir al-Siyasi)

Seiring dengan munculnya golongan atau partai politik, maka munculah para penyair yang mendukung golongan atau partai politik tersebut.

Sehingga melahirkan puisi yang bernuansa politik seperti: Kasidah al-Kumait yang mendukung ahlu bait, Al-Qithry ibn Al-Fajaah pendukung Khawarij dan Al-Akhthal pendukung bani umayah.

- Puisi Polemik (Syiir al-Naqoid)

Puisi Al-Naqoid yakni  jenis puisi yang menggabungkan antara kebanggaan (fakhr), pujian(madh) dan satire (haja’).

- Puisi cinta (Syiir al-Ghazal)

Merupakan puisi yang  berkembang menjadi seni bebas/independent yang mengkhususkan pada kasidah-kasidah.

Tujuan sya’ir pada masa bani umayah:

- Al-Hija’ (celaan atau ejekan) adalah sya’ir yang bertujuan untuk mencela penya’ir lainnya.

Sehingga pada saat itu sering terjadi perang sya’ir antara satu penya’ir dngan penya’ir yang lainnya. 

Salah satu contoh dibawah ini adalah sya’ir hija’ yang dilontarkan oleh al-Farazdaq kepada Jarir:

ولو ترمى بلؤم بنى كليب
لدنّس لؤمهم وضح النهار
ليطلب حاجة إلا بحار         نجوم الليل وما وضحت لسار
ولو يرمى بلؤمهم نهار
وما يغو عزيز بنى كليب
“Walaupun gemintang malam dilempar dengan kehinaan bani kulaib, tidaklah bintang itu menjadi gelap sementara kehinaan mereka tetap berlalu. 

Walaupun siang dilempar dengan kehinaan mereka, siang tetaplah terang sedang kehinaan mereka semakin terjadi. Dan tidaklah ketua bani Kulaib bepergian kecuali untuk meminta kebutuhannya pada tetangga.”

Al-Madah (pujian)
Para penyair arab dimasa bani Umayyah sering menggunakan syair Al-Madah sebagai alat untuk mendapatkan uang dari penguasa, sehingga memuji penguasa menjadi sebuah pekerjaan bagi seorang penyair. 

Akan tetapi tidak semua penyair memuji tujuannya hanya untuk  mendapatkan uang akan tetapi ada juga yang hanya sebatas membanggakan kelompoknya. 

Berikut adalah contoh sya’ir madah :

لله دار عصابة نادمتهم
يمشون فيالحلل المضاف سجها          يوما بجلق فى الزمان الأوّل
مشى الجمال إلى الجمال البزل
          
“Allah adalah rumah setiap golongan yang menemani mereka Selama satu hari di dzillaq (tempat dekat damaskus) pada permulaan zaman. 

Mereka berjalan-jalan disela-sela kebingungan yang memintal seperti unta yang memasuki umur unta bujjal (unta umur delapan tahun yang menginjak umur Sembilan/ unta dewasa)”       

- Al-Fakhru (membangga-banggakan)

Dalam syair fakhru, penyair arab sering membangga-banggakan dirinya atau kelompoknya  lewat syair-syairnya. 

Adapun yang mereka banggakan adalah seperti bangga dengan kekayaan, kedudukan dan istri yang cantik.

لنا حاضر فعم، وباد كأنّه
لنا الجننات الغرّ يلمعن بالضحى         شماريع رضوى عزّة وتكرّما
وأسيافنا يقطر من نجدة دمأ

“Kita adalah orang yang ada di fa’mun (puncak), dengan menikung bagai batang yang dijalari keagungan dan kemulyaan. 

Kita adalah pembela kebenaran tyang bersinar terang di waktu dluha (pagi menjelang siang).

Dan pedang-pedang kita siap mengucurkan darah

Periode Zaman Modern
Pada akhir abad XVIII pada saat bangsa Arab dibawah kepemerintahan Daulah Usmaniyah keaadaannya sangat lemah. 

Bangsa Eropa yang telah melihat keadaan ini akhirnya kembali mengulangi ekspansi ke timur tengah. 

Mereka datang tidak dengan menggunakan cara kekerasan, melainkan mereka datang dengan dalih untuk menyebarkan ilmu pengetahuan serta memperluas roda perdagangan.

Pemerintahan berikutnya yang jatuh kepada Muhammad ali yang diangkat oleh Sultan Usmani menjadi gubernur mesir.

Beliau berusaha untuk menerima kebudayaan barat dan hasil ilmu pengetahuan.

Ali tidak lagi mementingkan pemerintah dan pembangunan, dan semenjak itu perkembangan dibidang sastra berkurang lalu dua abad kemudian munculah lagi karya sastra arab yang baru, dan para penyair menyesuaikan diri dengan zaman modern, lalu mereka mulai melepaskan diri dari cirri klasik, namun keterikatannya masih ada.

 
Keistimewaan syair modern ini lebih mementingkan isi dari sampiran, dan bahasanya mudah serta sesuai dengan keadaan.

 
Kemudian munculah penulisan prosa berupa cerita pendek modern dalam bahasa arab.

 
Seperti halnya dengan novel dan drama, yang baru dimulai pada akhir abad lalu.

 
Dan pada abad ini bentuk puisi juga mengalami perubahan yang cukup besar. 

Dan banyak puisi-puisi arab modern yang sudah tidak terikat lagi pada gaya lama yang biasa dikenal ‘’ilm al-Arud”.
Meskipun demikian sebagai penyair
Meskipun sebagian penyair dewasa ini senang juga menciptakan puisi bebas, tetapi masih banyak juga yang bertahan dengan gaya lama kendati tidak lagi terikat pada persyaratan tertentu, seperti penyair Mahmud Ali Taha (w.1949).  

Puisi-puisinya sangat halus, romantis, tetapi sangat religius.

Beberapa pengamat menganggapnya banyak terpengaruh oleh romantisme Perancis abad ke-19, terutama Lamartine. 

Mungkin sudah terdapat jarak antara penyair ini dan penyair-penyair modern semi-klasik sebelumnya, seperti Ahmad Syauqi atau Hafidz Ibrahim (1872-1932) yang dipandang sebagai penyair-penyair besar.

Dalam sastra arab modern, mesir merupakan pembuka jalan meskipun para sastrawan itu banyak yang dari Libanon dan Suriah. 

Mereka pindah ke mesir untuk menyalurkan bakatnya.

Dan terlebih lagi di Mesir mempunyai Universitas yang terkenal yakni Universitas Al-Azhar Cairo yang dibangun pada masa Dinasti Fatimiyah.  

Beberapa Penyair pada masa itu umumnya berimigrasi ke Amerika Selatan. 

