--> Fragmen Ilmiah | Deskripsi Singkat Blog di Sini

Nyaris Informasi, Hampir Fakta

Total Tayangan Halaman

02/06/25

Ancaman Resistensi Antibiotik: Mengapa CZA Tidak Lagi Ampuh?

Ancaman Resistensi Antibiotik: Mengapa CZA Tidak Lagi Ampuh?

Ancaman Resistensi Antibiotik: 

Mengapa CZA Tidak Lagi Ampuh?

Salah satu antibiotik canggih, ceftazidime/avibactam (CZA), yang biasa digunakan untuk melawan infeksi berat di rumah sakit, kini mulai kehilangan kekuatannya. 

fragmenilmiah.com - Pernahkah kamu mendengar tentang superbug? Bakteri yang kebal terhadap antibiotik ini kini jadi ancaman serius di dunia kesehatan. 

Salah satu antibiotik canggih, ceftazidime/avibactam (CZA), yang biasa digunakan untuk melawan infeksi berat di rumah sakit, kini mulai kehilangan kekuatannya. 

Penelitian terbaru yang diterbitkan di Annals of Clinical Microbiology and Antimicrobials (2025) mengungkap bagaimana bakteri Klebsiella pneumoniae dan Pseudomonas aeruginosa yang tahan karbapenem (CRKP dan CRPA) mengembangkan resistensi terhadap CZA di sebuah unit perawatan intensif (ICU) di Tiongkok. 

Yuk, kita kupas apa yang membuat bakteri ini begitu sulit dilawan dan apa artinya bagi kita semua!

Apa Itu CZA dan Mengapa Penting?

CZA adalah kombinasi antibiotik generasi baru yang digunakan untuk mengobati infeksi berat, seperti pneumonia rumah sakit atau infeksi saluran kemih, yang disebabkan oleh bakteri tahan obat. 

CZA bekerja dengan cara menghambat enzim beta-lactamase yang diproduksi bakteri untuk menetralkan antibiotik. Namun, penelitian ini menemukan bahwa bakteri CRKP dan CRPA di ICU Jiangsu, Tiongkok, dari Agustus 2020 hingga Februari 2021, telah menemukan cara untuk "mengakali" CZA, membuat pengobatan semakin sulit.
Fakta Penting:

Sebanyak 32 isolat bakteri tahan CZA ditemukan, termasuk 20 CRKP dan 12 CRPA.
Resistensi ini menyebar di antara pasien di ICU dan bahkan ke rumah sakit lain melalui rujukan pasien.

Hanya sedikit antibiotik lain, seperti colistin dan fosfomycin, yang masih efektif melawan bakteri ini.

Temuan Utama Penelitian

Penelitian ini menganalisis mekanisme resistensi dan pola penyebaran bakteri tahan CZA dengan menggunakan teknologi sekuensing genom dan eksperimen laboratorium. 

Berikut adalah poin-poin penting yang perlu kamu tahu:

1. Mekanisme Resistensi yang Beragam
Bakteri CRKP dan CRPA menggunakan berbagai trik untuk melawan CZA:

CRKP: Resistensi terutama disebabkan oleh enzim NDM-5 (metallo-beta-lactamase) yang tidak terpengaruh oleh avibactam. Hampir semua CRKP menghasilkan KPC-2 dan NDM-5, membuat mereka kebal terhadap banyak antibiotik, termasuk CZA.

CRPA: Resistensi didorong oleh enzim seperti AFM-2 (juga metallo-beta-lactamase), KPC-87 (varian baru dari KPC-2), dan PER-1 (beta-lactamase tahan inhibitor). KPC-87 unik karena memiliki kemampuan 1,5 kali lebih kuat menghidrolisis ceftazidime dan 7,5 kali lebih tahan terhadap avibactam, meski kehilangan kemampuan melawan karbapenem.

Promotor Tambahan: Pada KPC-87, ada fragmen ΔblaTEM-1 yang bertindak sebagai promotor tambahan, meningkatkan ekspresi enzim hingga dua kali lipat, sehingga memperkuat resistensi terhadap CZA.

Pompa Eflluks: Beberapa CRPA menggunakan pompa eflluks (seperti MexAB-OprM) untuk mengeluarkan antibiotik dari sel, meskipun efeknya lebih kecil dibandingkan enzim.