Perkembangan bahasa dan sastra pun mengalami perubahan dari gaya tradisional, kalimat yang panjang, dan berlebihan akibat pengaruh pleonasme dan penggunaan kosa kata klasik berganti dengan gaya yang sejalan dengan waktu, serba singkat.

Ciri khas perkembangan bahasa dalam sastra arab modern ini ialah menggunakan bahasa percakapan dalam dialog.

Sebagian kalangan cenderung ingin merubahhuruf arab sedemikian rupa supaya dapat dibaca dalam huruf latin, bahkan di Libanon ada sekelompok sastrawan yang mencoba mengganti huruf arab dengan huruf latin. 

Novel pun sekarang terbitdalam bahasa arab kini menggunakan huruf latin.

Faktor Penyebab Berkembangnya Sastra Arab
Kebangkitan Sastra di Mesir pada abad modern diawali dengan berkembangnya aliran sastra yang kemudian dikenal dengan aliran konservatif (Tayyaral Muhafidzin) yaitu aliran yang merekonstruksi ruang lingkup sastra dengan tetap merevivalisasi sastra klasik serta mengembangkan tema sastra sesuai dengan kondisi kekinian. 

Pelopor aliran ini adalah Mahmud Samial-Barudi(1838-1904).

Pembaharuan yang dilakukan Barudi bukan melakukan sweeping atau menyapu bersih kaidah-kaidah sastraklasik, seperti qowafi (rhyme) dan wazan(ritme).

Oleh karena itu aliran ini disebut muhafidziin karena mereka tetap menjaga parameter sastra yang diwariskan secara turun-temurun dari sastrawan-sastrawan klasik.

Namun demikian, pembaharuan Barudi hanya sebatas pembaharuan pada diksi tema yang dikaitkan dengan kondisi pada zamannya atau hasil dari interaksi langsung dengan sosial budaya masyarakat pada waktu itu.

Terlepas dari Barudi, kebangkitan sastra arab diawali dengan beberapa faktor.

Berikut ini kami akan sampaikan secara singkat faktor-faktor yang menyebabkan bangkitnya kembali kesusastraan arab:

Bersatunya antara kebudayaan barat dengan kebudayaan timur. 

Pada awal kurun yang lampau yang diusung pertama kali oleh Napoleon Bonaparte dan pengambilan kekuasaan dari tangan para komunis, dan lain dari pada itu negara bagian timur menjadi tempat bekerja bagi mereka, dan mereka menjadikan bahasa arab sebagai bahasa yang resmi untuk menyebar luaskan beberapa ajaran dan sastra.

Adapun beberapa pekerjaan mereka yang ada di Suriah tidak terlepas dari beberapa peninggalan yang ada di Mesir, maka dibangunlah beberapa sekolah dan kebanyakan dari mereka adalah orang-orang Syam Nasrani, maka keluarlah beberapa kelompok dari mereka yang mempunyai kelebihan berbahasa Arab dan kemudian mengembangkan keilmuwan dan kesusastraan arab.

Bertambahnya jumlah orientalis di Eropa bagian timur dan usaha mereka terus berlanjut hingga mendapatkan beberapa publikasi Arab dan dicetaklah beberapa buku berbahasa Arab, dan beberapa tulisan perserikatan Asuyah yang membahas tentang berbagai ilmu dan masalah-masalah ketimuran, sehingga bertambahlah tempat mutiara-mutiara ilmu dan sastra.

Dibangunnya sekolah yang bermacam-macam yang didirikan Muhammad Ali Basya dengan bantuan para pengajar dari Eropa dan beberapa ulama Mesir.

Dan dibangun pula -sekolah yang didirikan oleh Khudhowi Ismail, yang merupakan sekolah bahasa Arab yang sangat besar, sedangkan sekolah sastra yaitu sekolah Darul Ulum.

Maka tercetaklah dari sekolah-sekolah ini ratusan guru, hakim, dan para penulis kitab.

Adanya utusan kaderisasi ilmu pengetahuan, yaitu Muhammad Ali Basya dan Ismail Basya kepada sejumlah kerajaan yang ada di Eropa untuk menyampaikan bermacam-macam ilmu pengetahuan dan pengutusan tersebut berjalan selama 12 tahun.

Adanya propaganda dalam pembelajaran bahasa asing, sehingga sistem pengajaran pada saat itu dengan cara paksa seperti yang ada di Mesir dan Syam dan sekolah-sekolah negeri, perguruan tinggi dan sekolah-sekolah pusat da’wah.

Dari sanalah banyak di nukil kalimat-kalimat yang berbahasa Perancis kedalam bahasa Arab.

Maka dengan adanya Atsar dari bahasa tersebut, beberapa hasil pemikiran orang-orang pada waktu itu dapat terbukukan dan menyebar luas hingga mereka mampu menerjemahkan ribuan kitab dan riwayat, makalah-makalah politik ilmiah kedalam bahasa Arab. 

Maka hal tersebut juga dimanfaatkan bagi orang yang tidak paham dengan bahasa asing sehingga menjadi tahu dengan jelas sastra yang yang mendalam.

Didirikannya percetakan berbahasa Arab di Mesir, Syam dan konstantinopel. kemudian dicetaklah beberapa mushaf-mushaf dan beberapa kitab ilmu sastra.

Dan diantara kitab-kitab yang terpenting yang tercetak untuk menghidupkan kembali bahasa Arab dan kesusastraanya, yaitu kitab-kitab yang berbentuk kamus seperti kamus istilah dan beberapa penjelasan, Lisanul Arab yang sifat khusus membahas tentang kalamul Arab, dan beberapa kitab sastra seperti: kitab Al-Aghani Wal Aqdul Farid karangan Al Hariri, Al-Badi’, Amalil Qali dan Shahi A’syaa.

Dan beberapa kitab-kitab syair yang sangat banyak jumlahnya. Adapun kitab-kitab sejarah seperti: karangan At-thabari dan Ibnul Atsir, kitab Muqoddimah karangan Ibnu Khaldun, dan beberapa kitab-kitab modern yang lainnya yang tersebar di Eropa.

Diterbitkannya surat kabar Arab yang ada di Mesir Syam dan Konstantinopel. Dan koran pertama di Arab yaitu Al-Waqoi’Al-Misriyah yang terbit pada tahun 1828. 

Awalnya sebagian teks berbahasa Turki, yang kemudian dirancang kembali oleh Syek Hasan Al-Ithari dan Syek Syihabuddin, sehingga kemudian terpisah antara yang berbahasa Arab dan Berbahasa Turki dan kemudian pada akhirnya hanya berbahasa Arab saja kemudian dicetak dengan tulisan Arab Nashi dan Arab Farisi dan terbit selama tiga kali dalam satu minggu hingga sekarang.

Sedangkan koran yang berbahasa Arab pertama kali terbit di Suriah yaitu Hadiqatul Akbar yang terbit pada tahun 1808, sedangkan di Konstantinopel pada tahun 1860, yang mana redakturnya adalah Ahmad Faris. 

Kemudian terbit juga setelah itu koran Suriah resmi pada tahun 1865. Adapun koran yang pertama kali terbit di Mesir setelah Al-Waqai’adalah Wadi Annaily (koran lama) dan terbit pula koran-koran yang lain seperti Al-Iskandariyah, Azzaman, Al-Ibtidal, Al-Fallak Wal Ahram, Al-Muqtim, Wal Muayyad, Wal-Lukluk, Wal-Ilmu, Wal Jaridah dan Syuad.

- Adanya kelompok-kelompok ilmuwan dan sastrawan, dan yang paling terkenal pada saat itu Syek Jamaluddin Al-Afghari.

- Adanya kreasi seni berbahasa Arab, pertama kemunculannya di Syam kemudian menyebar ke Mesir, yang bertujuan untuk memberantas budaya buta seni, dan kelemahan dalam berbahasa Arab yang pasih dan lancar.

- Adanya peraturan baru di Al-Azhar dan sekolah-sekolah dasar, yang memasukkan materi-materi baru dari berbagai macam ilmu, atas ide Syekh Muhammad Abduh.

Rabu, Desember 19, 2018

Metode Membaca dalam Pembelajaran Bahasa Arab

Metode Membaca dalam Pembelajaran Bahasa Arab


Metode Membaca dalam Pembelajaran Bahasa Arab



BAB I
PENDAHULUAN

         
A.  Latar Belakang
Ketidakpuasan kepada metode langsung yang kurang memberikan perhatian kepada kemahiran membaca dan menulis, mendorong para guru dan para ahli bahasa untuk mencari metode baru. Pada waktu itu, berkembang opini di kalangan para guru bahwa mengajarkan bahasa asing dengan target penguasaan semua ketrampilan berbahasa adalah sesuatu yang mustahil.
Oleh karena itu, Profesor Coleman dan kawan-kawan dalam sebuah laporan yang ditulis pada tahun 1929 menyarankan penggunaan suatu metode dengan satu tujuan pengajaran yang lebih realistis, yang paling diperlukan oleh para pelajar, yakni ketrampilan membaca. Metode kemudian yang dinamai “ metode membaca ” ini digunakan di sekolah menengah dan perguruan tinggi di seluruh Amerika dan negara-negara lain di Eropa. Meskipun disebut “ metode membaca ”, tidak berarti bahwa kegiatan belajar mengajar terbatas pada latihan membaca. Latihan menulis dan berbicara juga diberikan meskipun dengan porsi yang terbatas.
Metode membaca merupakan salah satu metode yang cukup terkenal dalam pembelajaran bahasa asing. Metode ini bertujuan untuk mengajarkan kemahiran membaca bahasa asing. Untuk mengetahui lebih lanjut yang berkaitan dengan metode membaca, mari kita diskusikan terkait masalah yang berkaitan dengan metode membaca ini dan menyempurnakan kekurangan dari makalah kami ini.

         B. Rumusan Masalah
                 1.    Apa pengertian metode membaca ?
                 2.    Bagaimana karakteristik metode membaca ?
                 3.    Apa saja ciri metode membaca ?
                 4.    Bagaimana langkah-langkah pembelajaran metode membaca ?
                





BAB II
PEMBAHASAN

           A. Pengertian Metode Membaca
Metode Membaca ini lahir dari pemikiran para ahli pengajaran bahasa asing pada awal abad 20. Teori ini dipelopori oleh beberapa pendidik Inggris dan Amerika. (West 1926), yang mengajar bahasa Inggris di India, berpendapat bahwa belajar membaca secara lancar jauh lebih penting bagi orang India yang belajar bahasa Inggris dibanding berbicara. West menganjurkan suatu penekanan pada membaca bukan hanya karena dia menganggap hal itu sebagai ketrampilan yang paling bermanfaat yang harus diperoleh dalam bahasa asing tetapi juga karena hal itulah yang paling mudah, ketrampilan dengan nilai tambah yang paling besar pada siswa pada tahap-tahap awal pembelajaran bahasa.
Metode membaca ini memang mendapat banyak kritik-kritik, baik pada metode waktu itu dianjurkan di Amerika. Begitu pula selama perang dunia II tatkala kemampuan berbicara dalam berbagai bahasa merupakan prioritas nasional di Amerika Serikat. Akan tetapi, sejak perang itu terdapat suatu pembaharuan minat dalam pengajaran bahasa-bahasa untuk tujuan-tujuan tertentu seperti membaca sastra dan pustaka ilmiah. Di luar Amerika Serikat pada tahun 1929-an metode membaca ini mulai digunakan.
Membaca merupakan kemampuan mengenali dan memahami isi sesuatu yang tertulis (lambang-lambang tertulis) dengan melafalkan atau mencernanya di dalam hati. Membaca hakekatnya adalah suatu proses komunikasi antara pembaca dan penulis melalui teks yang ditulisnya, maka secara langsung di dalamnya ada hubungan kognitif antara bahasa lisan dan bahasa tulisan. Tarigan (1994/III:7) melihat bahwa membaca adalah proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/ bahasa tulis.
Metode membaca adalah menyajikan materi pelajaran dengan cara lebih dahulu mengutamakan membaca, yakni guru pertama membacakan topik bacaan, dan diikuti oleh peserta didik, tapi kadang-kadang guru dapat menunjuk langsung anak didik untuk membacakan pelajaran tertentu terlebih dahulu, dan yang lain memperhatikan dan mengikutinya.
Membaca melibatkan tiga unsur, yaitu: makna sebagai unsur isi bacaan, kata sebagai unsur yang membawakan makna, dan simbol tertulis sebagai unsur visual. Perpindahan simbol tertulis ke dalam bahasa ujaran itulah, menurut Ibrahim (1962:57), disebut membaca.

B.   Karakteristik Metode Membaca
                          1.Tujuan utamanya adalah kemahiran membaca.
  2.Materi pelajaran berupa buku bacaan utama dengan suplemen daftar kosa kata        dan pertanyaan-pertanyaan isi bacaan, buku bacaan penunjang untuk perluasan buku latihan mengarang terbimbing dan percakapan.
  3.Basis kegiatan pembelajaran adalah memahami isi bacaan. Pemahaman isi bacaan       melalui proses analisis,
                           4. Membaca diam lebih diutamakan dari pada membaca keras.
                           5.Kaidah bahasa diterangkan seperlunya tidak boleh berkepanjangan.