2. Penyebaran di ICU dan Antar-Regional
Bakteri tahan CZA ini tidak hanya bertahan, tapi juga menyebar:

CRKP: Dua klon utama (ST11-KL47) menyebar di antara pasien di ICU, membentuk tiga kelompok (cluster) dengan perbedaan genetik kecil (0-52 SNP). Pasien tertentu (P14) kemungkinan menjadi perantara penyebaran antar kelompok.

CRPA: Klon ST270 (penghasil KPC-87) menyebar di antara pasien di ICU, sementara klon ST275 (penghasil AFM-2) menunjukkan evolusi kompleks dengan variasi genetik besar. Yang lebih mengkhawatirkan, ST270 menyebar ke rumah sakit lain di Zhejiang melalui rujukan pasien, menunjukkan risiko penyebaran lintas-regional.

3. Tantangan Pengobatan
Resistensi terhadap CZA membatasi pilihan pengobatan:

Bakteri CRKP dan CRPA kebal terhadap banyak kombinasi antibiotik lain, seperti meropenem/vaborbactam dan imipenem/relebactam.

Mutasi pada gen oprD di CRPA menyebabkan resistensi terhadap imipenem, meskipun KPC-87 tidak lagi menghidrolisis karbapenem.

Antibiotik cadangan seperti colistin dan fosfomycin masih efektif, tetapi penggunaannya terbatas karena efek samping dan ketersediaan.


4. Implikasi untuk Kesehatan Masyarakat
Penyebaran bakteri tahan CZA di ICU menunjukkan kelemahan dalam pengendalian infeksi rumah sakit. Faktor seperti kepadatan pasien, prosedur invasif, dan penggunaan antibiotik yang intens mempercepat penyebaran. Penelitian ini menyerukan:

Pengawasan ketat: Pemantauan gen resistensi, termasuk wilayah promotor, untuk mendeteksi varian baru seperti KPC-87.

Protokol desinfeksi: Peningkatan kebersihan lingkungan untuk mencegah penyebaran bakteri dari permukaan atau peralatan medis.

Jaringan surveilans genomik: Kolaborasi antar-rumah sakit untuk melacak penyebaran lintas-regional.

Mengapa Ini Penting?

Resistensi antibiotik adalah krisis global yang bisa membuat infeksi sederhana menjadi mematikan. 

Di Indonesia, di mana akses ke antibiotik canggih sering terbatas, ancaman seperti CRKP dan CRPA bisa memperburuk situasi. 

Penyebaran bakteri tahan obat di rumah sakit juga meningkatkan biaya perawatan dan risiko kematian. 

Penelitian ini mengingatkan kita bahwa penggunaan antibiotik yang tidak bijak dan kurangnya pengendalian infeksi bisa mempercepat munculnya superbug.
Kesimpulan

Penelitian ini mengungkap betapa cerdiknya bakteri CRKP dan CRPA dalam melawan CZA melalui enzim seperti NDM-5, AFM-2, dan KPC-87, serta penyebarannya yang cepat di ICU dan antar-regional. 

Ini adalah panggilan untuk bertindak bagi tenaga kesehatan, peneliti, dan masyarakat untuk mencegah krisis resistensi antibiotik yang lebih besar. Mari kita dukung upaya pengawasan dan penggunaan antibiotik yang bertanggung jawab!

Apa yang bisa kamu lakukan?

Jangan gunakan antibiotik tanpa resep dokter.

Dukung kebijakan pengendalian infeksi di rumah sakit, seperti kebersihan tangan dan desinfeksi peralatan.

Bagikan artikel ini untuk meningkatkan kesadaran tentang ancaman resistensi antibiotik.

Referensi: Zhou et al. (2025). Diverse modes of ceftazidime/avibactam resistance acquisition in carbapenem-resistant Klebsiella pneumoniae and Pseudomonas aeruginosa from a Chinese intensive care unit. Annals of Clinical Microbiology and Antimicrobials, 24:35.