          C.Ciri-ciri Metode Membaca dalam Pembelajaran Bahasa Arab
1.Biasanya metode ini memulai dengan memberi latihan sebentar kepada siswa   tentang ketrampilan bertutur kemudian mendengarkan beberapa kalimat sederhana dan mengucapkan kata-kata serta kalimat hingga siswa mampu menyusun kalimat. Berangkat dari inilah bahwa bentuk yang disusun oleh siswa tentang aturan tutur bahasa akan memberi andil dalam mengembangkan ketrampilan berkomunikasi.
2.Setelah siswa berlatih mengucapkan beberapa kalimat kemudian mereka membacanya dalam teks. Guru bertugas mengembangkan sebagian ketrampilan membaca dalam hati bagi murid-murid.
3. Setelah itu para siswa membaca teks dengan Qira’ah jahriyah (membaca dengan keras) yang diikuti dengan beberapa pertanyaan seputar teks untuk menguatkan pemahaman.
4.Membaca terbagi menjadi dua macam yaitu membaca intensif dan membaca   lepas, masing-masing mempunyai tujuan yang berbeda. Membaca intensif bertujuan untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dasar membaca dan ketrampilan ini membutuhkan perbendaharaan kata serta pengetahuan kaidah-kaidah tata bahasa. Ketrampilan membaca ini mengembangkan ketrampilan pemahaman bagi siswa di bawah bimbingan guru kelas.
5. Adapun Qira’ah lepas maka bisa dilaksanakan di luar kelas. Dibenarkan guru memberikan tugas kepada siswa untuk membaca dan membatasi apa yang harus dibaca serta mendiskusikannya.
6.Membaca lepas memberikan andil dalam pencapaian siswa pada khazanah arab, membaca kitab-kitab dan semi arab. Dan dari sini akan memberikan tambahan pemahaman mengenai kebudayaan arab.

          D.  Langkah-Langkah Pembelajaran Metode Membaca
a)      Guru memulai pembelajaran dengan memberikan kata-kata dan ungkapan yang dianggap sulit yang akan ditemui oleh siswa dalam teks, menjelaskan makna kata-kata ungkapan tersebut dengan definisi konteks dan contohdalam kalimat lengkap.
b)      Setelah itu siswa diminta untuk mmbaca dalam hati teks bacaan yang sudah diprogramkan Selma kurang lebih 25 menit.
c)      Pembelajaran dilanjutkan dengan diskusi mengenai kandungan/isi bacaan yang bisaberupa Tanya jawab dengan menggunakan bahasa ibu siswa.
d)     Setelah menguasi isi bacaan,guru membimbing siswa menyimpulkan suatu aturan tata bahasa dalam bacaan. Dan jika dirasa perlu, guru akan memberikan penjelasan tentang tata bahasatersebut secara singkat.
e)      Kalau masih ada kosa kata yang belum dipahamioleh siswa ,maka pembelajaran akan dilanjutkan dengan pembahasan kosa kata yang belum dipahami atau belum dibahas sebelumnya.
f)       Berikutnya para siswa akan mengerjakan tugas-tugas yang ada dalam bukuseplemen,yaitu menjawab pertanyaan tentang isi bacaan latihan ,bahan bacaan latihan menulis.
g)      Setelah selesai mengerjakan latihan, bahan bacaan perluaran diberikan untuk dipelajaridirumah dan hasilnya dilaporkan pada pertemuan berikutnya.











BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
·      Metode Membaca merupakan kemampuan mengenali dan memahami isi sesuatu yang tertulis (lambang-lambang tertulis) dengan melafalkan atau mencernanya di dalam hati.
·      Karakteristik Metode Membaca : Tujuan utamanya adalah kemahiran membaca. Materi pelajaran berupa buku bacaan utama dengan suplemen daftar kosa kata dan pertanyaan-pertanyaan isi bacaan. Basis kegiatan pembelajaran adalah memahami isi bacaan. Membaca diam lebih diutamakan dari pada membaca keras. Kaidah bahasa diterangkan seperlunya tidak boleh berkepanjangan.
·      Ciri-ciri metode membaca : Biasanya metode ini memulai dengan memberi latihan sebentar kepada siswa tentang ketrampilan bertutur kemudian mendengarkan beberapa kalimat sederhana dan mengucapkan kata-kata serta kalimat hingga siswa mampu menyusun kalimat. Setelah siswa berlatih mengucapkan beberapa kalimat kemudian mereka membacanya dalam teks. Setelah itu para siswa membaca teks dengan Qira’ah jahriyah (membaca dengan keras). Membaca terbagi menjadi dua macam yaitu membaca intensif dan membaca lepas. Adapun Qira’ah lepas maka bisa dilaksanakan di luar kelas. Membaca lepas memberikan andil dalam pencapaian siswa pada khazanah arab, membaca kitab-kitab dan seni arab.
·      Adapun metode membaca diantaranya : Membaca nyaring (al-Qira’ah al-Jahriyyah), Membaca diam / membaca dalam hati (al-Qira’ah al-Shamitah), Membaca pemahaman, Membaca kritis, Membaca ide.










DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Ahmad Fuad. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Malang: Kinara, 2009.
Fachrurrozi, Aziz & Erta Mahyuddin, Pembelajaran Bahasa Asing. Jakarta Timur: Bania Publising, 2010.
          Hamid, M. Abdul, dkk. Pembelajaran Bahasa Arab, Pendekatan, Metode, Strategi, Materi, dan Media. Malang: UIN Malang Press, 2008.
Hermawan, Acep. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2011.
Nuha, Ulin. Metodologi Super Efektif Pembelajaran Bahasa Arab. Jogjakarta: DIVA PRESS, 2012.
Yusuf, Tayar dan Syaiful Anwar. Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997.



Sabtu, Desember 12, 2020

 Mengenal Islam: Makna, Karakteristik, dan Sejarah Masuknya di Indonesia

Mengenal Islam: Makna, Karakteristik, dan Sejarah Masuknya di Indonesia

Mengenal Islam: Makna, Karakteristik, dan Sejarah Masuknya di Indonesia




gudangmakalah165.blogspot.com - Islam adalah agama universal yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada para Rasul-Nya untuk menjadi pedoman hidup umat manusia. 

Sejak pertama kali diturunkan hingga hari ini, Islam terus menyebar dari satu generasi ke generasi berikutnya, menjadi petunjuk hidup yang tak lekang oleh waktu. 

Islam bukan hanya sekadar agama, tetapi juga rahmat dan hidayah bagi seluruh alam semesta, sebagaimana tercermin dari sifat Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Saat ini, umat Islam menjadi komunitas keagamaan terbesar di dunia setelah Kristen. Bahkan, banyak orang yang kemudian memutuskan untuk memeluk Islam (mualaf) setelah mengenal lebih dalam ajaran Nabi Muhammad SAW. 

Hal ini menunjukkan bahwa Islam memiliki daya tarik spiritual dan intelektual yang kuat. 
Namun di balik jumlah yang besar itu, muncul tantangan tersendiri: banyak yang mengaku Muslim tetapi belum memahami makna sejati dari keislaman. 



Ada yang sekadar menjadikan identitas Islam sebagai pelengkap administratif di KTP, tanpa menghayati nilai-nilainya.

Fenomena ini menjadi pengingat bagi kita semua akan pentingnya memahami Islam tidak hanya secara ritual, tetapi juga secara esensial. 

Maka dari itu, tulisan ini hadir untuk mengupas lebih dalam tentang makna Islam dari sisi bahasa, istilah, dan syariat. 

Tak hanya itu, kita juga akan membahas karakteristik unik Islam serta sejarah panjang bagaimana agama ini masuk dan berkembang di bumi Indonesia.

Apa Itu Islam?

1. Pengertian Agama dari Berbagai Bahasa

Sebelum memahami Islam secara khusus, mari kita lihat terlebih dahulu makna agama secara umum dari beberapa perspektif bahasa:

Bahasa Sanskerta: Kata "agama" berasal dari gabungan ‘a’ (tidak) dan ‘gama’ (kacau), yang berarti "tidak kacau". Dalam arti lain, agama adalah jalan yang menuntun manusia menuju keteraturan dan keridhaan Tuhan.



Bahasa Inggris: Kata “religion” berasal dari bahasa Latin “relegere” yang berarti mengumpulkan atau membaca. Dalam konteks agama, ini merujuk pada kumpulan ajaran suci yang menjadi panduan hidup umat manusia.

Bahasa Arab: Agama dikenal dengan istilah “din” yang memiliki berbagai makna seperti balasan, perhitungan, peraturan, dan kepatuhan. Din mengandung unsur hukum ilahi yang mengatur perilaku manusia dan membedakan pahala serta dosa.

2. Definisi Islam secara Etimologis

Secara etimologi, kata Islam berasal dari bahasa Arab "salima" yang berarti selamat atau damai. Dari akar kata ini terbentuk kata aslama yang berarti berserah diri, tunduk, dan patuh kepada kehendak Allah. Maka, seorang Muslim adalah mereka yang menyerahkan dirinya kepada Allah secara total, baik dalam keyakinan maupun perbuatan.

3. Definisi Islam secara Terminologi

Secara terminologis, Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada umat manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul terakhir. Islam adalah sistem hidup yang menyeluruh, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia—mulai dari ibadah, sosial, ekonomi, pendidikan hingga pemerintahan.



Islam membawa ajaran yang sempurna dan paripurna untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam. Ajaran-ajarannya bersumber dari Al-Qur’an sebagai kitab suci, serta hadits Rasulullah SAW sebagai penjelas sekaligus teladan pelaksanaannya.

4. Islam dalam Perspektif Syar’i

Secara syar’i, Islam didefinisikan sebagaimana dijelaskan dalam firman-firman Allah dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi Muhammad SAW. Beberapa ayat penting antara lain:

"Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam." (QS Ali Imran: 19)

"Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (QS Ali Imran: 85)

"Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu." (QS Al-Maidah: 3)

“Barang siapa yang Allah kehendaki untuk diberi petunjuk, niscaya Dia lapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam." (QS Al-An'am: 125)

"Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Islam." (QS Ali Imran: 102)

Dari ayat-ayat ini, jelas bahwa Islam bukan hanya sekadar identitas, tetapi sebuah jalan hidup yang harus dijalani dengan penuh kesadaran dan keimanan.

Karakteristik Unik Agama Islam

Islam bukanlah agama yang stagnan atau kaku. Justru sebaliknya, Islam hadir sebagai agama yang menyatu dengan fitrah manusia. Berikut adalah enam karakteristik utama yang menjadikan Islam unik dan membedakannya dari agama-agama lainnya:

1. Agama Fitrah
   Islam sesuai dengan naluri manusia, membawa ajaran yang alami dan mudah diterima oleh akal dan hati nurani.

2. Agama Rasional
   Ajaran Islam sangat logis dan mengajak umatnya untuk berpikir, menalar, serta menggunakan akal dalam memahami kebenaran.

3. Agama Moderat
   Islam menekankan keseimbangan antara dunia dan akhirat, antara hak dan kewajiban, serta antara spiritualitas dan sosialitas.

4. Agama yang Mudah
   Ajaran Islam tidak memberatkan umatnya. Dalam kondisi tertentu, Islam memberikan keringanan (rukhshah) seperti menjamak salat saat safar.

5. Agama Tauhid
   Pondasi utama Islam adalah tauhid, yakni pengesaan kepada Allah. Segala aspek dalam Islam berorientasi pada keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

6. Agama yang Sempurna
   Islam mencakup seluruh aspek kehidupan manusia—ibadah, muamalah, akhlak, hukum, hingga urusan kenegaraan.

Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia

Perjalanan Awal

Sebelum kedatangan Islam, masyarakat Indonesia telah mengenal berbagai agama dan kepercayaan seperti animisme, dinamisme, Hindu, dan Buddha. 
Bukti sejarah berupa candi dan prasasti menunjukkan bahwa budaya spiritual telah lama berkembang di nusantara. Namun, kedatangan Islam membawa semangat baru dalam kehidupan masyarakat.

Para sejarawan memiliki beberapa teori mengenai asal mula masuknya Islam ke Indonesia:

1. Teori Gujarat
   Teori ini menyebutkan bahwa Islam masuk melalui pedagang dari Gujarat, India, sekitar abad ke-13. Pendukung teori ini adalah Snouck Hurgronje.

2. Teori Persia
   Menurut teori ini, Islam masuk dari Persia. Bukti kesamaan budaya dan tradisi menjadi dasar pendapat ini, seperti peringatan 10 Muharram (Asyura).

3. Teori Arab
   Beberapa ulama seperti Hamka dan Alwi Shihab meyakini bahwa Islam masuk langsung dari Mekkah dan Madinah, sejak abad ke-7, dibawa oleh para pedagang Arab.

Cara Islam Menyebar di Indonesia

Penyebaran Islam di Indonesia tidak terjadi secara agresif atau melalui penaklukan, tetapi melalui pendekatan damai dan budaya yang sangat efektif. Berikut beberapa jalur penyebaran Islam di Indonesia:

1. Melalui Perdagangan
   Interaksi antara pedagang Arab dan masyarakat lokal sangat intens. Hubungan ekonomi yang baik memudahkan para pedagang menyampaikan ajaran Islam. Mereka tidak hanya berdagang, tapi juga berdakwah. Hal ini ditandai dengan tumbuhnya kerajaan Islam seperti Samudra Pasai dan Malaka.