Mengenal Long COVID: Temuan Terbaru dan Dampaknya untuk Masa Depan

Mengenal Long COVID: Temuan Terbaru dan Dampaknya untuk Masa Depan

Mengenal Long COVID: 

Temuan Terbaru dan Dampaknya untuk Masa Depan

"Ilustrasi digital seorang individu duduk di meja dengan ekspresi lelah namun penuh harapan, menggambarkan Long COVID. Latar belakang menampilkan simbol transparan jantung, otak, dan paru-paru, serta elemen kesehatan seperti masker wajah dan pulse oximeter. Suasana ruangan cerah dengan jendela terbuka dan tanaman hijau, menggunakan palet warna biru dan hijau yang menenangkan."



fragmenilmiah.com - Pernah dengar istilah Long COVID? Ini bukan sekadar sisa gejala setelah sembuh dari COVID-19, tapi sindrom kompleks yang memengaruhi jutaan orang di seluruh dunia. 

Menurut penelitian terbaru yang diterbitkan di Annals of Clinical Microbiology and Antimicrobials (2025), lebih dari 400 juta orang di seluruh dunia diperkirakan mengalami Long COVID

Angka ini jauh lebih besar dari yang kita bayangkan, terutama karena risiko bertambah dengan infeksi berulang. 

Apa sih Long COVID itu, dan mengapa kita perlu peduli? Yuk, kita ulas temuan penting dari studi global ini!

Apa Itu Long COVID?

Long COVID, atau dikenal juga sebagai post-COVID conditions (PCC) atau post-acute sequelae of SARS-CoV-2 (PASC), adalah kondisi di mana seseorang masih mengalami gejala setelah infeksi akut COVID-19 selesai. 



Gejalanya bisa sangat beragam, mulai dari kelelahan ekstrem, kabut otak (brain fog), hingga masalah jantung dan pernapasan. 

Penelitian ini melibatkan 179 ahli dari 28 negara, termasuk dokter, peneliti, dan penderita Long COVID, yang bekerja sama untuk memahami definisi, diagnosis, pengobatan, dan dampak sosialnya.

Fakta Penting:

Sekitar 15% orang yang terinfeksi COVID-19 berisiko mengalami Long COVID per infeksi.

Wanita dua kali lebih berisiko dibandingkan pria.
Usia 18-64 tahun adalah kelompok yang paling banyak terkena dampak.

Long COVID bisa memengaruhi berbagai organ, bahkan pada mereka yang tidak menunjukkan gejala awal saat terinfeksi.

Temuan Utama Penelitian

Studi ini menggunakan metode Delphi yang melibatkan diskusi mendalam dengan para ahli untuk mencapai konsensus tentang Long COVID. Berikut adalah poin-poin utama yang perlu kamu tahu:



1. Diagnosis yang Lebih Jelas
Long COVID bukanlah penyakit tunggal, melainkan payung besar yang mencakup berbagai gejala. Konsensus ahli menekankan pentingnya:

Pemeriksaan menyeluruh untuk gejala seperti kelelahan, post-exertional malaise (PEM, kelelahan ekstrem setelah aktivitas), dan gangguan kognitif.

Tes spesifik untuk mendeteksi gangguan saraf, jantung, pernapasan, dan pencernaan, seperti postural orthostatic tachycardia syndrome (POTS), gangguan autoimun, dan masalah pembekuan darah.

Biomarker di masa depan akan sangat membantu diagnosis, meskipun saat ini masih terbatas.

Penting untuk dicatat, banyak tes standar sering kali menunjukkan hasil normal, jadi dokter perlu tes khusus dan mempertimbangkan laporan pasien tentang perubahan kemampuan sehari-hari.

2. Pendekatan Pengobatan
Pengobatan Long COVID harus disesuaikan dengan gejala pasien. Beberapa rekomendasi pengobatan meliputi:

Tim multidisiplin untuk menangani berbagai aspek, seperti dokter saraf, kardiolog, dan psikolog.
Terapi spesifik untuk gangguan seperti POTS, gangguan tidur, diabetes baru, dan nyeri kronis.



Pendekatan hati-hati terhadap olahraga, karena latihan bertahap hanya cocok untuk pasien tanpa PEM. Jika salah, olahraga justru bisa memperburuk gejala!

Penggunaan obat seperti antikoagulan atau suplemen (misalnya vitamin B dan probiotik) bisa membantu beberapa pasien, tapi harus diawasi dokter berpengalaman.

3. Prioritas Penelitian
Para ahli sepakat bahwa penelitian lebih lanjut sangat dibutuhkan, terutama untuk:

Anak-anak: Dampak Long COVID pada anak, termasuk gangguan belajar, diabetes baru, dan kesehatan mental, harus jadi prioritas.