2. Melalui Budaya (Kultural)
   Para wali songo memainkan peran penting dalam metode dakwah kultural. Sunan Kalijaga, misalnya, menyisipkan nilai-nilai Islam dalam pertunjukan wayang. Sunan Giri menciptakan permainan anak-anak bernuansa Islam seperti cublak-cublak suweng. Islam disebarkan melalui seni dan budaya yang telah melekat di hati masyarakat.

3. Melalui Pendidikan
   Pesantren menjadi pusat penyebaran Islam yang sangat efektif. Banyak tokoh dakwah berasal dari pesantren, seperti Datuk Ribandang yang mengislamkan kerajaan Gowa-Tallo. Para santri juga berperan aktif menyebarkan Islam ke berbagai wilayah Indonesia.

4. Melalui Kekuasaan Politik
   Peran para Sultan sangat penting dalam memperkuat posisi Islam. Kesultanan Demak di Jawa dan kerajaan Gowa-Tallo di Sulawesi menjadi pusat dakwah dan pelindung bagi para mubaligh. Dukungan politik ini menjadikan Islam berkembang lebih luas dan mapan.

Penutup

Islam adalah agama yang sempurna dan menyeluruh, mengatur setiap aspek kehidupan umat manusia. Bukan hanya sebagai sistem keyakinan, tetapi juga sebagai sistem sosial, politik, budaya, dan pendidikan yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kedamaian, dan kasih sayang.

Pemahaman terhadap Islam secara etimologis, terminologis, dan syar’i sangat penting agar kita tidak hanya menjadi Muslim dalam dokumen, tetapi juga dalam hati, pikiran, dan tindakan. Dengan mengetahui karakteristik Islam serta sejarah masuknya di Indonesia, kita bisa lebih menghargai dan menghayati ajaran Islam sebagai rahmat yang tak ternilai.


Senin, November 11, 2019

MAKALAH “ STUDI ISLAM DI INDONESIA (PEMKIRAN PARA TOKOH DI INDONESIA)

MAKALAH “ STUDI ISLAM DI INDONESIA (PEMKIRAN PARA TOKOH DI INDONESIA)


MAKALAH“ STUDI ISLAM DI INDONESIA 

(PEMKIRAN PARA TOKOH DI INDONESIA)



Hasil gambar untuk PEMIKIRAN PARA TOKOH DI INDONESIA)


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Sejak awal mula, Islam sangat mendorong umatnya untuk menggali ilmu dengan melakukan pengkajian dan pengamatan terhadap fenomena alam yang merupakan tanda kekuasaan Allah SWT. Dengan mengamati dan memperhatikan berbagai fenomena alam yang terbentang luas itu, niscaya manusia akan memahami eksistensi dirinya sebagai makhluk dan Allah SWT sebagai Sang Khalik. Dalam kontek itulah maka setiap muslim diwajibkan untuk mencari Ilmu sejak lahir sampai meninggal.
Memahami pendidikan Islam tidak semudah mengurai kata “Islam” dari kata “pendidikan”, karena selain sebagai predikat, Islam juga merupakan satu subtansi dan subjek penting yang cukup komplek. Karenanya, untuk memahami pendidikan Islam berarti kita harus melihat aspek utama missi agama Islam yang diturunkan kepada umat manusia dari sisi pedagogis. Sesungguhnya merefleksikan nilai-nilai pendidikan yang mampu membimbing dan mengarahkan manusia sehingga menjadi manusia sempurna. Islam sebagai agama universal telah memberikan pedoman hidup bagi manusia menuju menuju kehidupan bahagia, yang pencapaiannya bergantung pada pendidikan. Pendidikan merupakan kunci penting untuk membuka jalan kehidupan manusia.[1]
Untuk dapat mengenal pendidikan secara lebih mendalam perlu ditelaah pandangan-pandangan orang-orang yang berdedikasi dalam dunia pedidikan. Dalam makalah ini akan dibahas tentang pendidikan Islam dalam pemikiran beberapa tokoh yang terkenal di Indonesia. Semoga mampu memberikan kesegaran dalam dahaga kita akan wacana tentang pendidikan, khususnya pendidikan Islam.
B.       Rumusan Masalah
1.             Apa pengertian dari pendidikan Islam ?
2.             Bagaimana pemikiran para ahli tentang pendidikan ?
C.      Tujuan
1.             Mengetahui pengertian pendidikan Islam.
2.             Mengetahui pemikiran para ahli tentang pendidikan.









BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendidikan Islam
Hakekat pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.[2]
Al-Qur'an dan Sunnah Rasul merupakan sumber ajaran Islam, maka pendidikan Islam pada hakekatnya tidak boleh lepas dari kedua sumber tersebut. Dalam kedua sumber tersebut pendidikan lebih dikenal dengan istilah-istilah yang pengertiannya terkait dengan pendidikan, yaitu at-Tarbiyah. Pendidikan atau at-Tarbiyah menurut pandangan Islam adalah bagian dari tugas manusia sebagai Khalifah Allah di bumi. Allah adalah Rabb al-’Alamin juga Rabb al-Nas. Tuhan adalah “yang mendidik makhluk alamiah dan juga yang mendidik manusia.”[3]
Jadi, jelaslah bahwa proses pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan di dalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individual dan sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitar di mana ia hidup. Proses tersebut harus senantiasa berada di dalam nilai-nilai Islami, yaitu nilai-nilai yang melahirkan norma-norma syari’ah yang sesuai dengan pendidikan Islam.


B.    Pemikiran Pendidikan Menurut Para Ahli
1.      Zainuddin Labay
Zainuddin Labay al-Yunusi, dilahirkan di Bukit Surungan, Padang Panjang pada tahun 1980. Menurut Deliar Noer, Zainuddin Labay dapat disebut seorang otodidak yang menjadi “orang” dengan tenaga sendiri.[4] Ia tidak pernah memperoleh pendidikan yang sistematis. Ia hanya belajar dua tahun di sekolah negeri dan dua tahun lagi belajar agama pada Syaikh Muhammad Yunus, ayahnya. Karena ayahnya seorang ulama’, dia belajar agama di Surau ayahnya dan beberapa Surau lainnya. Namun, sumber lain menyebutkan bahwa Labay ketika kecil masuk sekolah gubernemen selama 4 tahun.[5]
Dalam bidang pendidikan Labay termasuk seorang yang mula-mula memperkenalkan sistem sekolah yang baru. Dengan mernbuka sekolah guru Diniyah (1915)[6] ia mempergunakan sistem berkelas dengan kurikulurn yang lebih teratur yang mencakup juga pengetahuan umum seperti bahasa, matematika, sejarah, ilmu bumi, di samping pelajaran agama. Ia juga mengorganisir sebuab klub musik untuk murid-muridnya.
Pada tahun 1916 ketika dia masih menjadi murid dan membantu mengajar H. Abdul Karim Amrullah di Jembatan Besi, Zainuddin Labay mendirikan Madrasah Diniyah, yang merupakan madrasah sore untuk pendidikan agama yang diorganisasikan berdasarkan sistem klasikal dan tidak mengikuti sistem pengajaran tradisional yang individual. Begitu pula susunan pelajarannya berbeda dengan yang lain, yaitu dimulai dengan pengetahuan dasar bahasa Arab sebelum mulai membaca al-Qur’an. Di samping pendidikan agama, juga diberikan pendidikan umum, terutama sejarah dan ilmu bumi. Dalam kelas tertinggi mata pelajaran tersebut menggunakan buku-buku bahasa Arab dan dengan begitu mata pelajaran ini lebih bersifat ekstra bahasa Arab daripada ilmu bumi atau sejarah.[7]
Dari uraian di atas, dapat diambil beberapa hal-hal sebagai berikut. Pertama, ia berjasa dalam mengembangkan bahasa Arab baik sebagai bahasa pengantar, maupun bahasa yang digunakan dalam kegiatan sehari-hari. Kedua, ia telah memperkenalkan model pendidikan yang masa itu belum lazim digunakan, yaitu model klasikal. Ketiga, ia telah memperkenalkan pengetahuan modern ke dalarn kurikulum pendidikan Islam.

2.      KH. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan dilahirkan pada tahun 1868 sebagai anak salah seorang dari 12 khatib Masjid Agung Yogyakarta. Sumber lain menyebutkan bahwa Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 dengan nama Muhammad Darwis, anak dari seorang KH. Abubakar bin Kyai Sulaiman. Ibunya adalah anak Haji Ibrahim.[8] Setelah ia menyelesaikan pendidikan dasarnya dalam nahwu, fiqih dan tafsir di Yogya dan sekitarnya, ia pergi ke Mekkah tahun 1890 di mana ia belajar selama setahun. Salah seorang gurunya ialah Syaikh Ahmad Khatib. Sekitar tahun 1903 ia mengunjungi kembali tanah suci di mana ia menetap di sana selama dua tahun.[9]
Pada tanggal 18 November 1912 Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah bersama teman-temannya. Tujuan Muhammadiyah terutama untuk mendalami agama Islam di kalangan anggota sendiri dan menyebarkan ajaran agama Islam di luar anggotanya. Pandangan Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan dapat dilihat pada kegiatan pendidikan yang dilaksanakan oleh Muhammadiyah. Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah melanjutkan model sekolah yang digabungkan dengan sistem pendidikan gubernemen. Di samping sekolah desa di kampungnya sendiri, Ahmad Dahlan juga membuka sekolah yang sama di kampung Yogya yang lain.[10]
Di samping mendirikan sekolah yang mengikuti model gubernemen, Muhammadiyah dalam waktu singkat juga mendirikan sekolah yang lebih bersifat agama, usaha tersebut dapat dianggap sebagai realisasi dari rencana Sarekat Islam yang semenjak tahun 1912 berusaha mendirikan sekolah pendidikan agama, yang dapat menyaingi sekolah pendidikan gubernemen. Pada tanggal 8 Desember 1921, Muhammadiyah sudah dapat mendirikan Pondok Muhammadiyah sebagai sekolah pendidikan guru agama.[11]
Muhammadiyah berhasil melanjutkan model pembaharuan pendidikan disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa ia menghadapi lingkungan sosial yang terbatas pada pegawai, guru maupun pedagang di kota. Kelompok menengah di kota dalam banyak hal merupakan latar belakang sosial yang dominan dalam Muhammadiyah hingga sekarang ini. Kelompok ini juga mementingkan pendidikan model Barat. Oleh karena itu, Muhammadiyah dengan menyediakan model pendidikan Barat ditambah dengan pendidikan agama, mendapatkan hasil yang baik dalam kalangan ini.[12]Pada masa Indonesia merdeka, Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah, madrasah-madrasah berlipat ganda banyaknya dari pada masa penjajahan Belanda dahulu. Yang terdiri dari sekolah agama dan terdapat pula sekolah umum Muhammadiyah.[13]
Dari uraian tersebut dapat diketahui ide-ide pendidikan yang dikemukakan oleh Ahmad Dahlan yaitu beliau sebagai pembawa pembaharuan dalam sistem pendidikan, yang semula sistem pesantren menjadi sistem sekolah, memasukkan pelajaran umum ke dalam sekolah-sekolah agama atau madrasah, dan Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Islam yang paling pesat dalam mengembangkan lembaga pendidikan yang lebih bervariasi yaitu Muhammadiyah.

3.      KH. Hasyim Asy’ari
KH. Hasyim Asy’ari lahir di Gedang. Jombang Jawa Timur, hari Selasa 24 Dzulqo’dah 1287 H. bertepatan dengan 14 Februari 1871 M. Ayahnya bernama Asy’ani ulama asal Demak, yang merupakan keturunan ke-8 dan Jaka Tingkir yang menjadi Sultan Pajang di tahun 1568, dan Jaka Tingkir ini merupakan anak Brawijaya IV yang menjadi raja Majapahit. Sedangkan ibunya bernama Halimah. puteri kiai Usman. pendiri dan pengasuh pesantren Gedang Jawa Timur, tempat ia dilahirkan.[14]
KH. Hasyim Asy’ari merupakan pendiri Nahdhatul Ulama (NU), bersama KH. Wahab Hasbullah dan KH. Bisri Syansuri, yang didirikan di Surabaya pada tanggal 16 Rajab 1344, bertepatan tanggal 31 Januari 1926. Organisasi NU bermaksud untuk mempertahankan praktik keagamaan yang sudah mentradisi di Nusantara untuk mengimbangi gencarnya ekspansi pembaruan Islam. NU sendiri memberikan perhatian besar bagi pendidikan, khususnya pendidikan tradisional yang harus dipertahankan keberadaannya. Kemudian NU mendirikan madrasah-madarasah dengan model Barat.[15]
Dalam hidupnya, beliau juga ikut berperan penting dalam bidang politik nasional. Di samping itu, beliau menjadi salah satu motivator para pejuang bangsa Indonesia dalam mengusir pendudukan kolonial di tanah air, untuk meraih kemerdekaan. Akhir hayatnya, KH. Hasyim Asy’ari wafat pada tanggal 7 Ramadhan 1366 H, bertepatan tanggal 25 Juli 1947, disebabkan tekanan darah tinggi.[16]
Tentang pemikiran pendidikan KH. Hasyim seperti tertuang dalam bukunya Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim, sebenarnya sudah banyak mendapat perhatian. Kitab yang terdiri atas delapan bab, secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian penting, menyangkut siginifikansi pendidikan, tanggung jawab dan tugas murid, serta tanggung jawab dan tugas guru, menurut Zuhairi Misrawi, merupakan resume dari tiga kitab: Adâb al-Mu’allim Ibn Sahnun (w. 871 M), Ta’lîm al-Muta’allim fî Wariqat al-Ta’allum al-Zarnuji (w. 1222 M), dan Tadhkirah al-Syam’i wa al-Mutakallim fî Adab al-‘Alim wa al-Mutakallim Ibnu Jamaah (w. 1333 M) .[17]
Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu, pertama bagi murid, hendaknya ia berniat suci menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal duniawi dan jangan melecehkan atau menyepelekan. Kedua, bagi guru, dalam mengajarkan ilmu hendaknya ia meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi semata-mata. Dalam hal belajar, yang menjadi titik penekanannya adalah pada pengertian bahwa belajar itu merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah yang mengantarkan seseorang untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Karenanya, belajar harus diniati untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan sekadar menghilangkan kebodohan.[18]
Jadi, KH. Hasyim Asy’ari merupakan pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdhatul Ulama (NU). Beliau juga menjadi salah satu motivator para pejuang bangsa Indonesia dalam mengusir pendudukan kolonial di tanah air, untuk meraih kemerdekaan dan tentang pemikiran pendidikan KH. Hasyim tertuang dalam bukunya Adâb al-‘Âlim wa al-Muta’allim, yang lebih menekankan pada adab (etika) dalam pendidikan.