Efek jangka panjang: Bagaimana Long COVID memengaruhi jantung, pembuluh darah, sistem saraf, dan metabolisme.

Vaksinasi: Penelitian tentang bagaimana vaksin memengaruhi Long COVID, termasuk kemungkinan gejala serupa Long COVID setelah vaksinasi pada beberapa orang.

Dampak sosial dan ekonomi: Long COVID bisa membebani masyarakat dan ekonomi, terutama di negara berpenghasilan rendah.

4. Dampak pada Anak dan Masyarakat
Long COVID tidak hanya soal kesehatan, tapi juga kehidupan sehari-hari. Anak-anak yang terkena bisa kesulitan di sekolah, baik karena gangguan kognitif maupun kelelahan. 

Di sisi lain, dampak ekonomi, seperti hilangnya produktivitas kerja, juga jadi perhatian besar. 

Studi ini menyerukan pembentukan task force internasional untuk mengoordinasikan penelitian dan berbagi data secara global.

Mengapa Ini Penting?

Long COVID adalah krisis kesehatan global yang belum sepenuhnya dipahami. Dengan lebih dari 400 juta penderita, ini bukan masalah kecil. 

Penyakit ini bisa memengaruhi siapa saja, termasuk mereka yang awalnya hanya mengalami gejala ringan. 

Di Indonesia, di mana akses ke layanan kesehatan mungkin terbatas, tantangan Long COVID bisa lebih besar. Oleh karena itu, penting untuk:

Meningkatkan kesadaran: Kenali gejala seperti kelelahan ekstrem, kesulitan berkonsentrasi, atau masalah jantung, dan segera konsultasikan ke dokter.

Mendukung penelitian: Dukungan untuk penelitian lokal dan global akan membantu menemukan pengobatan yang lebih baik.



Mencegah reinfeksi: Langkah sederhana seperti ventilasi udara yang baik di ruang publik bisa mengurangi risiko infeksi ulang, yang meningkatkan peluang Long COVID.

Long COVID adalah tantangan besar yang membutuhkan kerja sama global. 

Penelitian ini memberikan panduan awal bagi dokter, peneliti, dan pembuat kebijakan untuk memahami, mendiagnosis, dan mengobati kondisi ini. 

Bagi kita semua, ini adalah pengingat untuk tetap waspada terhadap dampak jangka panjang COVID-19, terutama pada anak-anak dan komunitas yang rentan.

Mari dukung upaya penelitian dan jaga kesehatan kita dengan lebih baik!
Apa yang bisa kamu lakukan?

Jika kamu atau keluargamu mengalami gejala berkepanjangan setelah COVID-19, jangan ragu untuk konsultasi ke dokter.
Bagikan artikel ini untuk meningkatkan kesadaran tentang Long COVID.
Dukung kebijakan kesehatan masyarakat, seperti ventilasi yang lebih baik di sekolah dan tempat kerja.

Referensi: Ewing et al. (2025). Long COVID clinical evaluation, research and impact on society: a global expert consensus. Annals of Clinical Microbiology and Antimicrobials, 24:27.

30/05/25

Akhlak Mulia: Kunci Hidup Bahagia Menurut Islam

Akhlak Mulia: Kunci Hidup Bahagia Menurut Islam

Akhlak Mulia: 

Kunci Hidup Bahagia Menurut Islam

"Akhlak Mulia: Kunci Hidup Bahagia Menurut Islam" dengan gaya visual yang elegan dan Islami. Ilustrasi harus mencerminkan kedamaian, kebahagiaan, dan nilai-nilai akhlak mulia seperti kejujuran, kasih sayang, dan keikhlasan.


fragmenilmiah.com - Rasulullah SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia, dan kesuksesan dakwah beliau tak lepas dari budi pekerti yang luhur. 

Al-Qur’an bahkan menyebut beliau sebagai teladan terbaik bagi umat manusia. Lalu, apa itu akhlak mulia, bagaimana cara membentuknya, dan mengapa ini penting? Yuk, kita jelajahi berdasarkan Al-Qur’an, Hadis, dan pandangan ulama!

Apa Itu Akhlak Mulia?

Menurut Al-Ghazali, akhlak mulia adalah menghindari sifat tercela yang dilarang Islam, membiasakan perbuatan baik, dan mencintainya. 

Sementara Quraish Shihab menegaskan bahwa akhlak mulia harus berpatokan pada ketentuan Allah dalam Al-Qur’an dan Hadis. 

Akhlak mulia adalah perilaku yang selaras dengan ajaran Islam, seperti kejujuran, keadilan, dan kasih sayang, yang dicontohkan Rasulullah SAW.

“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (HR. Malik)

Rasulullah SAW adalah teladan sempurna: beliau menunaikan amanah, memimpin tanpa pilih kasih, dan mengajak umat kepada tauhid. 

Faktor Pembentuk Akhlak Mulia

Apa saja yang membentuk akhlak mulia? Penelitian menunjukkan lima faktor utama:

1. Insting (Naluri)
Manusia terlahir dengan naluri bawaan, seperti hasrat terhadap kebaikan atau keburukan. Al-Qur’an menyebutkan naluri ini, seperti keinginan terhadap harta dan keluarga (QS. Ali Imran: 14). Naluri ini mendorong perilaku, yang bisa diarahkan ke akhlak mulia melalui pendidikan.

2. Adat atau Kebiasaan
Kebiasaan adalah tindakan berulang yang menjadi bagian dari karakter. Dengan membiasakan perbuatan baik, seperti sholat atau sedekah, seseorang bisa membentuk akhlak mulia.

3. Keturunan (Wirotsah)
Keturunan memengaruhi sifat bawaan seperti bakat atau kecenderungan. Meski tidak mutlak, sifat orang tua sering tercermin pada anak, baik akhlak terpuji (mahmudah) maupun tercela (mazmumah).

4. Lingkungan
Lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat sangat memengaruhi akhlak. Hadis menyatakan, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanya yang membentuknya...” (HR. Bukhari). Lingkungan baik mendorong akhlak mulia, sementara lingkungan buruk sebaliknya.

5. Al-Qiyam (Nilai Islam)
Nilai-nilai Islam dari Al-Qur’an dan Hadis adalah pedoman utama. Dengan mempelajari dan mengamalkan nilai-nilai ini, akhlak mulia akan terbentuk dalam kepribadian seseorang.

Metode Membina Akhlak Mulia
Islam menempatkan pembinaan jiwa di atas fisik, karena jiwa yang baik melahirkan perbuatan baik. Menurut Al-Ghazali, rukun Islam mengandung metode pembinaan akhlak:

Syahadat: Mengakui Allah dan Rasul-Nya menanamkan kepatuhan pada aturan-Nya, membentuk akhlak mulia.

Sholat: Sholat lima waktu mengajarkan ketawadhuan dan kedisiplinan. Hadis Qudsi menyebutkan sholat mendorong kasih sayang pada yang lemah (HR. Al-Bazaar).
Zakat: Membersihkan sifat kikir dan egois, menumbuhkan empati.

Puasa: Melatih pengendalian diri dari perbuatan tercela.
Haji: Mengajarkan kesabaran, pengorbanan, dan keikhlasan.
Cara lain membina akhlak meliputi:

Pembiasaan sejak kecil secara konsisten.
Keteladanan, seperti meniru akhlak Rasulullah SAW.

Menuntut ilmu agama untuk memahami nilai-nilai Islam.
Manfaat Akhlak Mulia
Akhlak mulia membawa manfaat besar bagi individu dan masyarakat:

Menyempurnakan agama seseorang.
Mempermudah perhitungan amal di akhirat.

Menghilangkan kesulitan hidup.
Menjamin keselamatan di dunia dan akhirat.
“Selama umat itu akhlaknya baik, ia akan tetap eksis, dan jika akhlaknya sirna, maka ia pun akan binasa.” (Syair Syauki Bey)

Kesimpulan

Akhlak mulia adalah cerminan hidup sesuai Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Dipengaruhi oleh naluri, kebiasaan, keturunan, lingkungan, dan nilai Islam, akhlak mulia dapat dibina melalui rukun Islam, pembiasaan, dan keteladanan. 

Dengan akhlak mulia, hidup menjadi lebih bermakna, harmonis, dan penuh keberkahan.

Ingin tahu lebih banyak tentang akhlak Islami atau cara menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari? Tulis di kolom komentar atau cek artikel lain di Fragmen Ilmiah!