4.      KH. Imam Zarkasyi
KH. Imam Zarkasyi dilahirkan di Gontor, 21 Maret 1910 dan wafat di Madiun, 30 April 1985. KH. Imam Zarkasyi adalah putra bungsu dari tujuh bersaudara, dari pasangan Kyai Santoso Anom Bashri dan Nyai Sudarmi Santoso. Imam Zarkasyi dibesarkan di lingkungan keluarga muslim yang taat beragama, ayahnya seorang kyai besar di Pondok Gontor.
Pemikiran pendidikan KH. Imam Zarkasyi yang cukup terkenal dalam pengembangan dunia pendidikan pesantren salah satunya adalah panca jiwa. Panca jiwa tersebut merupakan nilai-nilai yang terdiri atas lima unsur yang yang harus dijadikan pegangan setiap santri. Diantara isi dari panca jiwa tersebut antara lain:
a.         Nilai keihklasan, sebagai poin pertama isi dari panca jiwa yang bisa diartikan sebagai berbuat sesuatu bukan karna didorong oleh keinginan memperoleh keuntungan tertentu, namun yang dilakukan dengan niat semata mencari ibadah kepada Allah SWT.
b.        Nilai kesederhanaan, yakni mendidik orang untuk hidup apa adanya menggunakan sesuatu sesuai keperluannya tanpa berlebih-lebihan.
c.         Nilai kemandirian (menolong diri sendiri) juga menjadi bagian dari jiwa setiap santri, kemandirian merupakan senjata utama menuju masa depan yang penuh harapan. Kemandirian pun tidak sebatas bersifat lahir namun tidak bersifat objek tetapi subjek yang menentukan pola, agenda yang dilakukan kegiatan sehari-hari.
d.        Nilai persaudaraan, kehidupan di pondok pesantren diliputi suasana persaudaraan yang akrab, sehingga segala suka dan duka dirasakan bersama dalam jalinan ukhuwah Islamiyah. Tidak ada dinding yang dapat memisahkan antara mereka. Ukhuwah ini bukan saja selama mereka di pesantren, tetapi juga mempengaruhi ke arah persatuan umat dalam masyarakat setelah mereka terjun di lapangan kehidupan sesungguhnya.
e.         Nilai kebebasan, berarti mengandung pengertian bukan terlalu bebas (liberal) sehingga kehilangan arah  dan tujuan serta prinsip bukan juga terlalu bebas untuk dipengaruhi, bukan bebas semau-maunya sendiri sebagaimana seperti anarkis. Dengan demikian kebebasan ini diberikan kepada setiap santri untuk secara jujur menjawab sesuatu perbuatan atau tindakan yang dilakukan itu baik dan buruk .[19]
Sedangkan dalam aspek kurikulum menurut KH. Imam Zarkasyi merancang secara komprehensif. Artinya kurikulum tidak sebatas diartikan sebagai rencana studi, tetapi mencakup segala pengalaman belajar yang penting untuk dilalui para santri selama proses belajar. Adapun isi kurikulum pondok modern gontor  tidak hanya pendidikan islam saja namun pendidikan umum juga.[20]
Pemikiran pendidikan KH. Imam Zarkasyi dalam pengembangan dunia pendidikan pesantren salah satunya adalah panca jiwa. ada juga dalam gagasan beliau akan pentingnya pendidikan kemandirian menjadi sebuah keniscayaan agar santri berani menatap dan menentukan


BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Arifin,H.M. 1991. Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis Dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara

Aziz, Safrudin. 2015. Pemikiran Pendidikan Islam (Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer). Yogyakarta: Kalimedia

Khuluq, Lathiful, 2000. Fajar Kebangunan Ulama Biografi KH. Hasyim Asy’ari. Yogyakarta: Lkis

Kurniawan, Syamsul & Erwin Mahrus. 2013. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. Maguwoharjo: Ar Ruzz Media,

Nata, Abudin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu

Noer, Delier. 1985. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES

Rahman, Musthofa. 2001. Pendidikan Islam dalam Perspektif al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Suwendi. 2004. Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Zuhairini. 1995. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara





[1]Musthofa Rahman, Pendidikan Islam dalam Perspektif al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001, hlm. 2
[2]M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis Dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 32.
[3]Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 147.
[4]Delier Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1985), hlm. 48
[5]Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 187
[6] Ibid,. hlm. 189
[7]Ibid,. hlm. 189

[8]Delier Noer, Op.Cit., hlm. 85
[9]Ibid,. hlm. 85
[10]Abudin Nata, Op.Cit., hlm. 206
[11]Ibid,. hlm. 206
[12]Ibid,. hlm. 207
[13]Ibid,. hlm. 208
[14]Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama Biografi KH. Hasyim Asy’ari, (Yogyakarta: Lkis, 2000), hlm.  15
[15]Ibid,. hlm. 16
[16] Ibid, hlm. 17
[17]Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 146.
[18] Syamsul Kurniawan & Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam (Maguwoharjo: Ar Ruzz Media, 2013), hlm. 212
[19] Safrudin AzizPemikiran Pendidikan Islam (Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer), (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), hlm. 284
[20]Ibid, hlm. 286.